Penghuni Indekos di Malang Ditangkap, Ditemukan Anak Panah dan Senjata Tajam di Kamarnya
Seorang pria penghuni indekos di Dinoyo, Kota Malang, Jawa Timur, ditangkap Detasemen Khusus 88. Saat digeledah, di kamarnya ditemukan busur dan anak panah, bendera hitam bertuliskan huruf Arab, dan senjata tajam.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Seorang pria penghuni indekos di Dinoyo, Kota Malang, Jawa Timur, ditangkap oleh Detasemen Khusus 88. Saat digeledah, di kamarnya ditemukan busur dan anak panah, bendera hitam bertuliskan huruf Arab, serta senjata tajam.
Pria itu diduga terkait dengan jaringan terorisme. Adapun pengurus lingkungan mengaku kewalahan mengawasi keluar masuknya penghuni indekos karena ada indekos yang beroperasi menggunakan aplikasi.
”Saya dihubungi oleh Babinkamtibmas Kelurahan Dinoyo dan diminta datang ke lokasi indekos dimaksud. Sesampai di sana, sudah banyak polisi. Saya lalu diajak masuk ke kamar di pojok dan diminta menyaksikan penggeledahan,” kata Ketua RW 006 Kelurahan Dinoyo Makky Kriswanto, Selasa (24/5/2022).
Tidak diketahui kapan persisnya penghuni indekos tersebut ditangkap. Namun, penggeledahan terhadap kamar terduga dilakukan pada Senin (24/5/2022). Penggeledahan dilakukan di sebuah rumah indekos Dinoyo Permai RT 003 RW 006, Kota Malang.
Selama penggeledahan, Makky dilarang memegang ataupun memotret aktivitas dan benda yang ditemukan. ”Saya melihat ada bendera hitam bertuliskan huruf Arab dipasang ditembok kamar berukuran 2,5 meter x 3 meter tersebut. Selain itu, ada bendera hitam lainnya yang terlipat, laptop, flash disk, busur dan anak panah, pisau komando, serta senjata laras panjang. Tetapi, saya tidak tahu apakah itu senjata asli atau hanya mainan karena memang tidak boleh memegangnya,” tutur Makky.
Seusai penggeledahan, Makky akan diminta turut menandatangani berita acara dan ia melihat banyak barang disita dari kamar indekos tersebut. Berikutnya, Makky juga diminta datang ke Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang Kota untuk menyaksikan gelar barang sitaan tersebut.
Kalau sudah tidak ada penjaganya, pemiliknya di luar kota, anak indekos masuk hanya menggunakan aplikasi, ini benar-benar menyulitkan kami. (Makky Kriswanto)
Penangkapan dan penggeledahan itu dibenarkan oleh Kepala Polresta Malang Kota Komisaris Besar Budi Hermanto. ”Iya, benar, ada penangkapan terduga teroris di Donoyo. Untuk info lanjutnya silakan langsung tanyakan ke Densus 88 karena data dan lainnya ada di densus. Tetapi, saat akan melakukan penangkapan, mereka berkoordinasi dengan Polresta Malang Kota,” kata Budi Hermanto.
Atas kejadian itu, Makky berharap setiap ketua RT di wilayahnya semakin kuat melakukan pengawasan agar kasus-kasus serupa tidak terulang.
”Mengawasi rumah-rumah indekos memang susah. Sebab, tidak semua rumah indekos punya penjaga. Kalau ada penjaganya enak, kami bisa koordinasi dengan mereka. Namun, kalau sudah tidak ada penjaganya, pemiliknya di luar kota, anak indekos masuk hanya menggunakan aplikasi, ini benar-benar menyulitkan kami,” kata Makky.
Menurut dia, sebenarnya di setiap sudut wilayah RW 006 sudah dipasang tata tertib rumah indekos. Bahkan, pintu di kawasan itu sudah diportal dan akan ditutup setiap pukul 22.00.
”Namun, memang mengurusi anak indekos itu susah. Mencari data riil penghuni indekos juga susah. Kadang sudah diberi formulir pendataan, tetapi tidak dikembalikan. Mereka ada yang sifatnya indekos harian, mingguan, bulanan, dan ada yang tahunan. Apalagi setelah pandemi ini, pemilik indekos akan membebaskan anak indekos menyewa sesuai kebutuhan dan tidak harus setahun. Semua diterima asalkan menghasilkan biaya untuk membayar listrik dan air,” tutur Makky.
Meski begitu, Makky berharap agar setiap RT tetap berusaha mendata dan mengawasi penghuni indekos di wilayahnya. Hal itu diharapkan bisa menjadi deteksi dini di lingkungan tersebut.
Berdasarkan catatan Kompas, ada beberapa simpatisan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) asal Malang sejak bertahun-tahun lalu. Mereka di antaranya adalah Helmi Alamudi alias Abu Royan, Abdul Hakim Munabari alias Abdul Umar, dan Junaedi. Ketiganya terlebih dahulu ditangkap Detasemen Khusus 88. Helmi Alamudi sudah divonis 3 tahun 6 bulan penjara pada 2016, sementara Abdul Hakim Munabari dan Junaedi divonis 3 tahun. Ketiganya dihukum atas keterlibatannya sebagai simpatisan NIIS di Suriah.
Di Suriah, ketiganya menjadi pengikut Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal, panglima NIIS asal Indonesia, yang pernah menantang panglima TNI melalui situs internet. Helmi diduga sebagai fasilitator pemberangkatan anggota NIIS Jawa Timur ke Suriah.