Pedagang Pasar Mebel Gilingan Surakarta Direlokasi untuk Bangun Sentra IKM Mebel
Para pedagang di Pasar Mebel Gilingan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, direlokasi ke pasar darurat. Lokasi bekas pasar mebel akan dibangun sentra industri kecil dan menengah untuk produk mebel asal kota tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Para pedagang di Pasar Mebel Gilingan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, direlokasi ke pasar darurat. Lokasi bekas pasar mebel akan dibangun sentra industri kecil dan menengah untuk produk mebel asal kota tersebut. Namun, sentra baru itu hanya akan menampung beberapa pedagang. Berbagai pelatihan bakal diberikan untuk meningkatkan daya saing para pedagang dari pasar tersebut.
Kepala Dinas Perdagangan Heru Sunardi menjelaskan, total lapak yang terdapat di Pasar Mebel Gilingan berjumlah sekitar 90 los. Namun, hanya ada 48 lapak yang direlokasi. Sebab, ada sejumlah pedagang yang sudah memiliki lapak di tempat lain.
”Jadi, ada dua tempat. Dua-duanya di Kecamatan Banjarsari. Satu titik di sebelah timur Taman Segitiga kapasitasnya 28 los, sedangkan di sebelah selatan Kantor Dinas Pendidikan Kota Surakarta ada 20 los,” kata Heru, di Pasar Mebel Darurat, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (23/5/2022).
Para pedagang mebel itu menempati pasar darurat hanya sementara waktu. Pemerintah Kota Surakarta tengah berproses untuk membangun pasar mebel baru. Lokasi pasar baru berada di eks Bong Mojo, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta. Adapun total luas lahannya sekitar 6.000 meter persegi.
Menurut rencana, pembangunan pasar mebel bakal dimulai pada Februari 2023. Pasar tersebut ditargetkan rampung digarap dan sudah bisa ditempati para pedagang pada Agustus 2023. Anggaran pembangunan pasar tersebut sekitar Rp 20 miliar.
”Sebelumnya, produksi dari awal sampai akhir dilakukan di pasar. Nanti di pasar baru diharapkan produksinya mulai bergeser. Tetapi, kalau hanya finishing mungkin masih bisa dilakukan di sana,” kata Heru.
Pemindahan lokasi pasar disebabkan rencana pembangunan Sentra Industri Kecil dan Menengah (IKM) Mebel. Dengan keberadaan sentra teras, para pedagang diajak untuk naik kelas. Artinya, mereka diminta meningkatkan kualitas produksi dan variasi produk mebelnya. Semula, para pedagang terbiasa menggarap produk mebel yang seadanya saja.
Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah, dan Perindustrian Kota Surakarta Wahyu Kristina mengatakan, pembangunan sentra tersebut akan dimulai Juni nanti. Saat ini, lelang proyek sudah dilakukan. Sentra tersebut ditargetkan selesai dibangun pada Desember.
”Tetapi, belum semua bangunan. Ada beberapa bangunan yang akan diselesaikan tahun berikutnya. Anggarannya Rp 46 miliar untuk pembangunan gedungnya,” kata Kristina.
Menurut konsepnya, kata Kristina, sentra itu akan menjadi ruang pamer bagi produk mebel buatan para pedagang dari pasar mebel. Semua pedagang dari pasar mebel punya kesempatan masuk ke dalam sentra tersebut. Hanya saja, bakal ada kurasi bagi produk-produk yang layak dipamerkan di sana.
Untuk itu, lanjut Kristina, pihaknya bakal memberikan sejumlah pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produk mebel yang dihasilkan para pedagang. Macam pelatihannya terentang dari pengelolaan bisnis hingga inovasi desain. Anggarannya sekitar Rp 4 miliar.
”Sebenarnya, total biaya pembangunan ini Rp 50 miliar. Sebanyak Rp 46 miliar untuk fisik, sisanya untuk nonfisik. Jadi, memang SDM akan ditingkatkan daya saingnya. Ini bagian dari perhatian kami untuk meningkatkan kompetensi mereka. Jadi, produknya naik kelas, punya standar khusus. Bahkan, bisa untuk diekspor,” ujar Kristina.
Sementara itu, Kelik Yuliantoro (62), salah seorang pedagang dari pasar mebel, mengatakan hanya bisa pasrah dengan pemindahan lokasi pasar tersebut. Tak dimungkiri, proses rembukan antara pedagang dan pemerintah sempat berlangsung alot. Namun, relokasi ternyata menjadi jalan terbaik yang bisa diambil.
Persoalan utama dari pemindahan pasar, kata Kelik, ialah hilangnya tempat produksi mebel bagi para pedagang. Sebab, biasanya produksi dilakukan langsung pada kios-kios yang berada di pasar mebel lama. Kondisi tempat relokasi juga tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan tempat produksi.
”Padahal, mencari kontrakan untuk produksi tidak mudah. Dan, di sana (pasar mebel), 70 persen pedagang memproduksi barangnya di pasar itu. Kalau saya sekarang juga masih mencari-cari teman yang kira-kira mau diajak mengontrak bersama,” kata Kelik.
Kelik mengharapkan para pedagang dilibatkan dalam mendesain pasar mebel yang baru. Sebab, para pedagang yang tahu dan nantinya akan memanfaatkan pasar tersebut. Menurut dia, perlu ada tempat produksi bersama yang disediakan dalam kompleks pasar. Pembuatan tempat produksi juga perlu mempertimbangkan faktor lingkungan. Jangan sampai produksi yang dilakukan mengganggu aktivitas warga yang sudah bermukim lebih dahulu di sana.