Dari Terbengkalai Jadi Ruang Kreasi Penuh Aksi di Kota Bandung
Ruang kreasi terus dibuka di Kota Bandung, Jawa Barat. Dari bangunan terbengkalai hingga pernah habis terbakar, keberadaannya menjadi salah satu penentu untuk masa depan.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·5 menit baca
Kota Bandung, Jawa Barat, memiliki sejumlah ruang kreasi yang disediakan untuk menelurkan hingga menularkan ide-ide. Dari awalnya ruang terbengkalai dan pernah hangus akibat kebakaran, kini keberadaannya jadi ruang eksistensi merespon perubahan zaman.
Event and Public Relations Manager ESMOD Jakarta Chike Herningtias semringah saat melihat area terbuka di Laswee Creative Space, Bandung, Rabu (25/5/2022) malam.
Di tengah kawasan berbentuk letter U itu, terdapat taman dengan sejumlah kursi dan beberapa pohon besar yang meneduhkan lokasi. Tempat ini menjadi ruang terbuka yang kerap digunakan untuk diskusi hingga sekadar tempat berbincang.
Laswee Creative Space berada di lahan dan bangunan aset Pemerintah Provinsi Jabar yang dulunya terbengkalai di Jalan Laswi No.1. Area seluas 2.833 meter persegi itu diubah menjadi ruang kreatif sejak 23 November 2021.
Ditemani Manajer Laswee Creative Space Pita Tjokronegoro, Chike meninjau area yang disinari rangkaian lampu taman tersebut. Sekolah mode dari Prancis yang eksis di Indonesia sejak tahun 1996 itu, kata Chike, bakal menggelar sejumlah acara.
“Kami akan mengadakan acara kreatif bertema ‘Meet the Local Hero’ di sini pada Jumat-Sabtu (27-28/5). Saya rasa tempat ini sangat cocok untuk workshop hingga pameran busana,” paparnya dengan wajah berbinar.
Dia takjub akan perpaduan antara bangunan lawas dengan semangat muda yang terpancar di Laswee. Chike merasakan suasana unik dengan pemanfaatan ruang tanpa harus mengubah bentuk bangunan tersebut.
Bayangan para peraga busana yang meliuk di ruang kosong antara bangku taman tergambar di benaknya. Para peraga nantinya akan mengenakan busana kasual dari 15 merk lokal dan dilihat ratusan pasang mata di area terbuka ini.
“Ada vibes unik di tempat ini. Dengan konsep bangunan yang tidak diubah tapi ada sentuhan modern. Ini seperti filosofi kami, terkadang tidak perlu mengubah sesuatu yang sudah ada sesuai dengan standar kita,” ujarnya.
Semangat itu juga yang membawa Chike ke Bandung. Dia berujar, sebagian siswa yang belajar di ESMOD berasal dari Bandung dan mereka memiliki ide-ide yang segar dan menarik.
Kota Bandung dan Jabar juga menjadi tempat lahirnya berbagai jenama lokal berkualitas. Bagi Chike, hal ini dapat menjadi pemicu para desainer yang dia bawa untuk unjuk gigi di daerah berjuluk Kota Kembang ini.
“Bandung itu tempat kreativitas, dari seni hingga musik. Di sini, brand tidak hanya ada di skala lokal, tetapi juga nasional. Di belakang mereka, ada anak-anak muda yang memiliki mimpi dan ide yang cemerlang,” kata dia.
Menurut Chike, alasan inilah yang membuat ESMOD memutuskan untuk mengadakan workshop di Kota Bandung. Kegiatan yang berlangsung dua hari ini mengundang sekitar 300 peserta dan diisi dengan diskusi bersama pemilik jenama hingga peragaan busana.
“Kami menghadirkan para founder untuk berbagi pengalaman di sektor bisnis ini. Strategi menghadapi dunia bisnis ini dijadikan sebuah pelajaran bagi mereka yang ingin menjadi entrepreneur,” ujarnya.
Pita mengatakan, Laswee dikelola Koperasi Bima Sejahtera Sentosa dan PT Olah Kelola Ruang. Di sana, kini diisi sembilan gerai makanan-minuman dan tiga gerai busana. Dua ruangan lainnya disiapkan untuk aktivitas dalam ruangan yang terbuka untuk siapa saja.
