Pemelihara Sang Kelana Samudra
Suhu bumi yang meningkat dipicu pemanasan global menyebabkan ancaman pada kelestarian penyu. Di Banyuwangi, sejumlah kelompok berusaha keras untuk menjaga hewan langka itu.
Sebelum 1980, di perairan Banyuwangi, Jawa Timur, amat mudah dijumpai penyu berenang. Kalangan nelayan kerap mendapat puluhan atau bahkan ratusan tukik (anakan penyu) saat menjala ikan.
Namun, tak sampai 20 tahun kemudian, penyu menjadi spesies terancam punah. Satwa laut ini kian terdesak oleh manusia yang mengotori perairan, merampas pesisir, dan menolak keberlangsungan makhluk hidup lain.
Kegelisahan itu menyadarkan Wiyanto Haditanojo, yang kemudian mendirikan dan kini membina Yayasan Penyu Banyuwangi (Banyuwangi Sea Turtle Foundation/BSTF). Demikian pula Mokhamad Mukhyi yang memimpin Kelompok Masyarakat Pengawas/Kelompok Usaha Bersama Pantai Rejo sekaligus Kelompok Sadar Wisata Pantai Cemara di Banyuwangi.
Baca juga : Mengupayakan Sinergi Konservasi Penyu dengan Aspek Budaya
Sedasarwa terakhir, Wiyanto berusaha terlibat dalam pelestarian penyu. Yang terutama di kawasan Pantai Boom, Banyuwangi. Kemitraan dengan pemerintah, masyarakat, dan swasta dikembangkan dengan tujuan penyu berkesempatan mempertahankan kelangsungan hidup.
”Namun, beberapa tahun terakhir, peluang kelestarian penyu seolah tak berkembang. Salah satunya, penetasan di alam kebanyakan menghasilkan tukik betina,” kata Wiyanto saat ditemui di Banyuwangi, Senin (30/5/2022) siang.
Wiyanto menyadari, suhu bumi meningkat dipicu pemanasan global. Pesisir atau pasir pantai sebagai tempat penyu bertelur lebih hangat. Penyu jantan lebih berpeluang lahir dalam sarang pasir bertemperatur 18-29 derajat celsius. Jika lebih hangat, yakni 29-31 derajat celsius, berpeluang penetasan penyu betina. Di alam, satu penyu betina memerlukan 4-5 penyu jantan untuk pembuahan mengingat bagian perut dapat menampung 400-500 telur untuk kemudian bertelur di pantai dan menetas secara alami.
Baca juga : Meningkatkan Kebanggaan Penyu Singgah di Kepulauan Nusantara
”Jika populasi penyu betina jauh melebihi yang jantan, secara alamiah akan segera terjadi kepunahan satwa ini,” kata Wiyanto. Untuk itu, bersama Universitas Airlangga, Surabaya, yang memiliki Kampus Banyuwangi, dikembangkan alat penetasan yang dinamai Inkubator Buatan (Intan) dan Yolk Bersih (Yosi).
Sepasang alat berada di Sekretariat BSTF. Yang sepasang lagi diserahkan untuk pengembangan program pelestarian penyu oleh KUB Pantai Rejo di Pantai Cemara, Desa Pakis, Kecamatan/Kabupaten Banyuwangi. Sepasang lagi untuk pengembangan penelitian pelestarian penyu Unair Kampus Banyuwangi.
Perairan Nusantara merupakan habitat enam jenis penyu. Masing-masing adalah penyu lekang (Lepidochelys olivaceae), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu belimbing (Darmochelis coriaceae), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu tempayan (Caretta caretta). Empat jenis di antaranya dapat dijumpai di perairan timur Banyuwangi, termasuk Selat Bali, dan perairan selatan atau Samudra Hindia.
Pesisir utara-timur laut, terutama Taman Nasional Baluran, jadi habitat penyu sisik. Perairan timur Banyuwangi menjadi habitat terutama penyu lekang. Perairan selatan dan barat daya, termasuk TN Alas Purwo, jadi tempat perkembangan empat jenis penyu (hijau, sisik, lekang, belimbing). Di perairan selatan, termasuk TN Meru Betiri, banyak terlihat penyu hijau.
