Warga Korban Lumpur Sidoarjo Terima Pelunasan Ganti Rugi, Pengusaha Tunggu Dulu
Sebanyak 84 berkas bidang tanah dan bangunan diganti rugi dengan nilai Rp 54,33 miliar. Berkas ini telah diaudit dan masuk dalam berkas milik masyarakat yang pembayarannya dilunasi menggunakan APBN.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Setelah menunggu 16 tahun, warga korban semburan lumpur Sidoarjo mulai menerima pelunasan pembayaran ganti rugi. Namun, yang diproses hanya 84 berkas yang dananya ditalangi oleh negara. Sementara lainnya, termasuk pengusaha, masih harus berjuang untuk mendapatkan kompensasi.
Asisten Bidang Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo Ainurrohman mengatakan, 84 berkas yang saat ini diproses pelunasan pembayaran ganti ruginya merupakan warga korban semburan lumpur yang berada di dalam Peta Area Terdampak (PAT). Mereka merupakan tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ).
Pemkab Sidoarjo berperan memfasilitasi penyelesaian permasalahan terkait proses pembayaran pelunasan ganti rugi. Misalnya, mempertemukan para pihak yang terlibat dan membantu mencari jalan keluar dari persoalan yang membelit, seperti masalah ahli waris, sengketa kepemilikan lahan, dan perbedaan pendapat terkait status obyek ganti rugi.
Pemda telah membentuk tim khusus dengan tugas, antara lain, memanggil warga korban semburan lumpur yang menjadi pemilik berkas tersebut. Pemanggilan secara resmi biasanya dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah itu, mereka akan dimediasi bertemu dengan pihak-pihak terkait, termasuk PT MLJ dan PPLS.
”Tim akan mengawal dan menyaksikan proses pelunasan pembayaran ganti ruginya. Sampai saat ini total 27 bidang atau berkas warga korban semburan lumpur yang berhasil difasilitasi sehingga pembayaran ganti rugi terhadap bidang tersebut sudah dilunasi,” ujar Ainurrohman, Senin (30/5/2022).
Ainur mengatakan, pihaknya menargetkan pelunasan terhadap 84 warga korban semburan lumpur selesai secepatnya. Tantangan terbesar adalah menemukan alamat domisili para korban dan ahli warisnya bagi yang sudah meninggal. Hal itu karena para korban lumpur ini tinggal berpencar di sejumlah daerah setelah rumah mereka tenggelam.
Basuni (60), salah satu korban semburan lumpur Sidoarjo, senang karena pelunasan ganti rugi mulai diproses pembayarannya. Dia baru menerima uang muka pembayaran terhadap asetnya berupa tanah dan bangunan yang tenggelam sebesar Rp 5 miliar. Masih ada kekurangan Rp 15 miliar yang sangat dinantikan.
Ketua Forum Komunikasi Korban Lumpur Sidoarjo ini mengatakan, 84 berkas atau bidang tanah dan bangunan tersebut nilai ganti ruginya mencapai Rp 54,33 miliar. Sebanyak 84 berkas ini telah diaudit dan masuk dalam berkas milik masyarakat yang pembayarannya dilunasi menggunakan dana talangan dari pemerintah atau APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
”Korban lumpur yang belum terbayar lunas ganti ruginya, jumlahnya masih banyak. Data saya ada ratusan orang,” ucap Basuni.
Semburan lumpur panas Sidoarjo muncul pertama kali pada 29 Mei 2006, berpusat di Desa Siring, Kecamatan Porong. Jarak pusat semburan itu hanya 200 meter dari sumur pengeboran gas Banjar Panji 1 milik Lapindo Brantas Inc. Meski penyebab peristiwa itu terus menuai kontroversi, faktanya, semburan lumpur merupakan bencana ekologi yang dipicu oleh aktivitas industri pertambangan di tengah kawasan padat permukiman.
Puluhan ribu keluarga kehilangan tempat tinggal dan tercerabut dari kampung halaman serta akar budaya mereka. Masyarakat korban semburan lumpur menerima pembayaran ganti rugi berdasarkan aset tanah dan bangunan yang dimiliki. Mayoritas telah menerima pembayaran ganti rugi dengan mekanisme beragam.
Data Pusat Pengendalian Semburan Lumpur Sidoarjo (PPLS) pada laman http://sda.pu.go.id menunjukkan, realisasi jual-beli tanah dan bangunan di dalam peta area terdampak (PAT) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007, yang menjadi tanggung jawab PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ), mencapai 98,61 persen.
Korban lumpur yang belum terbayar lunas ganti ruginya, jumlahnya masih banyak. Data saya ada ratusan orang.
Dana yang terbayar ke warga sebesar Rp 3,82 triliun, masih ada tunggakan pembayaran Rp 54,33 miliar. Pembayaran Rp 3,82 triliun itu termasuk pembayaran melalui dana talangan pemerintah Rp 781,1 miliar untuk 5.575 berkas milik masyarakat.
Sementara itu, dana terbayar ke pihak swasta berupa uang muka ganti rugi sebesar Rp 48,95 miliar untuk 47,5 hektar tanah milik 30 pengusaha. Kekurangan pembayaran pengusaha Rp 701 miliar belum terlunasi.
Salah satu pengusaha korban lumpur, Joni (51), sangat kecewa karena pihaknya telah menunggu selama 16 tahun, tetapi tak kunjung menerima pelunasan ganti rugi. Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemilik PT Osaka yang berlokasi di Desa Kedungbendo, Tanggulangin, ini untuk memperjuangkan haknya.
Puncak perjuangan adalah dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Nomor 83 Tahun 2013 yang mengabulkan permohonan warga korban lumpur. Dalam putusannya itu, MK memerintahkan pemerintah memastikan Lapindo Brantas Inc menyelesaikan pembayaran ganti rugi yang menjadi tanggung jawabnya dalam waktu secepatnya.
”Selain itu, putusan MK menyatakan, tidak ada perbedaan antara warga dan pengusaha dalam mendapatkan hak pembayaran ganti rugi. Namun, faktanya, pemerintah melakukan diskriminasi terhadap pengusaha ketika memberikan dana talangan untuk pelunasan ganti rugi,” kata Joni.
Joni mengaku tidak tahu harus mengadu kepada siapa lagi untuk mendapatkan keadilan dalam pembayaran ganti rugi semburan lumpur Sidoarjo. Dia mendesak pemerintah menjalankan putusan MK dengan cara memastikan perusahaan membayarkan ganti rugi kepada pengusaha.