Diduga Terkait Suap Izin Apartemen, KPK Tangkap 9 Orang di Yogyakarta
KPK menangkap sembilan orang dalam OTT di Yogyakarta dan Jakarta, Kamis (2/6/2022). Mereka diduga terlibat kasus dugaan suap pengurusan IMB apartemen di Yogyakarta.
Oleh
HARIS FIRDAUS, NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Seorang aktivis yang tergabung dalam Gerakan #BersihkanIndonesia, Perempuan Indonesia Anti-Korupsi, BEM SI, dan beberapa perwakilan organisasi lain menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (9/11/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap sembilan orang dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan di Yogyakarta dan Jakarta pada Kamis (2/6/2022) kemarin. Mereka diduga terlibat dalam kasus dugaan suap pengurusan izin mendirikan bangunan apartemen di Yogyakarta.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/6/2022), mengatakan, sejauh ini tim KPK telah menangkap dan memeriksa setidaknya sembilan orang di Yogyakarta dan Jakarta. Mereka terdiri atas unsur swasta dan beberapa pejabat Pemerintah Kota Yogyakarta, termasuk Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022 Haryadi Suyuti.
”Saat ini para pihak masih dilakukan pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,” ujar Ali.
Ali menjelaskan, mereka ditangkap atas dugaan terlibat suap pengurusan IMB apartemen di Yogyakarta. Kini, tim KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk segera menentukan sikap atas kegiatan tangkap tangan ini.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan, pihaknya telah menyita sejumlah barang bukti dalam penangkapan tersebut, seperti uang tunai dalam mata uang dollar Amerika Serikat serta dokumen perizinan. Namun, ia tak merinci jumlah uang tunai yang disita itu.
”Kami mengamankan sejumlah uang dalam USD dan dokumen perizinan,” kata Ghufron.
Mereka ditahan karena diduga terlibat suap pengurusan IMB apartemen di Yogyakarta. Kini, tim KPK memiliki waktu 1 x 24 jam untuk segera menentukan sikap atas kegiatan tangkap tangan ini.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi mengatakan, sejumlah petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) datang ke Balai Kota Yogyakarta pada Kamis (2/6/2022) siang. Beberapa petugas itu meminta izin untuk menyegel ruang kerja Wali Kota Yogyakarta.
Sumadi menuturkan, dirinya bertemu dengan petugas KPK itu pada Kamis sekitar pukul 13.00. Saat itu, dia baru datang di Balai Kota Yogyakarta setelah mengikuti rapat di kompleks Kantor Gubernur DIY. Sesampainya di Balai Kota, ia hendak mengikuti rapat saat beberapa petugas KPK datang menemuinya.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS
Wartawan mengambil gambar di depan pintu menuju ruang kerja Wali Kota Yogyakarta, Kamis (2/6/2022) malam.
”Setelah saya rapat di Pemda DIY, saya ke balai kota karena ada rapat pukul satu (siang). Tapi, kemudian petugas dari KPK terus menunjukkan identitasnya dan saya lihat benar. Terus mohon izin melakukan penyegelan di ruangan Wali Kota,” ujar Sumadi saat dihubungi, Kamis malam.
Sumadi menyebutkan, setelah bertemu dengan petugas KPK itu, dirinya mempersilakan penyegelan dilakukan. Setelah itu, ia mengikuti rapat sehingga tidak menyaksikan proses penyegelan. ”Saya kooperatif, ya monggo, silakan. Terus saya tinggal rapat. Saya tidak tahu selanjutnya,” ujarnya.
Menurut Sumadi, petugas KPK yang datang itu berjumlah setidaknya tiga orang. Mereka tidak mengenakan seragam, tetapi hanya menunjukkan identitas. Ia juga mengaku tidak dimintai keterangan oleh petugas KPK. Dia juga tidak tahu apakah ada aparatur sipil negara yang ditangkap oleh KPK.
Disebut dalam sidang
Jauh sebelum ditangkap oleh KPK, nama Haryadi Suyuti pernah disebut dalam sidang kasus suap terkait proyek rehabilitasi saluran air hujan di Yogyakarta. Nama Haryadi disebut dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta pada Rabu (15/1/2020).
