Stok Minim, Harga Cabai Rawit di Manado Melonjak 50 Persen sejak Lebaran
Harga cabai rawit di Manado, Sulawesi Utara, melonjak hingga menyentuh Rp 90.000 per kilogram sebulan setelah Lebaran. Penyebabnya diduga adalah merosotnya produksi dari sentra cabai di Gorontalo.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Harga cabai rawit di Manado, Sulawesi Utara, melonjak hingga 50 persen sekitar satu bulan setelah perayaan Idul Fitri 1443 Hijriah. Kondisi ini salah satunya disebabkan penurunan pasokan yang didatangkan dari sentra cabai di wilayah Gorontalo.
Dari pantauan di Pasar Pinasungkulan, Karombasan, Manado, pedagang membanderol cabai rawit dengan harga Rp 90.000 per kilogram, Jumat (10/6/2022). Harga jual tersebut naik cukup drastis dari sekitar Rp 60.000/kg pada awal Mei, tepatnya saat umat Islam merayakan Lebaran.
Toro (51), salah satu pedagang hasil bumi di Pasar Pinasungkulan mengatakan, dirinya membeli cabai rawit seharga Rp 80.000/kg dari pemasok. Seluruh stok didatangkan dari provinsi tetangga, yaitu Gorontalo. Menurut dia, lonjakan harga disebabkan cuaca yang tak menentu sehingga berdampak pada produksi cabai rawit.
”Ini karena pasokan kurang. Katanya di sana masih sering hujan. Itu bikin bunga rica (cabai rawit) rontok jadi enggak bisa berbuah,” kata Toro yang menyediakan 10 kg cabai untuk dijual per hari.
Kenaikan harga ini diiringi penurunan penjualan. Dalam sehari, rata-rata hanya sekitar 1 kg yang laku. Namun, ia mengatakan, hal itu bukan karena warga mengurangi konsumsi cabai rawit, melainkan lebih karena suasana pasar yang sepi sepanjang hari, kecuali Minggu.
”Orang tetap beli rica, misalnya buat bikin dabu-dabu (sambal kecut khas Sulawesi bagian utara). Terus penjual bakso juga tetap beli. Tetapi enggak tahu kenapa pasar sepi hari ini,” katanya.
Omin Abdullah (37), pedagang cabai rawit lainnya, juga mengatakan, keadaan pasar sangat sepi. Ia yakin, hal itu menyebabkan dagangannya tidak laku sejak lapaknya dibuka pada 04.30 Wita. Ia pesimistis, stoknya habis sampai pasar tutup pada pukul 18.00. ”Kayaknya orang-orang sudah malas belanja di pasar, lebih suka ke supermarket,” katanya.
Di pasar swalayan, seperti FreshMart cabang Sario, di Kota Manado, harga cabai rawit lebih tinggi, yaitu Rp 93.900/kg. Cabai keriting cenderung lebih murah, yaitu Rp 38.650/kg. Harga ini juga lebih murah ketimbang rata-rata Rp 61.100/kg yang tertera di laman Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan.
Sementara itu, melalui siaran pers, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, harga produk hortikultura saat ini memang cenderung tinggi, terutama cabai. Ia juga menyebut curah hujan tinggi sebagai penyebab utamanya.
”Diharapkan, harga akan segera turun seiring panen yang diperkirakan akan berlangsung beberapa minggu ke depan. Pemerintah terus memastikan kecukupan stok barang kebutuhan pokok agar masyarakat mendapatkan harga yang terjangkau,” ujar Lutfi.
Harga produk hortikultura saat ini memang cenderung tinggi, terutama cabai. Curah hujan tinggi sebagai salah satu penyebab.
Kenaikan harga cabai rawit tersebut bertolak belakang dengan sebulan lalu. Sepanjang Mei 2022, ketika inflasi sekitar 0,13 persen di Manado, Bank Indonesia mencatat, cabai rawit justru menjadi penahan tekanan inflasi dengan andil deflasi sebesar 0,18 persen dibandingkan April 2022.
Kepala Kantor BI Perwakilan Sulut Arbonas Hutabarat menyebut bawang merah sebagai penyebab inflasi di Manado sepanjang Mei. Hal ini karena Sulut masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan komoditas itu pada Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat, layaknya ketergantungan pada cabai rawit dari Gorontalo.