Wiyanto mengatakan, penetasan dilakukan dalam tabung plastik tertutup yang penuh berisi telur. Tabung-tabung itu kemudian ditaruh dalam Intan Box atau kotak inkubator buatan. Telur akan menetas 50-60 hari dalam peti kayu dengan sistem elektronik untuk pengaturan suhu dan kelembaban.
Setelah terjadi penetasan, tukik-tukik dipindahkan ke Yosi Box atau kotak yolk bersih. Pada bagian perut tukik biasa terdapat bagian kuning telur (yolk) yang nantinya bermanfaat sebagai cadangan makanan pada pekan pertama kehidupan di perairan lepas. Di dalam pasir atau secara alami, penyerapan kuning telur memerlukan waktu berhari-hari, sedangkan di kotak tak sampai 12 jam. Setelah itu, tukik diletakkan dalam wadah berisi air dan siap dilepaskan di pantai untuk kemudian berkelana.
Baca juga : Menjaga Penyu, Menjaga Kehidupan
Dari 1.000 tukik yang dilepaskan di pantai, puluhan bahkan ratusan di antara sudah ”mati” dalam perjalanan menuju perairan. Kematian itu alamiah karena dimangsa burung-burung. Di perairan, tukik-tukik juga akan menjadi mangsa ikan atau biota perairan. Dari 1.000 tukik, peluang yang menjadi penyu dewasa tak sampai 10 ekor. Yang betina saat dewasa, puluhan tahun kemudian, akan kembali ke pantai pelepasan untuk mendarat dan bertelur.
Secara terpisah, Mukhyi melanjutkan, keberadaan penyu penting bagi keberlangsungan atau kelestarian perairan sebagai penyangga kehidupan manusia. Nelayan Banyuwangi secara turun-temurun menghormati penyu. Mereka akan dengan cepat melepaskan tukik atau penyu yang terjaring selama penangkapan.
”Memang ada kepercayaan di nelayan Banyuwangi kalau tetap menangkap dan menjual penyu akan sial atau rezeki tak lancar,” kata Mukhyi. Namun, keyakinan itu anehnya tak berlaku terhadap telur penyu. Telur diambil untuk dijual, bahkan mungkin dikonsumsi, karena kepercayaan keliru tentang khasiat atau kebutuhan ”kampung tengah” alias perut.
Mukhyi mengatakan bertahun-bertahun sejak 2014 mendorong kesadaran warga untuk pelestarian penyu. Satwa ini dipertahankan sebagai ikon wisata Pantai Cemara (dahulu bernama Pantai Rejo). ”Selain deretan cemara udang yang telah menjulang dan mendukung keindahan kawasan, mangrove dan susur sungai, yang terutama dalam wisata di sini ialah pendidikan atau konservasi penyu,” ujarnya.
Aktivitas warga Pantai Cemara melalui Pokmaswas dan KUB Pantai Rejo dalam pelestarian penyu mendapat dukungan dana dan perhatian dari berbagai lembaga dan perusahaan. Dibangunlah tempat penetasan semi-alami untuk penyu. BSTF juga memberikan Intan dan Yosi Box untuk mendorong penetasan tukik jantan demi keseimbangan populasi di alam. KUB juga menerima dana untuk pelepasan tukik, yakni Rp 20.000-Rp 25.000 per tukik.
”Meski tetap menerima dana dari luar, mohon maaf kami menolak tujuan komersial tukik atau permintaan dibawa pulang. Tukik yang ditetaskan di sini hanya dilepasliarkan di sini,” kata Mukhyi.
Memang ada kepercayaan di nelayan Banyuwangi kalau tetap menangkap dan menjual penyu akan sial atau rezeki tak lancar.
Puluhan ribu tukik telah dilepaskan sejak 2014 di Pantai Cemara. Demikian pula yang didorong oleh BSTF di Pantai Boom atau pantai-pantai lain di Banyuwangi. Belasan atau puluhan penyu betina dewasa telah kembali untuk bertelur dan diwarnai doa serta harapan sebagian umat manusia agar spesies ini lestari.