“Aset pemerintah ini kami gunakan untuk berbagai kegiatan kreatif. Di sini ruang kreatif yang terbuka untuk semua komunitas.
Setidaknya sekali sebulan ada kegiatan besar, seperti pameran hingga diskusi. Salah satunya, Bandung Design Biennale 2021 di awal November,” katanya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap ruang-ruang kreatif bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian. Hal ini sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan untuk memanfaatkan aset-aset pemerintah yang tidak terpakai agar bernilai ekonomi.
“Ada ribuan aset Pemprov Jabar yang belum termanfaatkan. Lokasinya sangat strategis dan kebanyakan di tengah kota. Yang penting, semua untuk kesejahteraan ekonomi dan bermanfaat bagi semua,” ujarnya.
Karena itu, Emil memberikan kesempatan bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan aset pemerintah demi kepentingan publik, termasuk ruang kreatif ini. Apalagi, roda perekonomian tersendat di tengah pandemi Covid-19 sehingga semua perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memacu sektor tersebut.
“Kondisi setelah pandemi mendorong kita untuk terus berkembang dengan banyak cara. Lewat diskusi dan respon bersama untuk masa depan yang baik, nantinya bisa didapat hasil produksi ideal untuk semua,” kata Emil kepada Kompas dalam kunjungan kerjanya ke Italia, 20-23 Mei 2022.
Di Italia, selain berbicara tentang respon pada perubahan iklim hingga kondisi global, ragam kreativitas dari Jabar dipaparkan Emil dalam berbagai acara. Salah satunya saat Emil hadir dalam konferensi internasional, ”The Assisi and Roma Roundtable 2022”.
Tidak surut
Tidak hanya aset pemerintah yang terbengkalai yang disulap jadi ruang kreatif. Di Pasar Kosambi terdapat The Hallway Space, tempat ratusan penggiat kreatif berkumpul dan memamerkan produknya.
Pasar Kosambi terletak di Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung ini memiliki enam lantai. Namun, hanya lantai dasar saja yang diramaikan oleh pedagang tradisional. Sementara itu, sebagian besar kios yang berada di atasnya tidak terpakai.
Pengelola The Hallway Space, Pam Setiawan, menyatakan ruang kosong ini akan sia-sia jika dibiarkan. Karena itu, dia bersama pengelola lainnya memiliki konsep ruang kreatif, mulai dari tempat memasarkan produk hingga berdiskusi.
Kebakaran yang melanda Pasar Kosambi di tahun 2019 tidak menyurutkan niat Pam dan rekan-rekannya untuk menyulap sebagian pasar menjadi The Hallway Space. Setelah dipastikan aman, mereka pun melanjutkan pembangunan dan mulai ramai sejak awal 2020.
“Kami mulai memikirkan konsep Hallway ini tahun sekitar 2018. Sebagian lantai dua yang digunakan sempat kena kebakaran. Tapi, kami tetap bertekad membuka Hallway karena konsepnya sudah matang,” ujarnya.
Saat ini terdapat lebih dari 120 gerai di Hallway, mulai dari busana hingga makanan dan minuman. Tidak hanya menjadi ruang untuk berjualan, di sana mereka saling bertukar pikiran dan menelurkan ide-ide baru.
Bagi Pam, Hallway dibentuk sebagai tempat saling belajar bagi para penggiat kreatif di Kota Bandung. TIdak hanya dari segi kualitas, pemasaran hingga promosi yang dilakukan menjadi bahan diskusi yang memantik semangat berwirausaha.
“Beberapa bulan sekali kami mengadakan sharing dan diskusi atas perkembangan produk mereka. Kami juga meminta masukan dari pengguna tenant agar bisa memperbaiki Hallway yang nyaman untuk semua,” ujarnya.
Bagi para penggiat kreativitas, keberadaan ruang berbagi ini menjadi muara untuk menelurkan ide-ide dan mematangkan konsep. Ruang kreatif yang tersedia tidak hanya menjadi wadah diskusi, tetapi juga untuk tempat unjuk gigi dan saling berbagi.