Menhub: Pembangunan Transportasi Beralih dari Jawa Sentris ke Indonesia Sentris
Menhub Budi Karya Sumadi menyatakan, infrastruktur transportasi dibangun dengan pendekatan Indonesia sentris sehingga masyarakat di wilayah tertinggal, terpencil, terdepan, dan perbatasan juga bisa merasakan manfaat.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, pembangunan infrastruktur transportasi di Indonesia tidak lagi menggunakan pendekatan Jawa sentris atau berpusat di Pulau Jawa. Budi menyebut, selama beberapa tahun terakhir, infrastruktur transportasi dibangun dengan pendekatan Indonesia sentris sehingga masyarakat di wilayah tertinggal, terpencil, terdepan, dan perbatasan juga bisa merasakan manfaat.
Hal itu disampaikan Budi dalam pidato saat menerima gelar doktor kehormatan atau honoris causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Senin (23/5/2022). Dalam acara yang digelar di Balai Senat UGM, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu, Budi menyampaikan pidato berjudul ”Merajut Konektivitas Nusantara Melalui Pembangunan Sistem Transportasi”.
Acara tersebut dihadiri sejumlah pejabat, misalnya Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Selain itu, sejumlah akademisi UGM dan pejabat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga hadir dalam pemberian gelar doktor kehormatan tersebut.
Budi menyatakan, transportasi merajut Nusantara adalah sistem transportasi yang menjamin konektivitas antar-wilayah di Indonesia. Dia juga menyebut, transportasi berkontribusi dalam merajut keadilan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
”Membangun infrastruktur transportasi bukan saja membangun bandara, pelabuhan, stasiun dan rel, serta terminal, atau sekadar mengadakan pesawat, bus, kapal, dan kereta api, namun juga membangun sistem keselamatan, keamanan, dan pelayanan yang akhirnya akan menciptakan harapan dan peradaban baru,” ujar Budi.
Budi menuturkan, hingga saat ini, pembangunan infrastruktur transportasi masih menjadi fokus di Indonesia. Hal ini karena infrastruktur transportasi sangat penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi serta mengurangi disparitas pendapatan dan harga. Itulah mengapa, pembangunan infrastruktur transportasi yang dilakukan pemerintah tidak lagi memakai pendekatan Jawa sentris.
”Arah pembangunan infrastruktur transportasi bergeser dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh saudara kita, baik di Indonesia bagian barat maupun timur, serta wilayah tertinggal, terpencil, terdepan, dan perbatasan,” kata Budi.
Menurut Budi, untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur transportasi yang Indonesia sentris, pemerintah telah melakukan berbagai upaya, misalnya pengadaan moda transportasi perintis. Selain itu, pemerintah juga membuat program tol laut, jembatan udara, kapal ternak, dan pelayaran rakyat. Khusus di Papua, pemerintah membangun sejumlah bandara dan pelabuhan khusus.
Di sejumlah kota besar, pemerintah juga membuat program buy the service untuk mendukung pemenuhan layanan transportasi yang berkeadilan dan merata di wilayah aglomerasi. ”Buy the service merupakan pembelian layanan angkutan umum swasta untuk meningkatkan keterjangkauan dan keandalan transportasi massal,” ucapnya.
Keberlanjutan
Selain pendekatan Indonesia sentris, Budi memaparkan, pembangunan transportasi di Indonesia juga memakai prinsip keberlanjutan dan ramah lingkungan. Salah satu perwujudan dari prinsip tersebut adalah pembangun green port atau pelabuhan hijau yang mengedepankan konsep ramah lingkungan melalui penggunaan teknologi ramah lingkungan, pencegahan pencemaran, konservasi air, konservasi energi, dan berkontribusi dalam konservasi keanekaragaman hayati.
Budi menyebut, konsep green port di Indonesia pertama kali diaplikasikan di pelabuhan logistik Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur. Setelah itu, Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta juga akan didorong mengadopsi konsep green port. ”Kita ingin pelabuhan-pelabuhan itu juga melakukan pengembangan mangrove di sekitar pelabuhan,” katanya.
Pemerintah, kata Budi, juga terus mengembangkan kendaraan listrik yang ramah lingkungan. Salah satu contohnya, Kemenhub bekerja sama dengan PT INKA mengembangkan bus listrik. Selain itu, Kemenhub juga bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan konversi sepeda motor konvensional menjadi sepeda motor listrik.
Rektor UGM Panut Mulyono mengatakan, UGM memberikan gelar doktor kehormatan kepada Budi Karya Sumadi karena Budi dinilai memiliki peran dan jasa besar dalam bidang teknik rancang bangun dan perencanaan serta transportasi. Panut menyebut, salah satu jasa besar Budi membangun sistem transportasi yang merajut konektivitas antar-wilayah di Nusantara.
”Bapak Budi Karya Sumadi telah memberikan intervensi intelektual sehingga dalam menjalankan berbagai tugasnya dapat menghasilkan karya yang luar biasa secara berkelanjutan,” ujar Panut.
Panut menambahkan, pembangunan transportasi nasional tidak boleh hanya dilakukan di Pulau Jawa, tetapi juga harus dilakukan di wilayah lain. Sistem transportasi tersebut juga tidak boleh hanya melayani masyarakat perkotaan serta pusat bisnis dan pemerintahan, tetapi juga harus melayani masyarakat di sejumlah wilayah, termasuk di daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal.
Bapak Budi Karya Sumadi telah memberikan intervensi intelektual sehingga dalam menjalankan berbagai tugasnya dapat menghasilkan karya yang luar biasa secara berkelanjutan.
”Prasarana dan sarana perhubungan diperlukan untuk membuka aksesibilitas suatu daerah sehingga menjadi lebih mudah dijangkau, konektivitas lebih tinggi, disparitas harga barang antar-wilayah semakin kecil, meningkatkan produktivitas daerah, dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi dan lebih merata,” kata Panut.