Kecelakaan maut di Ciamis, Jawa Barat, menambah daftar kasus kecelakaan di jalur wisata yang curam. Evaluasi jalur wisata perlu dilakukan untuk mencegah kecelakaan berulang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
CIAMIS, KOMPAS — Kecelakaan maut di jalur wisata yang sempit dan curam kembali terjadi, Sabtu (21/5/2022) petang. Sebuah bus menabrak sejumlah kendaraan dan rumah hingga menyebabkan empat nyawa melayang di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Evaluasi jalur wisata perlu dilakukan untuk mencegah kecelakaan berulang.
Petaka itu terjadi di Jalan Raya Panjalu–Panumbangan, Dusun Paripurna RT 020 RW 007, Desa Payungsari, Kecamatan Panumbangan, Ciamis, Sabtu pukul 17.30. Kecelakaan bermula saat bus Pandawa bernomor polisi DK 7307 WA yang membawa 47 orang melaju dari arah utara atau Panjalu, menuju Panumbangan.
Ketika sampai di lokasi dengan medan jalan menurun, bus yang dikemudikan Ipayudin itu menabrak mikrobus bernomor polisi D 7838 AN yang sedang parkir di pinggir jalan sebelah kiri. Kemudian, bus menabrak mobil Suzuki Karimun berpelat Z 1721 MP yang berada di depannya. Bus lalu oleng ke kanan jalan dan bertabrakan dengan mobil boks bernomor polisi E 8851 VK.
Tidak berhenti di situ, bus masih menghantam sejumlah sepeda motor sebelum menyeruduk empat rumah warga. Bagian depan bus hancur. Beberapa sisi rumah warga juga rusak. “Sehingga (kecelakaan) mengakibatkan empat orang meninggal,” ujar Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jabar Komisaris Besar Ibrahim Tompo, Minggu (22/5/2022).
Tiga korban adalah Enok (65) dan Very Sunarya (39), yang merupakan warga Desa Payungsari, serta Omah (50), warga Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya. Saat kejadian, korban menggunakan sepeda motor. Adapun korban tewas lainnya adalah Sri Mulyani, penumpang bus asal Banten. Keempat korban sempat dibawa ke fasilitas kesehatan, tetapi tidak terselematkan.
Sebanyak 15 korban luka dirujuk ke Puskesmas Panjalu, Puskesmas Payungsari, dan RSUD Kawali. Selain mengevakuasi bus menggunakan alat berat, polisi juga masih mendata identitas korban. Pemeriksaan saksi-saksi, pengumpulan barang bukti, dan olah tempat kejadian perkara pun dilakukan untuk mengetahui penyebab kecelakaan maut tersebut.
Kecelakaan diduga kuat karena sistem pengereman bus tidak berfungsi optimal. Jejak rem tidak ditemukan di sekitar lokasi.
Kepala Polres Ciamis Ajun Komisaris Besar Tony Prasetyo mengatakan, bus yang menabrak sejumlah kendaraan dan rumah tersebut merupakan rombongan peziarah dari Panjalu. ”Dalam perjalanan pulang, sopir bus tidak dapat mengendalikan kendaraannya. Penyebabnya masih didalami oleh petugas,” ujar Tony, dalam keterangan tertulis.
Ketua Subkomite LLAJ Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan, kecelakaan diduga kuat karena sistem pengereman bus tidak berfungsi optimal. Jejak rem, lanjutnya, tidak ditemukan di sekitar lokasi. Pihaknya juga mendapatkan informasi, sopir bus panik sekitar 300 meter sebelum kecelakaan.
”Jadi, kemungkinan kecelakaan akibat sopir bus kelelahan atau mengantuk itu minim karena mereka telah berhenti sekitar empat jam di lokasi wisata dan baru berangkat dua menit sebelumnya. Saksi mengatakan, pengemudi sempat panik, jadi ini yang menguatkan dugaan pengereman blong. Namun, semua ini masih terus kami dalami,” ujar Wildan yang berada di lokasi.
Bukan untuk bus
Menurut dia, dugaan kegagalan pengereman disebabkan perbedaan ketinggian di jalur tersebut. ”Titik kecelakaan itu jaraknya sekitar 2,8 kilometer dari destinasi awal dengan perbedaan ketinggian 200 meter. Berarti ada kemiringan dengan sudut maksimal 23 derajat. Ini akan menciptakan energi potensial dan gaya dorong yang besar,” paparnya.
Tidak hanya itu, ukuran jalan juga tidak sesuai ukuran bus. Menurut dia, jalur dengan lebar 5-6 meter itu memiliki radius putar kendaraan 8 meter. Ini tidak sebanding dengan panjang bus yang mencapai 12 meter. ”Jalan ini memang tidak diperuntukkan untuk bus. Kalau nikung, itu ambil jalan orang. Makanya tidak disarankan,” ujarnya.
Kondisi tersebut, lanjutnya, mirip dengan kecelakaan bus di Wado, Kabupaten Sumedang, Jabar, Maret 2021 yang menewaskan 29 orang dan 37 orang lainnya luka-luka. Bus itu mengangkut rombongan yang berwisata ke Pamijahan dan istirahat di Ciamis.
Awal Februari lalu, kecelakaan di jalur wisata yang kecil dan curam juga terjadi di Jalan Imogiri-Dlingo, Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat itu, bus pariwisata yang membawa rombongan karyawan konfeksi dari Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, menabrak tebing. Akibatnya, 13 orang tewas dan 34 orang luka-luka (Kompas, 7/2/2022).
Menurut Wildan, pengemudi kerap menggunakan aplikasi penunjuk arah yang belum memberikan opsi bagi kendaraan besar. KNKT bersama Kementerian Perhubungan berencana untuk berdiskusi dengan Google terkait opsi jalur bus dalam Google Map. ”Kami juga tengah merancang mitigasi di jalur-jalur wisata seperti ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno mendorong pemerintah mengevaluasi jalur-jalur wisata. ”Akses jalan ke daerah wisata banyak yang tidak mendukung untuk dilewati bus. Diperlukan pemetaan jalur wisata yang berkeselamatan. Misalnya, ada tempat penampungan bus besar. Nanti, bus sedang menuju lokasi (wisata),” ujarnya.