Belajar Wirausaha di Titik Kreativitas Kota Bandung
Ruang kreatif di Kota Bandung, Jawa Barat, tidak hanya menjadi ruang bertemu. Keberadaannya menjadi tempat belajar berwirausaha.
Ruang kreatif di Kota Bandung tidak hanya menjadi wadah berkumpulnya ide dan diskusi. Tempat ini juga cocok untuk menjalankan bisnis karena menjadi titik kumpul industri kreatif yang membawa semangat anak muda berwirausaha.
Keriuhan pengunjung The Hallway Space, Kota Bandung, Rabu (25/5/2022) siang, memberi suntikan semangat bagi puluhan gerai yang ada di dalamnya. Berbagai kalangan, mulai dari siswa sekolah hingga pekerja kantoran, menikmati makan siang di salah satu sudut Pasar Kosambi tersebut.
Tidak hanya menghabiskan makan siang, sebagian pengunjung tampak berkutat dengan kegiatan masing-masing, salah satunya Celie (29). Warga Kabupaten Bandung ini kerap mengunjungi The Hallway untuk mencari ide-ide tentang usahanya.
”Saya sering berdiskusi dengan teman-teman di sini untuk usaha teh artisan yang sedang dirintis. Mereka memiliki banyak ide dan saran yang membuat saya semakin bersemangat berwirausaha,” ujarnya.
Tidak hanya pengunjung, keramaian di jam makan siang yang mulai muncul setelah dua tahun lebih pandemi memberikan secercah harapan bagi para pedagang. Hari (29), barista di Gelora Fantasi, tampak sumringah menyambut para pembeli kopi di kafe tersebut.
Sebanyak 13 cangkir telah terjual dalam kurun dua jam. Hari pun sesekali mengamati orang yang berlalu lalang dengan beraneka ragam penampilan. Dia bersyukur, Hallway kembali ramai setelah sempat sepi karena pandemi Covid-19.
”Di Hallway rame-nya tidak menentu. Kadang di hari biasa ada banyak pengunjung. Kadang, justru waktu akhir pekan sepi. Tetapi kami tetap buka dari siang sampai Hallway tutup,” ujarnya.
Gairah berwirausaha di The Hallway Space yang mulai bangkit ini tidak muncul begitu saja. Sejak dibentuk tahun 2018, ruang kreatif di Pasar Kosambi ini bertujuan untuk menjadi salah satu simpul industri kreatif di Kota Bandung.
Semangat ini dirasakan oleh Gussaoki (32), pengelola Kafe Gelora Fantasi ini. Meskipun hanya menjual minuman varian kopi, dia yakin akan mendapatkan pelanggan dari orang-orang yang datang.
”Saya diajak salah satu pengelola di Hallway untuk membuka gerai. Meskipun waktu itu belum ada yang tahu Hallway di mana, saya yakin ini pasti akan jadi tempat yang ramai,” ujarnya.
Sayangnya, keyakinan itu tertunda karena pandemi Covid-19. Masyarakat khawatir keluar rumah karena takut terpapar virus yang mematikan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat mulai beradaptasi dan meningkatkan ketahanan tubuh dengan vaksinasi. Jelang dua tahun, geliat ekonomi mulai bangkit di berbagai sudut Kota Bandung, termasuk The Hallway Space.
”Dulu waktu pandemi saya bisa menjual 50 cup (cangkir) sehari saja sudah bersyukur. Sekarang sudah lebih dari 100 cup, ini di luar perkiraan kami,” ujar Oki.
Baca juga :
Tidak hanya pengunjung yang mulai meramaikan Hallway, berbagai rangkaian kegiatan juga bakal hadir hingga akhir tahun. Pengelola The Hallway Space Pam Setiawan menjelaskan, ruang kreatif ini bakal ramai dengan sejumlah diskusi hingga pameran hingga akhir tahun.
”Pameran sampai diskusi sudah bisa diadakan karena pelonggaran protokol kesehatan. Kami sejalan dengan aturan dari pemerintah, dan di saat ada kelonggaran, kami mulai berkegiatan,” paparnya.
Kelonggaran ini, lanjut Pam, memberikan angin segar bagi jalannya roda ekonomi kreatif yang selama ini mengandalkan dunia maya. Penjualan produk masih mengandalkan media sosial dan aplikasi daring karena keterbatasan mobilitas.
”Sekarang semuanya sudah bisa ke Hallway dan melihat langsung produk-produk di sini. Tetapi, kami selalu mengingatkan para pelaku industri kreatif di sini untuk tetap menguatkan lini bisnis daring mereka karena itu juga dibutuhkan,” ujarnya.
Kurasi ketat
Menurut Pam, keseriusan pelaku usaha dalam menjalankan bisnisnya menjadi nilai yang diperhitungkan dalam ekosistem bisnis kreatif The Hallway Space. Karena itu, kurasi ketat dilakukan kepada setiap produk yang ingin masuk ke ruang kreatif tersebut.
