Penyandang ”Low Vision” Kini Kian Mudah Mengakses Layanan Pengaduan di Malang
Memandirikan penyandang disabilitas ”low vision”, Puskesmas Janti di Kota Malang membuat layanan pengaduan mandiri bagi mereka dengan berbasis huruf braille dan QR ”code”.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Puskesmas Janti, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, berinovasi. Mereka memfasilitasi layanan pengaduan puskesmas dengan huruf braille dan QR code bagi penyandang disabilitas low vision. Hal itu diharapkan bisa meningkatkan kemandirian penyandang low vision untuk mengadu.
Pengaduan dengan integrasi huruf braille dan QR code tersebut dibangun sejak tahun 2000 hingga 2021. Tahun 2000, QR code dibuat untuk umum. Setahun kemudian, huruf braille ditempel di dinding, mengarah ke titik QR code tersebut. Huruf braille itu bertuliskan ”scan QR code di sini”.
”Inti dari inovasi ini adalah meningkatkan kemandirian teman-teman disabilitas visual, khususnya low vision. Sehingga, mereka bisa langsung mengadukan hal yang menjadi unek-uneknya tanpa melalui pendamping atau petugas,” kata Taufan, salah seorang anggota tim pengaduan Puskesmas Janti, Selasa (31/5/2022). Selama ini, pengaduan biasa disampaikan oleh pasien disabilitas melalui pendamping dan petugas di sana.
QR code tersebut kemudian akan merujuk pada beberapa aplikasi dan situs web, di antaranya pengaduan sistem nasional SP4N LAPOR!, aplikasi Sambat Kota Malang, atau aplikasi aduan secara langsung. Pengguna bisa memilih ingin mengadu melalui kanal tersebut.
”Teman-teman disabilitas netra ini tidak semuanya tidak bisa melihat sama sekali. Banyak di antara mereka masih bisa melihat meski kurang. Mereka juga aktif bermedsos (media sosial) dan bermain HP. Nah, kami memfasilitasi mereka yang bisa menggunakan ponsel seperti ini untuk bisa secara mandiri mengadu sendiri dan tidak tergantung orang lain,” katanya.
Pengguna jasa layanan Puskesmas Janti di antaranya adalah penyandang disabilitas visual penghuni Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Bina Netra (UPT RSBN) Dinas Sosial Jawa Timur yang lokasinya masuk wilayah kerja Puskesmas Janti.
Kepala Puskesmas Janti Endang Listyowati menuturkan bahwa terobosan kanal pengaduan dengan huruf braille tersebut mulai dirintis tahun 2021 lalu. ”Kami coba hadirkan fitur ini agar menambah kemandirian penyandang disabilitas yang datang ke Puskesmas Janti. Pendampingan tetap kami siapkan dan sejauh ini responsnya baik,” kata Endang.
Inovasi pengaduan yang terintegrasi antara huruf braille dan QR code tersebut merupakan pengembangan dari inovasi Braille E-Ticket and Extraordinary Access for Visual Disabilities (Brexit) yang pertama kali diluncurkan oleh Puskesmas Janti pada tahun 2017. Inovasi Brexit tersebut sempat meraih Top 45 Inovasi Pelayanan Publik Nasional 2020.
Endang menambahkan, dalam kurun waktu 2019-2021, pihaknya juga terus memperkuat respons pengaduan via kanal media sosial bagi masyarakat umum. Selain itu, pengaduan telah terintegrasi dengan sistem nasional SP4N LAPOR! sehingga lebih akuntabel dan terukur.
”Persentase penyelesaian pengaduan berhasil ditingkatkan dari 78 persen di tahun 2019 menjadi 100 persen di tahun 2020 dan 2021. Untuk kecepatan waktu respons, 72,2 persen dituntaskan dalam waktu maksimal dua hari kerja,” kata Endang.
Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan bahwa inovasi Puskesmas Janti tersebut merupakan salah satu cara menghadirkan layanan pengaduan publik yang setara bagi setiap warga Kota Malang.
”Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama punya peran penting dalam kesehatan dan penyehatan masyarakat. (Puskesmas) Janti rata-rata dikunjungi 150 pasien per hari. Dan tentu dalam prosesnya, menjadi komitmen kami bahwa layanan pengaduan di era digital harus beradaptasi. Termasuk Kota Malang harus makin ramah disabilitas,” kata Sutiaji.
Selama ini, Puskesmas Janti menjadi salah satu pusat layanan kesehatan masyarakat paling inovatif di Kota Malang. Tahun 2017, Puskesmas Janti meluncurkan program e-ticket atau label atau aturan minum obat untuk pasien tunanetra dengan huruf braille. Karena keterbatasan dana, saat itu huruf braille tidak dicetak dengan printer khusus, tetapi dibuat manual menggunakan stilus dan riglet.
Berikutnya, setelah urusan obat terselesaikan, Puskesmas Janti mulai meningkatkan infrastruktur ramah penyandang tunanetra. Jalur pandu (guiding block) masuk puskesmas hingga karpet pemandu ke ruang tunggu dan ruang periksa pasien pun dibangun. Hingga kini, Puskesmas Janti dijadikan puskesmas rujukan pasien tunanetra di seluruh Kota Malang.