Pasar Klithikan Notoharjo di Surakarta menjadi cikal bakal tren toko pakaian bekas daring. Bahkan, pasar ini jadi ”jujugan” banyak pedagang luar kota yang hendak kulakan pakaian impor bekas bermerek dengan harga murah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·6 menit baca
Setidaknya, dua tahun terakhir, kultur berburu pakaian bekas atau yang biasa disebut thrifting kembali marak di kalangan anak muda di Kota Surakarta, Jawa Tengah. Toko-toko daring yang menjajakan pakaian bekas bermerek internasional bermunculan. Pasar Klithikan Notoharjo adalah saksi bisu cikal bakal lahirnya toko-toko daring tersebut.
Lalu lalang manusia meramaikan suasana pagi di Pasar Klithikan Notoharjo, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (7/6/2022). Jarum jam masih menunjukkan pukul 06.30. Pedagang barang bekas yang baru datang sibuk menggelar lapak. Paling banyak menjual barang bekas berupa onderdil kendaraan bermotor hingga peralatan elektronik.
Namun, di sisi timur pasar, pemandangan yang tersaji adalah pakaian-pakaian impor bekas bermerek internasional, seperti Adidas, Nike, Puma, Reebok, hingga The North Face. Pakaian yang tampak paling ”mulus” dipamerkan dengan cara digantungkan pada pohon dan rak lemari portabel. Sementara pakaian-pakaian tak bermerek ditumpuk di atas gelaran tikar.
Hampir setiap orang yang melintas seolah terseret di antara tumpukan dan gantungan baju tersebut. Salah seorang di antaranya Rahmat Sudarmaji (29), warga asal Jakarta. Pagi itu matanya masih sembab, seolah tidurnya belum cukup. Namun, tangannya menjelajah satu per satu ke gantungan mencari pakaian yang dirasa cocok.
Tak hanya di pinggiran jalan, Rahmat juga masuk ke gang-gang tempat los pakaian impor bekas berada. Di sana pilihannya lebih banyak lagi. Satu jam berkeliling, ia keluar dari antara rak gantungan pakaian bekas dan menenteng plastik hitam. Di dalamnya terdapat empat kaus oblong. Dua kaus berlogo Nike, satu kaus dengan artwork karya seniman Ed Hardy, dan satu kaus lain bergambar kartun Felix the Cat.
”Ini dapat empat kaus harganya Rp 360.000. Wah, murah banget sih dibandingkan di tempat saya. Rencananya sih bakal saya jual lagi,” kata Rahmat, yang punya pekerjaan sampingan berjualan pakaian impor bekas.
Rahmat menceritakan, kedatangannya ke Pasar Klithikan Notoharjo berangkat dari referensi temannya sesama pelapak daring pakaian impor bekas di Kota Surakarta. Menurut informasi yang diperoleh, pasar tersebut termasuk legendaris untuk urusan jual beli pakaian impor bekas. Banyak ”harta karun” yang bisa ditemukan jika jeli dalam mencari.
”Katanya, sih ini legend-nya di Solo. Jadinya, saya penasaran juga. Ternyata benar bisa ketemu barang-barang kayak gini. Harganya juga cukup jauh sama di Jakarta. Selisihnya bisa sampai Rp 70.000,” kata Rahmat.
Sejarah
Ditilik dari sejarahnya, Pasar Klithikan Notoharjo berdiri sejak 2006. Pasar itu dibangun untuk memindahkan pedagang kaki lima yang menjual loakan di sekitar Monumen 45 di Kecamatan Banjarsari, yang diperkirakan berjualan di kawasan tersebut pada era 1990-an. Adapun barang bekas yang dijual termasuk pakaian-pakaian impor bekas.
Remon Setiawan (37) termasuk salah satu pedagang pakaian impor bekas yang sudah mulai berjualan sejak masih di kawasan Monumen 45. Ia juga menjadi pedagang yang kebagian los gratis sewaktu pemindahan pasar. Dituturkannya, jauh sebelum menjamurnya lapak daring pakaian bekas impor, pasar tersebut menjadi jujukan bagi para pemburu sandangan bekas.
”Orang-orang yang sekarang ini buka thrift shop online (lapak daring pakaian impor bekas) dulunya ya konsumen-konsumen di pasar ini. Berawal dari belanja buat sendiri, akhirnya dijual juga. Itu termasuk sejumlah pelanggan saya,” kata Remon.
Bakulnya baik-baik. Pernah saya diminta suruh bawa saja dulu barangnya. Bayarnya baru belakangan setelah laku. Jadi, saya akan selalu kembali ke pasar. Saya bisa begini karena orang-orang pasar juga.