”Kami akan melihat keseriusan mereka dalam menjalankan bisnis. Di sini kita belajar bersama, karena itu semua harus serius, konsep harus matang. Kami juga akan mengkurasi produk yang masuk tidak akan bertabrakan dengan produk lainnya,” ujar Pam.
Hal ini ditunjukkan dari beraneka ragam produk yang mengisi sekitar 120 gerai di Hallway. Sebagian besar merupakan gerai busana dan aksesoris, sementara hanya 20 gerai makanan yang ada di sana. The Hallway buka setiap hari dari pukul 12.00-22.00 untuk hari biasa dan pukul 10.00-22.00 pada akhir pekan.
”Kami memang lebih fokus untuk fashion dan produk kreatif lainnya. Untuk makanan, itu semua kami kurasi sehingga tidak ada yang menjual menu yang sama. Variasi ini yang membuat kami saling belajar dan meminimalisir persaingan,” ujarnya.
Di samping itu, para pelaku usaha juga tidak diberatkan dengan uang sewa bulanan. Pam menjelaskan, sewa tahunan untuk gerai di sini berkisar antara Rp 12 juta hingga Rp 18 juta. Itu di luar uang listrik dan operasional lainnya.
”Jika dihitung sewa di sini lebih murah dibandingkan pusat perbelanjaan dan mall. Di sana juga tidak sembarangan brand bisa masuk. Karena itu, kami saling menguatkan dan meningkatkan kepercayaan diri di sini,” paparnya.
Upaya untuk saling menguatkan ini tidak hanya dilakukan dengan berbagi ide secara internal. Ruang diskusi terbuka dengan mengajak pelaku usaha, seni, pemerintah hingga komunitas juga dilakukan agar bisa saling bertukar pikiran.
Semangat positif ini dirasakan oleh Fadli Maulana Ibrahim (23), pengelola jenama Miracle Mates yang memiliki gerai di The Hallway Space. Dia berujar, gerai yang ada menjadi ruang pamer produk yang mereka jual, sementara lini bisnis daring tetap menjadi kekuatan utamanya.
”Setiap bulan kami bisa menjual 500-1.000 pieces (helai) pakaian, dan yang dari gerai ini cuma 100-an. Selebihnya kami tetap mengandalkan daring,” ujarnya.
Meskipun penjualan daring menjadi yang utama, gerai penjualan melengkapi kepercayaan diri Fadli sebagai pengusaha kreatif lokal. Adanya toko fisik mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat karena mereka bisa melihat sendiri kualitas produk yang dijual.
Baca juga : Menanti Cerita Bahagia Lagi dari Pasar Tradisional di Bandung
Titik kumpul
Berada di The Hallway Space juga mampu meyakinkan Fadli untuk tetap bertahan sebagai pelaku industri kreatif. Di sana, dia sering bertukar pikiran dan ide mulai dari desain hingga promosi.
”Di sini orang-orang kreatif berkumpul, jadi lingkungan di sini lebih luas dan bermanfaat. Kadang, anak-anak di sini ikut beli produk di tempat kami,” ujarnya sambil terkekeh.
Suasana serupa juga terjadi di Laswee Creative Space yang berada di Jalan Laswi, Kota Bandung, seperti yang dirasakan Muhammad Athan Ziyad (24). Co-Founder Index Coffee ini merasakan ramainya kegiatan di ruang kreatif ini berdampak pada penjualan di gerai makanan dan minuman ringan yang dia kelola.
Menurut Athan, posisi Laswee yang berada di pusat kota dinilai strategis untuk bisnisnya. Namun, dia juga merasakan suasana yang baik sebagai pelaku usaha karena ruang kreatif ini berisi orang-orang dengan ide dan diskusi yang menarik.
”Di sini tempatnya enak. Ruangan terbuka jadi siapa saja bisa bersantai dan diskusi di sini. Tidak hanya dari anak muda, orang tua dan keluarga juga nyaman di sini,” ujarnya.
Manajer Laswee Creative Space Pita Tjokronegoro mengatakan, Laswee dikelola Koperasi Bima Sejahtera Sentosa dan PT Olah Kelola Ruang. Di sana, kini diisi sembilan gerai makanan-minuman dan tiga gerai busana. Dua ruangan lainnya disiapkan untuk aktivitas dalam ruangan yang terbuka untuk siapa saja.
”Setidaknya sekali sebulan ada kegiatan besar, seperti pameran hingga diskusi. Salah satunya, Bandung Design Biennale 2021 di awal November,” katanya.
Adanya ruang kreatif yang nyaman memberikan nuansa positif dan semangat untuk saling bertukar ide. Para pelaku industri kreatif ini tidak hanya butuh tempat berjualan, titik kumpul untuk saling berbagi dan menyemangati.
Baca juga : ”Sneakers” hingga Jaket Pilihan Presiden