Ditkrimsus Polda Maluku Gagalkan Pengiriman 3,1 Ton Merkuri
Pelaku sudah mengirim merkuri 14 kali dengan total keseluruhan 19 ton. Merkuri diolah dari hasil tambang batu sinabar di Pulau Seram.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku menggagalkan pengiriman merkuri ilegal sebanyak 3,1 ton. Pelaku yang ditangkap mengaku sudah mengirim merkuri dari Maluku sebanyak 14 kali. Merkuri diolah dari hasil penambangan batu sinabar di Pulau Seram, Maluku.
Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku Komisaris Besar Harold W Huwae lewat pesan singkat, Selasa (24/5/2022), mengatakan, polisi menangkap tiga pelaku yang terlibat dalam pengiriman tersebut. Mereka adalah AP (22), DH (23), dan RW (36). Penangkapan dilakukan pada Senin (23/5/2022).
Ia menuturkan, penangkapan itu berawal dari pemeriksaan salah satu unit dump truck di Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat. Setelah diperiksa petugas, ditemukan barang bukti merkuri yang diisi dalam jeriken. ”Anggota kami menahan dump truck itu setelah mendapat laporan dari masyarakat,” katanya.
AP selaku sopir dan DH yang ikut di dalam dump truck itu diinterogasi. Dari mereka, polisi mendapatkan laporan bahwa merkuri tersebut akan dibawa ke rumah RW selaku pemiliknya. Polisi membawa AP dan DH bersama barang bukti itu ke rumah RW dan langsung menangkap RW.
Di rumah RW, polisi menemukan lagi merkuri yang dikemas di dalam jeriken. Total semua barang bukti yang berhasil disita sebanyak 3,1 ton. Tiga pelaku bersama barang bukti itu dibawa ke Kantor Ditkrimsus Polda Maluku di Kota Ambon. Saat ini mereka sedang menjalani pemeriksaan.
RW menuturkan, ia sudah mengirim merkuri berulang kali ke luar Maluku. Terhitung sejak 2020, ia sudah mengirim merkuri 14 kali dengan total 19 ton. Artinya, sekitar 14 ton berhasil lolos dari pantauan aparat keamanan. Daerah tujuan pengiriman adalah Pulau Jawa dan Sulawesi. Pengiriman melalui jalur laut.
Penambangan sinabar
Merkuri itu diolah dengan cara penyulingan dari baru sinabar. Batu sinabar diperoleh dari lokasi penambangan di wilayah Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat. Kendati Presiden Joko Widodo pernah menginstruksikan agar tambang itu ditutup, nyatanya hingga kini masih terus beroperasi. Terkesan ada pembiaran.
Merkuri sudah mengenai sayur-sayuran dan buah-buahan di lokasi sekitar pengolahan. Ada juga yang terbawa erosi ke laut dan berpotensi masuk ke dalam tubuh ikan.
Sebagaimana catatan Kompas, operasi penutupan tambang ilegal sinabar itu sudah dilakukan berkali-kali sejak 2016. Sayangnya, petambang selalu kembali. Setelah menambang, sinabar diolah dengan cara disuling. Hasil pengolahannya berupa cairan merkuri. Di pasar gelap wilayah Maluku, harga 1 kilogram merkuri sekitar Rp 500.000.
Peneliti logam berat dari Universitas Pattimura, Ambon, Abraham Mariwy, memperkirakan, tingkat pencemaran merkuri di daerah itu sangat tinggi. Merkuri yang menguap dari proses pengolahan sudah terkontaminasi ke alam. Dan, kondisi itu sudah berlangsung bertahun-tahun. Penambangan sinabar di daerah itu mulai tahun 2014.
”Merkuri sudah mengenai sayur-sayuran dan buah-buahan di lokasi sekitar pengolahan. Ada juga yang terbawa erosi ke laut dan berpotensi masuk ke dalam tubuh ikan. Tunggu saja waktunya kapan merkuri masuk ke dalam tubuh manusia. Ini akan menyebabkan mutasi genetika,” kata Abraham.
KW (45), petambang emas ilegal di Gunung Botak, Pulau Buru, menuturkan, merkuri dari Pulau Seram itu dibawa ke Gunung Botak. Di sana, para petambang menggunakan merkuri untuk mengolah emas. Harga merkuri dari Pulau Seram jauh lebih murah daripada daerah lain yang melampaui Rp 1 juta per kilogram.
”Pengiriman merkuri dari Pulau Seram ke Pulau Buru biasanya menggunakan perahu motor. Merkuri dibawa dari Huamual melalui Selatan Manipa, kemudian masuk ke Teluk Kayeli di Buru. Jalur itu sudah banyak orang yang tahu,” katanya.