Izin Lingkungan Dibatalkan PTUN Manado, Aktivitas PT TMS Harus Berhenti Sementara
PT Tambang Mas Sangihe diminta menghentikan segala aktivitas konstruksi yang sedang berlangsung setelah PTUN Manado mengabulkan gugatan masyarakat terhadap izin lingkungannya. Putusan belum ”inkracht”.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Para ibu di Kampung Bowone, Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menolak pembukaan lahan konsesi tambang emas oleh PT Tambang Mas Sangihe, Sabtu (7/8/2021). Para ibu menolak tinggal diam dan menyerahkan penolakan kepada kaum laki-laki saja.
MANADO, KOMPAS — PT Tambang Mas Sangihe diminta menghentikan segala aktivitas konstruksi yang sedang berlangsung setelah Pengadilan Tata Usaha Negara Manado mengabulkan gugatan masyarakat terhadap izin lingkungannya. Masyarakat menyambut putusan ini dengan gembira sekalipun belum inkracht.
Keputusan ini dinyatakan Ketua Majelis Hakim PTUN Manado Fajar Wahyu Jatmiko dalam amar putusan daring, Kamis (2/6/2022), setelah rangkaian persidangan yang berlangsung sejak awal tahun. Poin pertama putusan itu adalah menetapkan penundaan pelaksanaan izin lingkungan bagi PT Tambang Mas Sangihe (TMS) yang diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulawesi Utara.
Penundaan izin lingkungan ini harus dilaksanakan secara efektif oleh Pemprov Sulut sebagai Tergugat I hingga muncul putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) atau ada penetapan lain yang mencabutnya di kemudian hari. Artinya, segala kegiatan konstruksi oleh PT TMS harus dihentikan sementara.
Claudio Yosia Tumbel, pengacara yang mewakili 56 warga perempuan Kepulauan Sangihe yang menggugat izin lingkungan PT TMS, menyebut putusan itu sebagai kemenangan dalam ronde satu pertarungan.
”Karena kami belum tahu, apakah pihak lawan akan mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali,” katanya ketika dihubungi, Jumat (3/6/2022).
KEMENTERIAN ESDM
Separuh dari luar Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menjadi lahan konsesi tambang emas bagi PT Tambang Mas Sangihe (TMS). PT TMS mengantongi kontrak karya selama 33 tahun ke depan hingga 28 Januari 2054.
Meskipun demikian, masyarakat telah berhak menuntut PT TMS menghentikan semua pembangunan infrastruktur pendukung tambang di Kampung Bowone, Binebas, dan Salurang, Kepulauan Sangihe, yang menurut rencana akan berlangsung sampai 2024. ”Meski belum inkracht, putusan tetap harus dijalankan,” ujarnya.
Anggota tim hukum Save Sangihe Island (SSI), Muhammad Jamil, menyebut penundaan pemberlakuan izin ini juga memengaruhi izin operasi dalam Kontrak Karya PT TMS. Sebab, izin lingkungan adalah elemen dasar bagi legalitas aktivitas usaha perusahaan.
”Dengan demikian, izin operasi yang diajukan Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) juga batal demi hukum,” kata Jamil, yang mendampingi masyarakat dalam gugatan di PTUN Jakarta. Sebelumnya, PTUN Jakarta menetapkan tidak berkompeten mengadili penerbitan izin operasi PT TMS oleh Menteri ESDM.
Pemprov Sulut yang diwakili Dinas Lingkungan Hidup dan DPMPTSP Sulut memiliki waktu sampai 21 Juni untuk memulai upaya hukum demi menganulir putusan tersebut. PT TMS yang menjadi Tergugat II Intervensi juga dapat terlibat dalam upaya tersebut.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Puluhan mahasiswa menggelar aksi di Kantor Gubernur Sulawesi Utara, Manado, Senin (21/6/2021), untuk menolak izin usaha pertambangan khusus bagi PT Tambang Mas Sangihe. Perusahaan itu mendapatkan wilayah kontrak karya seluas 42.000 hektar di Pulau Sangihe.
Namun, untuk sementara, masyarakat Kepulauan Sangihe bisa bernapas lega. Namun, inisiator SSI Jull Takaliuang mengingatkan masyarakat untuk tetap teguh dan konsisten dalam melawan PT TMS. ”Perjuangan masih panjang. Kemenangan ini harus kita jadikan pecut motivasi untuk mempertahankan tanah leluhur,” katanya.
Cendekiawan Sangihe, Profesor Frans Gruber Ijong, juga menyebut kemenangan ini sebagai kemenangan supremasi hukum. ”Negara sudah mengatur lewat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil) bahwa pulau kecil dengan luas di bawah 2.000 kilometer persegi tidak boleh ditambang,” ujarnya.
Meski belum berkekuatan hukum tetap, putusan tetap harus dijalankan. (Claudio Yosia Tumbel)
Koordinator SSI Jan Takasihaeng mengatakan, masyarakat kini harus turut mengawasi tindakan segenap elemen pemerintahan agar terus konsisten dengan putusan PTUN Manado. Jika putusan ini dilanggar, ia menyatakan, masyarakat juga tidak akan tinggal diam.
Sebuah spanduk penolakan terhadap PT Tambang Mas Sangihe berdiri di jalan lintas kecamatan wilayah Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Sabtu (7/8/2021). Spanduk itu dipasang di sejumlah tempat oleh gerakan Save Sangihe Island.
Penegakan hukum
”Kami meminta para aparat penegak hukum bertindak menegakkan hukum. Perusahaan yang sudah dibatalkan izinnya oleh pengadilan harus dihentikan operasinya, jangan sebaliknya justru dikawal aparat. Kalau aparat tidak bertindak sesuai hukum, rakyat akan bergerak dengan caranya sendiri,” kata Jan.
Di lain pihak, Pemprov Sulut belum memberikan tanggapan atas putusan ini. Kepala DPMPTSP Sulut Franky Manumpil menyatakan belum menerima informasi resmi dari PTUN Manado. Ia juga belum membaca amar putusan. ”Kalau sudah ada informasi, nanti saya beri tanggapan,” katanya ketika dihubungi lewat telepon.
Adapun Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulut Limi Mokodompit, yang kini merangkap Penjabat Bupati Bolaang Mongondow, tidak menjawab telepon ataupun pesan tertulis yang dikirim. Juru Bicara PT TMS Cesyl Saroinsong juga telah dihubungi, tetapi belum memberikan tanggapan resmi.