Pemerintah Kota Surabaya harus kerja sama dengan daerah pemasok cabai untuk menurunkan harga komoditas tersebut yang terlalu pedas dan menekan masyarakat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Serangan hama sehingga produksi menurun dan pemunduran jadwal tanam mengakibatkan harga cabai meroket. Di Surabaya, Jawa Timur, harga cabai seolah terlalu pedas atau sudah tidak terjangkau masyarakat.
Pantauan di Pasar Wonokromo, Pasar Keputran, dan Pasar Gunung Anyar, Kamis (9/6/2022), memperlihatkan harga cabai rawit menembus Rp 100.000 per kilogram (kg). Cabai merah besar menembus Rp 80.000 per Kg. Dalam situasi normal atau pasokan terpenuhi, harga cabai berada di kisaran Rp 30.000 per kg. Kenaikan harga sudah tiga-empat kali lipat.
”Kami kesulitan memenuhi permintaan pembeli yang ingin beli cabai Rp 2.000,” kata Sulaiman, pedagang sayur-mayur di Pasar Gunung Anyar. Penjual cuma melayani pembelian minimal Rp 5.000 yang berarti maksimal sepuluh cabai rawit. Untuk cabai merah besar, dengan Rp 5.000, pembeli cuma mendapatkan empat-lima buah.
Meroketnya harga cabai juga berimbas pada penjual gorengan. Pembelian gorengan Rp 5.000 hanya mendapatkan sebutir cabai rawit. Harga gorengan bergantung pada besar kecil ukuran, tetapi rata-rata dijual Rp 800-Rp 1.500 per penganan antara lain tahu isi, tempe, kroket, dan bala-bala.
”Bisa rugi kalau kasih cabai banyak, Mas. Ini saja, cabai saya ambil dari kebun dekat rumah,” kata Suwarso (45), penjual gorengan di Jambangan.
Kenaikan harga cabai telah diketahui dan diidentifikasi Pemerintah Kota Surabaya. Aparatur juga mendata sejumlah komoditas yang harga berpeluang melonjak seperti cabai.
Kami harus kerja sama dengan daerah penghasil komoditas yang harganya sedang naik untuk dapat melaksanakan operasi pasar. (Dewi Wahyu Wardani)
Mereka tidak ingin kelangkaan komoditas sayur-mayur sekaligus pengendalian harga. Surabaya terpaksa mencari dan kerja sama dengan daerah-daerah pemasok, antara lain Nganjuk dan Kediri.
”
Kami harus kerja sama dengan daerah penghasil komoditas yang harganya sedang naik untuk dapat melaksanakan operasi pasar,
”
kata Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Surabaya Dewi Wahyu Wardani. Gudang-gudang pangan milik pemerintah dicek kembali untuk diisi komoditas yang berpeluang terjadi kenaikan harga sehingga membantu untuk operasi pasar.
Di sisi lain, dinas ketahanan pangan dan pertanian juga diminta meningkatkan produksi komoditas yang sensitif harga. Jika ada penanaman cabai, produksi cabai oleh jaringan petani atau oleh DKPP akan ditujukan bagi operasi pasar demi pengendalian harga.
Menelaah
Dalam cakupan yang lebih luas, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengatakan terus mengupayakan pengendalian harga cabai. Pemerintah telah berkoordinasi dengan Asosiasi Petani Cabai Indonesia untuk menelaah penyebab kenaikan harga komoditas tersebut.
Penyebabnya, curah hujan yang masih turun dan memicu serangan hama pada tanaman cabai sehingga produksi menurun. Cuaca juga memaksa petani memundurkan jadwal tanam sehingga produksi terganggu.
Berdasarkan catatan Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok atau Siskaperbapo, harga cabai rawit merah menembus Rp 85.000 per kg. Harga itu melonjak dibandingkan dengan sebulan lalu yang Rp 25.000 per kg. Di Jatim, harga rata-rata cabai merah besar Rp 63.000 per kg atau melonjak dari sebulan lalu yang Rp 35.000 per kg.
Khofifah melanjutkan, daerah-daerah dataran rendah sebagai sentra cabai seharusnya sudah mulai menanam pada April. Namun, cuaca yang masih terus hujan memaksa petani belum menanam komoditas tersebut.
Penanaman baru dimulai sebulan kemudian sehingga produksi secara umum kurang padahal permintaan masyarakat tinggi.
Selain itu, ada serangan hama lalat buah seluas 32,4 hektar (ha), trips seluas 15,5 ha, dan kutu kebul seluas 2,2 ha. Tanaman cabai di Jatim juga terkena virus kuning seluas 34 ha, antraknose seluas 12,3 ha, bercak daun seluas 8,4 ha, dan layu fusarium 2,5 ha.
Khofifah telah meminta petani di dataran rendah menanam cabai rawit varietas genjah bhaskoro dan dewata dengan usia panen 70-80 hari. Penanaman varietas unggul itu diharapkan dapat menstabilkan produksi cabai rawit, terutama menjawab kebutuhan untuk bumbu pedas pada masa Idul Adha yang tersisa sebulan kemudian.
Provinsi akan memantau produksi cabai di sentra-sentra, yakni Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, Kabupaten Probolinggo, dan Banyuwangi. Di lima daerah pertanian ini, cabai ada yang ditanam di dataran rendah dan ada yang di dataran tinggi di kaki gunung. Pengawasan penting untuk memacu produksi sehingga penurunan harga cabai bisa segera terwujud.