Dalam Reka Ulang, Anak Bupati Langkat Pukul Korban dengan Kayu
Dalam rekonstruksi ulang, anak bupati menyuruh membakar plastik dan meneteskannya ke kaki dan tangan korban. Ia juga memukul korban dengan kayu.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah Sumatera Utara merekonstruksi kasus penganiayaan dan perdagangan orang di kerangkeng manusia yang ditemukan di rumah pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin. Anak Terbit, DP, berperan langsung dalam penganiayaan yang menewaskan salah seorang penghuni.
”Tangan dan mata Sarianto diplakban lalu dipukul Dewa dengan broti (kayu gergajian) berukuran satu meter,” kata petugas Polda Sumut yang membacakan adegan sewaktu reka ulang di Aula Tribrata Polda Sumut, Medan, Rabu (25/5/2022).
Rekonstruksi itu dilakukan bersama jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi Sumut. Delapan tersangka dihadirkan dalam rekonstruksi itu, yakni DP, TUS, JS, IS, HRS, RG, HNS, dan SP. Terbit tidak dihadirkan karena masih dalam masa penahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Sejumlah mantan penghuni panti rehabilitasi narkoba ilegal itu dan keluarga korban juga dihadirkan sebagai saksi.
Kepala Bidang Humas Polda Sumut Komisaris Besar Hadi Wahyudi mengatakan, reka ulang itu dilakukan untuk merekonstruksi kasus penganiayaan dan perdagangan orang tersebut. ”Ini bagian dari langkah penyidik dan jaksa penuntut umum untuk melengkapi berkas pemeriksaan sembilan saksi,” kata Hadi.
Penyelidikan kasus penganiayaan itu dilakukan Polda Sumut setelah KPK menemukan dua ruangan mirip penjara saat menggeledah rumah Terbit terkait kasus korupsi, pertengahan Januari 2022. Ruangan itu dihuni 57 orang saat ditemukan. Sedikitnya 656 orang tercatat pernah menghuni panti rehabilitasi narkoba ilegal itu sejak tahun 2010.
Sedikitnya 656 orang tercatat pernah menghuni panti rehabilitasi narkoba ilegal itu sejak tahun 2010.
Reka ulang pun berfokus menggali kasus penganiayaan yang menyebabkan tiga penghuni kerangkeng tewas, yakni Sarianto Ginting (35), Dodi Santoso (27), dan Abdul Sidik Isnur alias Bedul (39).
Penyidik dan jaksa penuntut umum mendalami peran DP dalam kasus Sarianto yang meninggal hanya tiga hari setelah masuk kerangkeng pada Juni 2021. Setelah tiga hari menghuni panti rehab itu, DP menanyai Sarianto karena tercatat sebagai penghuni baru. ”Kau pakai narkoba jenis apa. Sudah berapa uang yang kau habiskan untuk beli narkoba,” kata DP kepada Sarianto, sebagaimana dibacakan oleh petugas.
Namun, Sarianto tidak mau menjawab. DP pun meminta Sarianto memanjat di jeruji besi. Ia lalu menyuruh RG membakar plastik dan meneteskannya ke kaki dan tangan Sarianto. Namun, Sarianto tetap diam. DP pun meminta agar tangan dan mata Sarianto diplakban. Setelah itu, DP memukul badan Sarianto dengan broti sepanjang satu meter.
RG pun ikut menghantam Sarianto dengan selang kompresor berwarna kuning. Di tengah kondisinya yang semakin lemas, plakban di tangan dan mata Sarianto dibuka. Ia lalu dimasukkan ke dalam kolam ikan di depan kerangkeng.
Setelah beberapa lama masuk ke kolam ikan, Sarianto mengangkat tangannya dan memberi jempol. Ia lalu tenggelam di dalam kolam itu. DP pun meminta dua penghuni kerangkeng lain mengangkat Sarianto dari kolam. DP memeriksa denyut nadi Sarianto dan menyadari dia sudah meninggal. Kepada keluarganya, Sarianto disebut meninggal karena sakit.
Kepala lapas
Polisi juga melakukan reka ulang proses penganiayaan Bedul yang meninggal tujuh hari setelah masuk kerangkeng pada Februari 2017 dan juga Dodi yang tewas hanya delapan jam setelah masuk panti rehab pada Februari 2018. TUS yang di lingkungan kerangkeng disebut sebagai kepala lapas melakukan penganiayaan bersama tersangka lain.
Di hari pertama masuk kerangkeng, Bedul langsung digundul dan dianiaya oleh TUS dan tersangka lain. Ia dipukul dengan selang kompresor dan broti. HRS juga memukul kepala Bedul hingga terbentur keras ke tembok.
Sementara kronologi kematian Dodi belum direka ulang secara menyeluruh. Polda Sumut hanya membuat adegan bahwa Dodi masuk pada pagi hari dan ditemukan meninggal di dalam kerangkeng pada sore harinya.
Pengacara para tersangka, Sangap Surbakti menolak sejumlah adegan yang diminta diperankan oleh para tersangka. Karena itu, penyidik meminta adegan itu diperankan pemeran pengganti. Beberapa adegan yang ditolak adalah penganiayaan yang dilakukan DP. DP disebut berada di dapur kerangkeng dan tidak terlibat langsung dalam penganiayaan Sarianto.
”Klien kami Terang juga lupa pada peristiwa kematian Dodi. Karena itu, tidak diperagakan langsung oleh klien kami,” kata Sangap.
Sangap menyebut, para tersangka melakukan pembinaan terhadap para pencandu narkoba. Menurut dia, semua penghuni kerangkeng merupakan pencandu narkoba yang diantarkan oleh keluarga.