Tingginya Produksi Sampah di Bukittinggi Dipengaruhi Kunjungan Wisatawan dan Perkantoran
Produksi sampah di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, meningkat drastis saat musim liburan.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi menyebut tingginya produksi sampah per kapita di Bukittinggi, Sumatera Barat, dipengaruhi oleh status kota itu sebagai daerah kunjungan wisatawan dan perkantoran. Produksi sampah di kota tersebut meningkat drastis saat musim liburan.
Kota Bukittinggi menempati peringkat dua penyumbang sampah terbesar di Indonesia pada tahun 2020. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, produksi sampah di Bukittinggi pada 2020 mencapai 374,9 kilogram per kapita per tahun (Kompas, 20/5/2022).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bukittinggi Aldiasnur, Jumat (20/5/2022), mengatakan, tingginya produksi sampah per kapita di kota ini dipengaruhi kunjungan wisatawan dan tempat berkantornya pegawai dari daerah tetangga. Sebab, jumlah penduduk Bukittinggi tergolong kecil, cuma sekitar 125.000 jiwa. Penduduk tidak ber-KTP Bukittinggi tidak masuk bilangan pembagi.
”Ketika masa liburan dan masa tertentu, karena kota ini kota kunjungan, tentu saja ini akan menambah produksi sampah di wilayah kami. Jadi, tidak bisa juga dikorelasikan dengan jumlah penduduk. Selain itu, di Bukittinggi juga ada perkantoran swasta dan pemerintah. Penduduk luar beraktivitas beberapa jam di Bukittinggi, tentu saja mereka memproduksi sampah di jam-jam tersebut,” kata Aldiasnur.
Meskipun demikian, kata Aldiasnur, jika dibandingkan data 2020 yang Kompas laporkan, produksi rata-rata sampah Bukittinggi pada Januari-Maret 2022 berkurang. Aldiasnur menghitung, rata-rata produksi sampah per kapita per hari berdasarkan laporan Kompas sekitar 1,03 kg. Adapun hitungan DLH Bukittinggi dan Bappenas pada tiga bulan tersebut sekitar 0,95 kg.
Aldiasnur menjelaskan, jumlah produksi sampah di Bukittinggi per hari berkisar 105-115 ton. Kisaran tertinggi biasanya terjadi pada momen long weekend. Adapun pada libur panjang, seperti momen Idul Fitri kemarin, produksinya meningkat drastis. Selama tujuh hari libur Lebaran itu, produksi sampah di kota ini 1.157 ton atau rata-rata 165,29 ton per hari.
”Itu hanya dalam kurun waktu tujuh hari. Sangat meningkat produksi sampah kami. Indikasi ini terlihat dari jumlah wisatawan yang masuk ke obyek wisata Bukittinggi sekitar 400.000 orang selama libur Lebaran kemarin. Tentu berkorelasi dengan produksi sampah,” ujarnya.
Menurut Aldiasnur, sampah di Bukittinggi yang dikelola DLH bersumber dari sampah rumah tangga dan industri serta lainnya, seperti perhotelan, rumah sakit, tempat hiburan, dan usaha kecil menengah. Pada hari biasa, sampah rumah tangga sekitar 52 persen dan sisanya 48 persen dari sampah industri dan lainnya.
Walakin, ketika kunjungan ke kota ini meningkat, sampah industri dan lainnya lebih besar dibandingkan sampah rumah tangga. ”Sebanyak 10-15 persen dari produksi sampah itu yang organiknya kami buat menjadi kompos. Sisanya memang masih kami geser ke TPA Regional Payakumbuh,” kata Aldiasnur.
Kendala
Saat momen libur panjang, kepadatan lalu lintas dan jauhnya jarak tempat pembuangan akhir (TPA) membuat pengangkutan sampah tersendat. Jarak pengangkutan sampah dari Bukittinggi ke TPA Regional Payakumbuh sekitar 40 kilometer. Namun, pada masa liburan, waktu tempuh jadi lebih lama, yakni 8-10 jam, karena macet. ”Waktu normal seperti sekarang cuma 2,5 jam (pergi-pulang),” katanya.
Sebenarnya kami ingin sampah yang dibuang sudah dipilah, minimal organik dan anorganik.
Dalam rencana jangka menengah, kata Aldiasnur, Pemerintah Kota Bukittinggi menjajaki kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Agam untuk membangun TPA yang lebih dekat. Adapun dari segi personel, armada pengangkut, dan sarana-prasarana lainnya, katanya, masih memadai.
Selain itu, Aldiasnur juga mengakui, perilaku masyarakat yang enggan memilah sampah masih menjadi kendala. Itu tidak hanya menjadi masalah Bukittinggi, tetapi juga nasional. ”Sebenarnya kami ingin sampah yang dibuang sudah dipilah, minimal organik dan anorganik. Itu masih sulit diterapkan di lingkungan masyarakat. Kami terus berusaha untuk itu,” ujarnya.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumbar Darmawi mengatakan, pengelolaan sampah mesti menjadi prioritas utama Pemkot Bukittinggi. Sebab, persoalan kebersihan ini menjadi salah satu hal yang dikeluhkan pengunjung di salah satu ikon wisata Sumbar itu, terutama saat momen libur panjang.
”Kami dari Asita Sumbar mengimbau Pemkot Bukittinggi agar pengelolaan sampah betul-betul diperhatikan. Sebelum Lebaran, 3-4 bulan lalu, (persoalan sampah) sudah jadi polemik sebelumnya bahwa Pemkot Bukittinggi terkesan mengabaikan kebersihan untuk kenyamanan pengunjung wisata,” kata Darmawi.
Menurut Darmawi, saat libur Lebaran kemarin, jumlah wisatawan naik 200 persen, baik dari rantau ataupun provinsi tetangga. Itu berpengaruh pada jumlah sampah yang dihasilkan. Dia menilai, mestinya ada terobosan dari pemkot agar sampah tidak berserakan, baik dari segi petugas, peralatan, maupun manajemen pengelolaan sampah.
Darmawi menambahkan, jika pengelolaan sampah di Bukittinggi sebagai salah satu ikon wisata Sumbar tidak diperhatikan, wisatawan bakal kecewa dan mengeluh. Hal ini dikhawatirkan dapat membuat wisatawan enggan berkunjung lagi. Itu tidak hanya berdampak pada pariwisata Bukittinggi, tetapi juga daerah tetangganya.