Orang yang menyebut nama Haryadi adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta saat itu, Agus Tri Haryono. Saat itu, Agus menjadi saksi dalam kasus suap dengan terdakwa jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Yogyakarta, Eka Safitra, dan jaksa Kejari Surakarta, Satriawan Sulaksono.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Agus Tri Haryono memberi kesaksian dalam sidang kasus suap proyek rehabilitasi saluran air hujan di Yogyakarta, Rabu (15/1/2020), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta.
Dalam sidang kasus tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) KPK mencecar Agus Tri Haryono mengenai sejumlah persoalan. Salah satunya terkait dengan pertemuan Agus dengan Haryadi Suyuti untuk membicarakan beberapa proyek di Dinas PUPKP Kota Yogyakarta.
Saat memberi kesaksian, Agus mengakui isi berita acara pemeriksaan (BAP) yang menyebut dirinya bersama beberapa orang lain pernah dipanggil oleh Haryadi Suyuti seusai Lebaran tahun 2019. Dalam pertemuan itu, menurut Agus, Haryadi meminta proyek pembangunan kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta dimenangkan oleh perusahaan dari Bandung, Jawa Barat.
Berdasarkan data di situs Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Yogyakarta, proyek pembangunan kantor DLH Kota Yogyakarta dilelang pada 26 Juli 2019 dengan anggaran Rp 29,185 miliar. Data di situs LPSE Kota Yogyakarta menyebutkan, lelang proyek itu dimenangi oleh perusahaan yang beralamat di Bandung dengan harga hasil negosiasi sebesar Rp 23,350 miliar.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Proyek saluran air hujan yang terbengkalai akibat kasus dugaan suap di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (8/11/2019). Mangkraknya proyek itu mengganggu aktivitas warga sekitar.
Agus menambahkan, dalam pertemuan itu, Haryadi juga menyebut ihwal pembangunan Graha Balai Kota Yogyakarta yang lelangnya direncanakan dilakukan pada 2020. Pagu anggaran proyek itu Rp 110 miliar dengan model tahun jamak. Menurut Agus, pada kesempatan tersebut, Haryadi menyebutkan tiga perusahaan yang diminta untuk memenangkan proyek itu.
Saat ditanya apakah pernah memberi uang kepada Haryadi, Agus menjawab tidak pernah. Namun, Agus mengakui pernah memberikan uang sebesar Rp 2 juta kepada ajudan Haryadi. Ajudan itu meminta uang Rp 2 juta untuk membiayai perjalanan dinas ke luar kota.
”Kita akomodir karena teman. Waktu itu dana operasional ajudan itu belum turun dan dia berjanji mengembalikan kalau dananya sudah turun. Sekarang sudah dikembalikan Rp 1,5 juta, jadi masih ada Rp 500.000 yang belum dikembalikan,” kata Agus yang memberi kesaksian di bawah sumpah.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menjadi saksi dalam sidang tindak pidana korupsi proyek saluran air hujan di Kota Yogyakarta di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Rabu (26/2/2020).
Saat dikonfirmasi, Haryadi Suyuti saat itu membantah tuduhan bahwa ia memberi perintah untuk memenangkan perusahaan tertentu terkait dengan proyek di Dinas PUPKP Kota Yogyakarta. Haryadi mengatakan, dirinya hanya meminta agar Dinas PUPKP mencari kontraktor yang berkualitas dan tidak terjebak pada harga penawaran yang rendah.
”Tidak ada (perintah). Memenangkan itu, kok, bahasanya terlalu tendensius. Saya hanya bilang agar dicari kontraktor yang berkualitas,” kata Haryadi.
Terkait dengan pemberian uang dari Agus Tri Haryono kepada ajudannya, Haryadi juga mengaku tidak tahu. Haryadi menyebutkan, dirinya tak pernah memerintahkan sang ajudan untuk meminta uang dari Agus.
”Ikuti saja jalannya proses pengadilan. Tidak setiap statement (pernyataan) bisa saya komentari karena itu proses pengadilan,” ujar Haryadi.