Tawuran Geng Motor di Cirebon Terus Menelan Korban Jiwa
Dalam enam bulan terakhir, terjadi 11 kasus kekerasan oleh geng motor di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kasus tersebut bahkan menelan korban jiwa.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Jajaran Polres Kota Cirebon, Jawa Barat, berjanji menindak tegas kelompok pengendara sepeda motor yang masih saja melakukan kekerasan. Tawuran antargeng motor tidak hanya meresahkan warga, tetapi juga melukai dan menewaskan warga. Meski demikian, penangkapan pelaku saja belum cukup menghentikan tindakan kriminal tersebut.
”Komitmen jajaran Polresta Cirebon adalah memberantas geng motor yang kegiatannya meresahkan masyarakat,” ujar Kepala Polresta Cirebon Komisaris Besar Arif Budiman saat rilis dua kasus pertikaian geng motor, Jumat (27/5/2022). Turut hadir, Wakil Kepala Polresta Cirebon Ajun Komisaris Besar Teguh Triwantoro dan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon Komisaris Anton.
Kedua kasus yang diekspos merupakan pengembangan dugaan tindak kekerasan oleh anggota geng motor pada Januari lalu. Pada Minggu (2/1/2022) pukul 02.30 di Jalan Raya Gebang-Pabuaran, bentrok dua geng motor menyebabkan Kevin Adjis Saputra, warga Gebang, meninggal. Selain itu, Lutpi, warga Babakan, menderita luka berat. Keduanya dikeroyok pelaku.
”Kami sudah menangkap F (22) yang diduga terlibat pengeroyokan. Tersangka aktif menginisiasi penyerangan korban,” ujar Arif. Warga Gebang itu diduga menyerang dan membonceng seorang tersangka yang membacok korban dengan celurit. Polisi masih mengejar tersangka tersebut. Tersangka terancam hukuman 12 tahun penjara.
Tawuran antargeng motor juga terjadi Desa Bojong, Kecamatan Pabuaran, akhir Januari lalu. Saat itu, sekitar 20 anggota geng motor berkumpul di depan pabrik garmen. Lalu, sekitar 30 sepeda motor dari geng lainnya melintas. Kedua geng tersebut lalu saling melempar batu. Tersangka berinisial T (17) dan AZ kemudian mengejar seorang anggota geng lainnya.
Kedua tersangka lalu membacok punggung korban berinisial YAG dengan celurit dan pedang panjang. Polisi menyita sejumlah barang bukti, seperti celurit dan jaket berlambang geng motor. Polisi telah menangkap kedua tersangka. Adapun T mendapat penanganan khusus karena masih di bawah umur. Jika terbukti bersalah, T yang putus sekolah terancam tujuh tahun penjara.
Menurut Arif, terdapat 11 kasus geng motor yang meresahkan warga dalam enam bulan terakhir. ”Semuanya sudah terungkap. Ke mana pun mereka lari atau sembunyi, akan kami kejar. Penangkapan ini bagian upaya represif kami. Namun, tidak hanya itu, kami juga melakukan langkah preventif, misalnya sosialisasi ke sekolah dan pemeriksaan acak siswa,” ujarnya.
Pihaknya juga telah memerintahkan seluruh polsek untuk menindak tegas anggota geng motor yang meresahkan warga. Selain berpatroli, polisi juga memeriksa markas geng motor yang menyimpan senjata tajam. Arif berharap masyarakat mendukung upaya polisi dengan melaporkan aktivitas geng motor yang mengganggu warga via kontak 110 atau 08112497497.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Cirebon Komisaris Anton menambahkan, kekerasan antargeng motor di Cirebon dipicu tradisi pertikaian antarkelompok. ”Ketika bertemu geng motor, mereka sudah siapkan senjata tajam. Ada juga yang janjian sebelumnya melalui medsos. Prediksi kami ada lebih dari lima geng motor. Kalau mereka berbuat pidana, pasti kami proses hukum,” katanya.
Farida Mahri, pendiri Sekolah Alam Wangsakerta di Cirebon, menilai, maraknya tawuran antargeng motor dipicu rasa muak dan bosan sehingga mereka butuh eksistensi. ”Menangkap mereka saja tidak cukup menghentikan kekerasan. Justru kadang malah jadi kebanggaan pernah ditangkap polisi. Orangtua juga perlu lebih peduli dengan anaknya,” kata Farida yang merangkul anak-anak putus sekolah ini.