Kasus Korupsi Dana Covid-19 di Minahasa Utara Segera ke Persidangan
Kasus korupsi dana penanganan Covid-19 sebesar Rp 61,02 miliar di Kabupaten Minahasa Utara segera berlanjut ke pengadilan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Tersangka korupsi dana penanganan Covid-19 Kabupaten Minahasa Utara dihadirkan dalam konferensi pers di Markas Polda Sulawesi Utara di Manado, Selasa (15/2/2022).
MANADO, KOMPAS — Kasus korupsi dana penanganan Covid-19 sebesar Rp 61,02 miliar di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, segera berlanjut ke pengadilan. Polisi pun akan terus mendalami kasus ini untuk menemukan kemungkinan adanya tersangka lain yang terlibat.
Dihubungi dari Manado, Senin (30/5/2022), Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sulut Komisaris Besar Nasriadi mengatakan, penyidikan terhadap ketiga tersangka, yaitu JNM alias Johana, MMO alias Marten, dan SE alias Sutrisno, telah selesai. Berkas perkara mereka dinyatakan telah lengkap oleh tim penuntut umum Kejaksaan Tinggi Sulut.
Johana adalah bekas Kepala Dinas Ketahanan Pangan, sedangkan Marten eks Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Minahasa Utara. Keduanya ditahan kepolisian sejak Februari 2022 bersama SE alias Sutrisno, seorang pengusaha yang menjabat Direktur CV Dewi.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulut Edy Birton mengatakan, kasus ini bermula dari penyediaan anggaran sebesar Rp 67,73 miliar dari APBD Minahasa Utara. Sebanyak Rp 62,75 miliar dikelola oleh Johana sebagai Kepala Dinas Ketahanan Pangan, sedangkan Rp 4,98 miliar dikelola Marten di Sekretariat Daerah. Dana itu, menurut rencana, digelontorkan untuk mengadakan jaring pengaman sosial masyarakat dalam bentuk bahan pangan melalui CV Dewi.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Tersangka korupsi dana penanganan Covid-19 Kabupaten Minahasa Utara dihadirkan dalam konferensi pers di Markas Polda Sulawesi Utara di Manado, Selasa (15/2/2022).
”Namun, ternyata perusahaan itu hanya ’dipinjam’ dengan perjanjian commitment fee (imbalan) antara SE dan JNM. Dana yang dicairkan tidak dipakai untuk pengadaan, tetapi dikelola JNM sebagai tersangka. CV Dewi hanya mendapatkan fee dari setiap pencairan,” ujar Edy.
Hal itu dibuktikan dari ketidaksesuaian kegiatan penyaluran bahan pangan dengan rencana kebutuhan barang (RKB) dan nota pesanan. Indikasi perbuatan melawan hukum, lanjut Edy, dikonfirmasi oleh hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulut dengan kerugian negara sebesar Rp 61,02 miliar.
Ketiganya diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mereka terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan bisa dikenai hukuman mati karena menilap uang rakyat semasa darurat bencana non-alam. Untuk sementara ketiganya ditahan di Rutan Polda Sulut hingga 12 Juni 2022.
Pada saat yang sama, Polda Sulut akan terus berusaha mencari tersangka lain yang terlibat dalam kejahatan ini, sebagaimana diungkapkan Nasriadi. Pihaknya yakin ketiga tersangka tidak bekerja atas inisiatif sendiri, melainkan ada yang memerintah.
”Akan ada proses penyidikan baru, yaitu tindak pidana pencucian uang, karena setelah dilakukan tracing (pelacakan) aset, penyidik mendapatkan beberapa harta bergerak ataupun harta tidak bergerak yang sudah disita dan akan dijadikan sebagai alat bukti nanti dalam tindak pidana pencucian uang,” ujar Nasriadi.
Kami masih mengembangkan penyelidikan akan kemungkinan adanya tersangka lain.
Sebelumnya, Februari lalu, Nasriadi mengatakan, pihaknya sedang mendalami ada tidaknya keterlibatan eks Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan dalam kasus ini. Saat ini, Vonnie sedang menjalani hukuman pidana kurungan selama empat tahun sejak November 2021 karena kasus korupsi proyek pemecah ombak di Desa Likupang II dengan kerugian negara Rp 6,74 miliar.
Kendati begitu, hingga kini belum ada temuan baru mengenai keterlibatan Vonnie. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan, tim penyidik masih berusaha menggali lebih banyak informasi dalam kasus ini. ”Kami masih mengembangkan penyelidikan akan kemungkinan adanya tersangka lain,” ujarnya.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Kepala Bidang Humas Polda Sulut Kombes Jules Abraham Abast (berseragam) dan Direskrimsus Polda Sulut Kombes Nasriadi berunding di sela-sela konferensi pers kasus korupsi dana penanganan Covid-19 Kabupaten Minahasa Utara di Markas Polda Sulawesi Utara di Manado, Selasa (15/2/2022).
Di lain pihak, Stevie Dacosta, pengacara yang mendampingi Vonnie dalam peradilan kasus korupsi proyek pemecah ombak, mengatakan, selama proses persidangan berlangsung, Vonnie telah beberapa kali dipanggil sebagai saksi. Statusnya tidak pernah berubah sampai ia divonis empat tahun penjara.
Vonnie menjabat Bupati Minahasa Utara dua periode, yaitu 2005-2008 dan 2016-2021. Pada 2008-2010, ia juga dijebloskan ke bui karena terlibat kasus korupsi dalam proses studi kelayakan Bandara Loa Kulu, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.