Warga Kinipan Sepakat Kadesnya Bayar Utang Jalan yang Jadi Obyek Perkara Korupsi
Pada sidang ke-12 itu tim kuasa hukum terdakwa menghadirkan dua saksi, yakni Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Desa Kinipan Stevanus Isa dan pengawas proyek jalan desa dari CV Pendulangan Junaidi.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sidang kasus dugaan korupsi yang menimpa Kepala Desa Kinipan Willem Hengki berlanjut dengan menghadirkan dua saksi pilihan kuasa hukum terdakwa pada Kamis (19/5/2022). Kedua saksi itu dinilai membantah beberapa pernyataan saksi-saksi pilihan jaksa penuntut umum sebelumnya.
Kasus tersebut bermula saat inspektorat mendapatkan perintah khusus dari Bupati Lamandau untuk memeriksa anggaran Desa Kinipan pada tahun 2020. Dari pemeriksaan itu terdapat temuan pembangunan jalan desa tahun 2019 yang tidak ada dalam anggaran (Kompas, 31 Maret 2022).
Pemeriksaan tersebut kemudian ditindaklanjuti Polres Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, hingga akhirnya Kepala Desa Willem Hengki ditahan setahun lalu dan diadili karena diduga melakukan tindak pidana korupsi terhadap proyek pembangunan jalan usaha tani di Desa Kinipan. Ia dinilai merugikan negara sebesar Rp 261.356.798,57.
Pada sidang ke-12 yang dipimpin Erhammudin juga dua hakim anggota itu, tim kuasa hukum terdakwa menghadirkan dua saksi, yakni Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Desa Kinipan Stevanus Isa dan pengawas proyek jalan desa dari CV Pendulangan Junaidi. Sidang tersebut juga dihadiri jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin Okto Silaen.
Dalam kesaksian Stevanus Isa, ia menjelaskan selama menjabat sebagai Kepala Urusan Kesejahteraan ia pernah hadir dalam pertemuan antara pemerintah desa dan pemilik CV Pendulangan yang saat itu datang untuk menagih utang. Setelah itu, pihaknya menggelar musyawarah perencanaan pembangunan tahun 2019 dalam rapat itu disepakati hutan tahun 2017 itu dibayar pada anggaran tahun 2019.
”Semua yang hadir di situ (musrenbang) setuju, saya pun setuju dengan pembayaran utang itu,” kata Isa.
Isa tahu jalan tersebut dibangun tahun 2017 tetapi karena saat itu dirinya bukan bagian pemerintah desa ia tak tahu persis bagaimana jalan itu dibangun. ”Tetapi saya mendengar memang dari masyarakat bahwa saat itu (2017) ada dibangun Jalan Pahian di sana,” ungkapnya.
Dalam keteranganya, Isa juga menunjukkan beberapa lembar foto yang ia bawa. Foto-foto tersebut, lanjut Isa, merupakan bukti momen kehadiran petugas inspektorat saat melakukan pemeriksaan atau mengukur jalan. Dalam foto-foto itu, tampak dengan leluasa petugas inspektorat melakukan pengukuran jalan.
Secara tidak langsung foto-foto itu juga membantah pernyataan saksi-saksi dari inspektorat yang menyatakan saat dilakukan pengukuran jalan tersebut bahkan tidak bisa dilalui dengan berjalan kaki. ”Saya ada di situ saat pemeriksaan inspektorat di lapangan,” katanya.
Saksi kedua, Junaidi, yang merupakan pengawas dari CV Pendulangan, menjelaskan bahwa dirinya hadir melakukan pengawasan saat proyek itu berlangsung tahun 2017. Namun saat ditanya oleh JPU terkait dasar saksi melakukan pengawasan, Junaidi tidak bisa menjelaskan.
Junaidi mengaku tidak diberikan rencana anggaran biaya (RAB) ataupun pengaturan teknis pembangunan jalan lainnya. ”Saya hanya diberitahukan secara lisan oleh pemilik CV,” ungkapnya.
Walakin, kesaksian Junaidi pun membantah keterangan saksi sebelumnya yang menilai jalan tersebut hanya membutuhkan anggaran Rp 50 juta. Junaidi mengungkapkan dirinya diberikan gaji sebesar Rp 2,5 juta per bulan. Gaji yang sama juga diberikan kepada empat pekerja dari CV, yakni helper, sopir truk, dan tukang angkut minyak. Untuk gaji operator ia mengaku tidak tahu.
Junaidi juga mengungkapkan setiap hari mereka membutuhkan satu drum minyak dengan harga Rp 2,5 juta. Artinya dalam sebulan bisa menghabiskan Rp 75 juta. Itu pun hanya untuk membayar minyak untuk tiga alat berat.
Menanggapi hal tersebut, JPU dari Kejaksaan Lamandau Okto Silaen mengungkapkan, pihaknya tidak menemukan fakta baru dalam persidangan. Menurut dia, saksi yang dihadirkan terdakwa hanya menerangkan pekerjaan jalan tersebut benar adanya dan telah dikerjakan pada tahun 2017.
Menurut Okto, terdakwa tidak dapat memungkiri bahwa secara administrasi perbuatan terdakwa yang menyerahkan uang untuk membayar utang telah menyalahi aturan dan terdakwa tidak dapat membantah dakwaan jaksa.
”Terkait kelebihan bayar pada pekerjaan tersebut sehingga demikian kami dari JPU tetap optimistis dapat membuktikan perbuatan terdakwa sesuai dakwaan kami terdahulu,” ungkap Okto.
Salah satu kuasa hukum terdakwa Parlindungan Hutabarat sebelumnya mengungkapkan, saksi menjelaskan bahwa jalan itu ada dan memiliki asas manfaat, bahkan hingga sampai saat ini. Ia berharap hakim bisa melihat hal itu.
”Willem Hengki yang baru menjabat ini dihadapkan pada utang yang kalau tidak dibayar salah, dibayar malah begini,” ungkap Parlindungan.