Diduga Terkait Perdagangan Kulit Harimau, Eks Bupati Bener Meriah Tidak Ditahan
Bekas Bupati Bener Meriah Ahmadi (41) dan rekannya, Supriadi (44), yang tertangkap tangan terlibat dalam penjualan kulit harimau sumatera akhirnya dilepas.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Bekas Bupati Bener Meriah Ahmadi (41) dan rekannya, Supriadi (44), yang tertangkap tangan terkait penjualan kulit harimau sumatera akhirnya dilepas. Hal itu memicu keraguan komitmen penegakan hukum terkait kasus perdagangan satwa lindung.
Manajer Lembaga Suar Galang Keadilan Missi Muizzan, Jumat (27/5/2022), menuturkan, alasan penyidik melepaskan kedua terduga pelaku tidak logis. Saat penangkapan, keduanya berada di lokasi dan ditemukan barang bukti kulit harimau.
”Pelaku dilepas menimbulkan pertanyaan, bahkan kecurigaan. Kami mempertanyakan keseriusan dan komitmen penegakan hukum terhadap kasus perdagangan satwa lindung,” ujar Missi.
Sebelumnya, Ahmadi dan Supriadi ditangkap petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, Selasa (24/5/2022) dini hari. Dalam operasi itu, tim Gakkum didampingi aparat Polda Aceh. Satu lembar kulit harimau dan satu paket tulang belulang disita dalam penangkapan itu.
Saat penangkapan, petugas menyamar sebagai pembeli kulit harimau. Saat itu, Ahmadi, Supriadi, dan Iskandar memperlihatkan kulit harimau kepada petugas. Namun, Iskandar berhasil lolos dari sergapan petugas dan kini menjadi buron.
Sempat dimintai keterangan oleh Polda Aceh, Ahmadi dan Supriadi lantas diperiksa di kantor Gakkum Pos Banda Aceh. Penyelidikan kasus ini ditangani Penyidik PPNS Balai Gakkum LHK Sumatera.
Informasi yang diperoleh Kompas, Ahmadi dan Supriadi sempat ditetapkan tersangka. Namun, pada Kamis (26/5/2022), Kepala Balai Gakkum Sumatera Subhan menyebutkan, belum memiliki cukup bukti untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Subhan mengatakan, mereka hanya dijadikan saksi dan wajib lapor sebelum akhirnya dilepas. Dia membantah mendapat tekanan terkait kasus ini. Dia menegaskan bakal menuntaskan kasus ini. ”Kuncinya pada pelaku yang kabur. Jika dia berhasil kami tangkap, kasus ini dapat diungkap terang benderang,” ujar Subhan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh Ahmad Shalihin juga mempertanyakan kebijakan itu. Alasannya, kedua orang itu ditangkap bersama barang bukti kulit dan tulang harimau. Dia berharap Mabes Polri serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ikut mengawasi kasus itu. Dia khawatir semuanya akan menjadi contoh buruk penegakan kasus perdagangan satwa.
”Penyidik harusnya menelusuri lebih jauh jaringan perdagangan bagian tubuh satwa lindung di Aceh. Kalau pelaku tidak ditangkap, kasus perburuan dan perdagangan satwa lindung bakal terus terjadi,” kata Shalihin.
Shalihin menambahkan, tertangkapnya bekas bupati dalam operasi perdagangan satwa lindung menunjukkan kejahatan lingkungan melibatkan orang-orang besar. Pada awal Mei 2022, dua PNS di Bener Meriah terlibat kasus perdagangan kulit harimau dan opsetan harimau.