Kendati lapak daring bermunculan, Remon tak merasa terancam. Ia justru menjalin kerja sama dengan para pelapak daring. Sering kali, ia juga memasok sandang bekas pilihan bagi para pelapak daring tersebut. Bahkan, setiap waktunya bongkar bal pakaian, para pelapak daring juga diundang untuk ikut mencari barang-barang yang mereka suka.
Selain itu, Remon juga terus memperbarui pengetahuan agar bisa bersaing dengan pelapak daring. Ia mengamati betul merek-merek yang dicari pembeli. Sesekali ia juga mengulik lewat internet soal merek-merek yang didapat dari bal-bal pakaian yang diterimanya.
”Dari situ, kan, kita bisa tahu harus dijual berapa. Sebelum zamannya internet, malah saya nyari buku-buku katalog ke tukang loak. Itu saya baca-baca biar paham merek,” ujar Remon.
Tri Baskoro (27) merupakan salah seorang pelapak daring pakaian impor bekas yang lahir akibat kegandrungannya berbelanja di Pasar Klithikan Notoharjo. Pertama kali, ia mengenal keberadaan pasar tersebut di tahun 2017. Ia baru mulai berjualan sekitar 2017. Awalnya hanya dari teman ke teman. Baru pada 2018, ia melebarkan sayap penjualan daringnya dengan membuka akun Instagram bernama @wellmygoods.
Sampai sekarang, Baskoro juga masih kulakan pakaian impor bekas pada bakul-bakul langganannya sewaktu masih sekadar jadi konsumen. Selain berhubungan lewat ponsel, ia juga sering datang langsung ke pasar untuk mencari barang dagangannya. Bagi dia, interaksi yang terjadi di pasar lebih hangat dan humanis.
”Bakulnya baik-baik. Pernah saya diminta suruh bawa saja dulu barangnya. Bayarnya baru belakangan setelah laku. Jadi, saya akan selalu kembali ke pasar. Saya bisa begini karena orang-orang pasar juga,” kata Baskoro.
Kini, anak-anak muda di Kota Surakarta, sedang dilanda demam berbelanja pakaian impor bekas. Namun, mereka lebih sering berbelanja dalam gelaran festival. Bahkan, sebagian anak muda belum tahu akan keberadaan Pasar Klithikan Notoharjo sebagai salah satu titik awal tempat perburuan sandangan impor bekas.
Dengan kondisi itu, para pelapak muda dari pasar tersebut mencoba menggarap promosi daring. Caranya lewat promosi berbayar menggunakan media sosial Instagram. Hal ini dilakukan sejak dua bulan lalu melalui akun bernama @notoharjo_thriftmarket.
”Kami pengin menunggangi demam thrifting. Jadi biar pasarnya ikut ramai. Khususnya di hari-hari biasa. Selama ini juga ramai, tetapi hanya di hari Sabtu dan Minggu,” kata Hendra Hartawirjana (39), salah seorang pelapak muda yang menggagas gerakan tersebut.
Hendra menceritakan, inisiatif promosi daring itu berawal dari pertanyaan salah seorang pelapak senior di pasar tersebut. Si pelapak tua menanyakan mengenai ramainya jual beli pakaian impor bekas pada berbagai festival. Mereka juga ingin pasar ikut ramai dengan semakin banyaknya anak muda yang gemar berburu sandangan impor bekas.
”Ya, ini dampaknya sudah mulai kelihatan. Pasar di hari-hari biasa sudah mulai ramai. Kunjungannya bisa 100-200 orang per hari. Paling tidak 10-20 persennya pasti belanja. Dulu itu, bisa ada 50 orang yang datang per harinya saja sudah bagus,” kata Hendra.
Ketua Paguyuban Pedagang Pakaian Impor Bekas Pasar Notoharjo Ahmad Parjiyanto mengungkapkan, suasana pasar perlu digeliatkan kembali lewat gerakan pelapak muda. Ia menginginkan agar para pedagang pasar ikut kecipratan berkah dengan ramainya pelapak daring. Untuk itu, ia merasa sangat senang atas inisiatif dari para pelapak muda tersebut.
”Saya sadar. Kami yang pelapak tua ini harus berubah. Tidak bisa diam saja karena zamannya juga berubah. Kalau diam saja, kami pasti akan tertinggal. Cuma buat mengikuti teknologi sekarang itu rasanya sulit sekali. Inisiatif pelapak-pelapak muda ini saya rasa akan membantu meningkatkan geliat pasar,” kata Parjiyanto.