Revitalisasi Lapangan Merdeka, Pedagang Buku dan Pusat Jajanan Minta Dipindah ke Tempat Layak
Revitalisasi Lapangan Merdeka akan menghabiskan biaya Rp 400 miliar dan akan selesai seluruhnya pada 2024. Tahun ini, pengerjaan berfokus membongkar bangunan dan memulai pembangunan gedung bawah tanah.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Bangunan komersial dan perkantoran di Lapangan Merdeka Medan harus dikosongkan paling lama 20 Juni. Pengosongan sebagai langkah awal pengembalian fungsi Lapangan Merdeka Medan sebagai ruang publik berupa hamparan lapangan dan situs bersejarah. Para pedagang mendukung revitalisasi, tetapi pemindahan harus dilakukan ke tempat yang layak.
”Kami mendukung revitalisasi Lapangan Merdeka. Namun, ini kurang dua pekan lagi kami harus dipindahkan, tetapi kiosnya belum selesai,” kata Eko Lubis (45), pedagang buku di Lapangan Merdeka Medan, Selasa (7/6/2022).
Eko mengatakan, mereka sudah mendapat informasi akan dipindahkan ke Jalan Hitam lahan milik PT Kereta Api Indonesia. Namun, hingga kini pengerjaannya baru tahap pembersihan lahan.
Menurut Eko, mereka menempati kios di Lapangan Merdeka Medan sejak tahun 2004. Pedagang merupakan pindahan dari kawasan Titi Gantung di dekat Stasiun Kereta Api Medan. Awalnya, pedagang berjualan di kios nonpermanen. Pada tahun 2013, mereka dipindahkan ke lantai dua gedung parkir yang ada di sisi timur Lapangan Merdeka.
Eko mengatakan, mereka mendukung revitalisasi Lapangan Merdeka. Apalagi, penjualan mereka pun menurun karena gedung tempat mereka berjualan kini tidak terurus. Menurut Eko, setiap pedagang kini hanya bisa menjual sekitar lima buku per hari. ”Kami hanya bisa berharap saat masuk tahun ajaran baru. Penjualan bisa sampai 30 buku sehari,” kata Eko.
Ketua Persatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka Isdawati mengatakan, para pedagang ditempatkan di Lapangan Merdeka secara resmi dengan mendapat hak pinjam pakai. ”Saat pembangunan gedung parkir, kami diminta pindah ke Jalan Pegadaian. Namun, kami berjuang dan akhirnya bisa lagi mendapat kios di Lapangan Merdeka,” katanya.
Isdawati pun menunjukkan dokumen kesepakatan antara pedagang buku dan Pemkot Medan yang dimediasi langsung oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 2015. Setelah itu, mereka pun secara resmi mendapat kios dari Pemkot Medan.
Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Penataan Ruang (PKPPR) Pemkot Medan Endar Sutan Lubis mengatakan, mereka sudah melakukan sosialisasi kepada pedagang buku sejak tahun lalu. ”Kami sudah menentukan lokasi pemindahan, yakni ke Jalan Hitam milik PT Kereta Api Indonesia. Hari ini sudah dilakukan pembersihan lahan,” kata Endar.
Endar mengatakan, pembongkaran semua bangunan komersial dan pemerintahan harus dilakukan untuk mengembalikan Lapangan Merdeka sebagai ruang publik berupa hamparan lapangan.
Revitalisasi Lapangan Merdeka, kata Endar, akan menghabiskan biaya Rp 400 miliar dan akan selesai seluruhnya pada 2024. Tahun ini, pengerjaan berfokus membongkar bangunan dan memulai pembangunan gedung bawah tanah dengan anggaran Rp 100 miliar yang sudah disiapkan dari bantuan keuangan provinsi. Gedung bawah tanah untuk area parkir dan komersial.
Selain pemindahan toko buku, kata Endar, pusat jajanan Merdeka Walk juga harus dikosongkan. Mereka pun sudah melakukan sosialisasi terhadap pelaku usaha yang diwakili pengelola Merdeka Walk, PT Orange Indonesia Mandiri.
”Pemindahan tenant dari Merdeka Walk diprioritaskan ke Taman Lili Suheri di Jalan Palang Merah. Kami hanya menyediakan lahan, pembangunan tempat usaha tanggung jawab pengusaha masing-masing,” kata Endar.
Endar menjelaskan, Merdeka Walk sebelumnya meminta dipindahkan ke lahan bekas Rumah Sakit Tembakau Deli di Jalan Kolonel Yos Sudarso. Namun, karena lahan itu milik PT Perkebunan Nusantara II, Pemkot tidak bisa memfasilitasinya.
Prinsip utama dari revitalisasi Lapangan Merdeka adalah perlindungan terhadap cagar budaya.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Medan-Sumut Miduk Hutabarat mengatakan, mereka mengapresiasi langkah Pemkot Medan yang akan membongkar semua bangunan komersial dan perkantoran di atas lapangan. Namun, mereka pun meminta revitalisasi harus dilakukan dengan konsultasi publik yang luas.
”Prinsip utama revitalisasi Lapangan Merdeka adalah perlindungan terhadap cagar budaya,” kata Miduk.
Unsur penting yang harus dilindungi adalah hamparan lapangan, pohon trembesi, dan Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional RI. Lapangan Merdeka Medan dibangun pada 1880 bersamaan dengan penanaman pohon trembesi di sekelilingnya. Alun-alun kota itu terintegrasi dengan balai kota, kantor pos, stasiun kereta api, perbankan, dan pusat bisnis di sekitarnya. Inti kota Medan dibangun menyerupai kota-kota di Eropa sehingga disebut Parijs van Sumatera.