Terbukti Korupsi, 10 Anggota DPRD Muara Enim Divonis 4 Tahun Penjara
Sepuluh anggota DPRD Muara Enim divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 1 bulan penjara. Mereka terbukti terlibat dalam korupsi bersama dan berkelanjutan di Kabupaten Muara Enim pada 2019.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sepuluh anggota nonaktif DPRD Muara Enim divonis masing-masing 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 1 bulan penjara. Mereka terbukti terlibat dalam korupsi bersama-sama dan berkelanjutan dalam 16 paket proyek dana aspirasi jalan APBD tahun anggaran 2019.
Vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang Efrata Happy Tarigan, Kamis (25/5/2022). Para terdakwa mengikuti persidangan secara daring dari Lapas Kelas 1 Palembang, yakni Indra Gani (45), Ishak Joharsah (47), Piardi (40), Subahan (51), Mardiansah (45), Fitrianzah (46), Marsito (51), Muhardi (52), Ari Yoca Setiaji (30), dan Ahmad Reo Kosuma (29).
Mereka dijerat dengan Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ”Kesepuluh terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan,” ucap Efrata.
Mereka divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Jika dalam satu bulan setelah putusan mereka tidak bisa membayar denda, akan diberikan tambahan hukuman 1 bulan penjara. Selain itu, setiap terdakwa juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 200 juta-Rp 300 juta, sesuai jumlah dana yang mereka korupsi. Mereka pun dikenai hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik untuk memilih dan dipilih selama dua tahun seusai mereka menyelesaikan hukuman penjara.
Hal yang memberatkan, lanjut Efrata, mereka tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Adapun hal yang meringankan adalah mereka tidak pernah terjerat kasus hukum, mengakui perbuatannya, serta mengembalikan uang yang telah dikorupsi kepada negara.
Berdasarkan fakta persidangan, kesepuluh terdakwa telah menerima dana komitmen dengan total nilai Rp 2,36 miliar dari kontraktor Robi Okta Pahlevi yang dibagikan dalam jumlah beragam, masing-masing sekitar Rp 200 juta-Rp 300 juta.
Uang tersebut merupakan bagian dari dana komitmen yang dipatok oleh bekas Bupati Muara Enim Ahmad Yani sebesar 15 persen dari keseluruhan dana 16 paket proyek yang sudah dianggarkan, yakni Rp 129 miliar. Sebesar 10 persen di antaranya dibagikan kepada bekas Wakil Bupati Juarsah dan 25 anggota DPRD Muara Enim.
Adapun 5 persen dana komitmen dibagikan kepada bekas Ketua DPRD Muara Enim Aries HB, mantan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Muara Enim Ramlan Suryadi, bekas Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan PUPR Muara Enim Elfin MZ Muchtar, serta Ketua Pokja Unit Lelang Pemerintah Ilham Sudiono.
Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Muhammad Nur Aziz, mengatakan, vonis ini mirip dengan tuntutan yang sudah diajukannya. Hanya saja, ada beberapa bagian yang tidak sama, yakni besaran uang pengganti yang dibebankan kepada Indra Gani. ”Dalam dakwaan, kami mencantumkan bahwa terdakwa menerima Rp 460 juta. Namun, hakim memvonisnya untuk membayar uang pengganti Rp 250 juta sesuai dengan pengakuan terdakwa,” ucapnya.
Selain itu, untuk pencabutan hak politik, ujar Aziz, putusan hakim juga lebih ringan daripada tuntutan, di mana pihaknya menuntut lima tahun pencabutan hak politik. Terkait putusan ini, jaksa masih menyatakan pikir-pikir.
Pengacara empat terdakwa, Darmadi Djufri, mengaku kecewa dengan keputusan ini. Menurut dia, masih banyak hal dalam persidangan yang dikesampingkan, termasuk kesaksian para saksi ahli. ”Namun, kami tetap menghargai dan memaklumi putusan majelis hakim,” ucapnya.
Menurut dia, keempat kliennya (Indra Gani, Mardiansah, Muhardi, dan Fitrianzah) menerima sesuatu dalam jabatannya. Jika mengacu pada hal itu, Pasal 11-lah yang harus digunakan. Atas putusan ini, pihaknya mengajukan pikir-pikir. ”Kami masih akan berdiskusi dengan keempat klien kami,” ujarnya.