Seorang mahasiswi keperawatan membuat kehebohan di media sosial setelah mengunggah pengalamannya memasang kateter urine kepada pasien pria. Kasus ini memberi pelajaran penting tentang etika bermedia sosial.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
Seorang mahasiswi keperawatan membuat kehebohan di media sosial setelah mengunggah pengalamannya memasang kateter urine kepada pasien pria. Unggahan sang mahasiswi di Tiktok itu mendapat banyak kritik karena dinilai tidak pantas. Kasus ini memberi pelajaran penting soal etika bermedia sosial, apalagi terkait nilai-nilai profesi.
Mahasiswi itu mengunggah sebuah video di Tiktok dengan nama pengguna @Moditabok. Di video itu tertulis caption atau keterangan: ”Ketika aku harus masang kateter urin/DC untuk pasien cowok. Mana udah cakep, seumuran lagi”. Setelah diunggah, postingan itu viral dan dibagikan oleh banyak pengguna media sosial lain, Rabu (1/6/2022).
Di Twitter, unggahan itu antara lain dibagikan akun @AREAJULID dan mendapat banyak komentar. Sebagian besar komentar bernada negatif dan menyayangkan unggahan yang dibuat mahasiswi tersebut. Sebagian warganet pun menilai unggahan mahasiswi keperawatan itu sebagai bentuk pelecehan.
Perempuan yang membuat unggahan itu diketahui merupakan mahasiswi Pendidikan Profesi Ners Universitas ’Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta. Mahasiswi tersebut sedang menjalani praktik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dalam pernyataan tertulis di akun Instagram resminya, RSUD Wonosari menyatakan, pembuat konten video itu bukan pegawai rumah sakit tersebut, melainkan mahasiswa yang sedang praktik. Manajemen RSUD Wonosari pun menyatakan akan menindaklanjuti kejadian tersebut.
”Menanggapi konten video yang sedang viral di media. Kami dari RSUD Wonosari menyampaikan bahwa yang bersangkutan bukan merupakan pegawai RSUD Wonosari, tetapi mahasiswa dari Universitas X yang sedang praktik di RSUD Wonosari. Kejadian ini akan segera ditindaklanjuti manajemen RSUD Wonosari. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya.” Demikian pernyataan RSUD Wonosari.
Pihak kampus sudah memberi peringatan atau teguran kepada mahasiswi tersebut serta akan memberikan sanksi kepada yang bersangkutan.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Unisa Yogyakarta Ali Imron mengatakan, pembuat konten yang viral di Tiktok itu merupakan mahasiswi Unisa Yogyakarta. Ali menyebut pihak kampus sudah memberi peringatan atau teguran kepada mahasiswi tersebut serta akan memberikan sanksi kepada yang bersangkutan.
”Memperingatkan atau menegur mahasiswi tersebut terkait konten yang telah dibuat atau diunggah serta akan memberikan sanksi tegas sesuai aturan dan ketentuan akademik,” kata Ali dalam keterangan tertulis, Kamis (2/6/2022).
Ali memaparkan, pihak kampus juga memberhentikan sementara mahasiswi tersebut dari praktik di rumah sakit. Unisa Yogyakarta juga menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak, termasuk para tenaga kesehatan secara umum dan khususnya para tenaga keperawatan.
Pengelola Program Studi Keperawatan Unisa Yogyakarta juga akan melakukan pertemuan dengan direktur dan kepala diklat rumah sakit yang menjadi lokasi praktik sang mahasiswi. Dia menambahkan, sebelum diterjunkan ke lokasi praktik, semua mahasiswa dan mahasiswi Unisa Yogyakarta sebenarnya sudah mengikuti kegiatan pembekalan.
Kegiatan pembekalan itu mencakup pemberian sejumlah materi, misalnya kompetensi keahlian, keselamatan kerja, keselamatan pasien, dan pembekalan etik, termasuk menjaga privasi klien. Selain itu, para mahasiswa dan mahasiswi juga harus mengikuti janji pra-ners serta wajib lolos uji praklinik.
Etika profesi
Mengenai kehebohan oleh mahasiswi keperawatan di jagat medsos itu, Ketua Dewan Pengurus Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) DIY Tri Prabowo mengaku turut prihatin. Tri mengingatkan, sesuai etika profesi, seorang perawat tidak boleh mengungkapkan rahasia pasien yang dirawatnya.
”Sebetulnya dalam kode etik sudah disampaikan ketika kami memberikan pelayanan itu, kan, ada rahasia pasien yang tidak boleh diungkapkan,” ujar Tri.
Tri menambahkan, selama ini, sebagai organisasi profesi, PPNI sudah kerap mengingatkan para perawat untuk selalu memegang teguh etika profesi dalam bertugas. ”Kalau etik itu, kan, menjadi ranahnya organisasi profesi. Jadi, kami di organisasi profesi selalu menyampaikan supaya di dalam memberikan pelayanan senantiasa memegang teguh etika profesi,” katanya.
Meskipun belum berstatus sebagai perawat, Tri menuturkan, mahasiswi pembuat konten itu harus memahami kode etik sebagai perawat. ”Dia, kan, belum menjadi perawat yang sesungguhnya. Tetapi, karena dia calon perawat, selalu kami ingatkan tentang kode etik,” ucapnya.
Sesuai etika profesi, seorang perawat tidak boleh mengungkapkan rahasia pasien yang dirawatnya.
Tri juga menyebut, seorang perawat atau calon perawat tidak boleh menceritakan kondisi pasiennya di media sosial dengan dalih melakukan edukasi. Namun, dia menuturkan, para calon perawat bisa saja mendiskusikan kondisi pasien dengan calon perawat lain untuk menambah pengetahuan atau meningkatkan kompetensi.
”Misalnya, saya satu kelompok praktik dengan teman saya. Bisa saja saya berdiskusi dengan teman-teman tentang pengalaman memasang kateter. Tapi, tidak untuk dipublikasikan di media sosial. Diskusi dalam rangka peningkatan kompetensi saya kira enggak masalah, tapi untuk kalangan sendiri,” ujar Tri.
Tri menambahkan, karena pembuat konten itu masih berstatus mahasiswi, pihak kampus memiliki tanggung jawab memberi peringatan dan teguran terkait unggahan di medsos tersebut. ”Karena yang bersangkutan masih belajar, itu menjadi tanggung jawab institusi pendidikan. Maka, kewajiban institusi pendidikan untuk memperingatkan dan menegur terkait konten yang sudah dibuat,” paparnya.
Ia menyatakan, selama ini pemasangan kateter oleh perawat perempuan kepada pasien pria sebenarnya merupakan sesuatu yang biasa. Sebab, dalam memberikan pelayanan, tenaga kesehatan tidak boleh membeda-bedakan pasiennya.
“Kita kan di dalam memberikan pertolongan tidak boleh membeda-bedakan suku, agama, ras, gender, jenis kelamin, dan sebagainya. Kalau itu harus kita layani, ya tidak masalah,” ungkapnya.
Dari unggahan viral tersebut, bisa dipetik hikmah bahwa dalam bermedia sosial, semua orang mesti memahami etika dan kepantasan setiap konten yang akan diunggah. Terlebih, jika sudah menyangkut profesionalitas sebuah pekerjaan yang terkait pelayanan publik.