Pengunjung Danau Kelimutu Meningkat, Tembus 3.000 Orang Per Hari
Jumlah pengunjung ke Danau Kelimutu terus mengalami peningkatan. Tidak hanya ke Danau Kelimutu, tetapi mereka juga mendatangi desa-desa di sekitar danau. Tetapi butuh pembangunan jalan menuju desa-desa itu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
ENDE, KOMPAS — Jumlah pengunjung ke Danau Kelimutu, Ende, Nusa Tenggara Timur, menembus angka 3.000 orang per hari. Jumlah ini bakal terus naik jika kasus pandemi Covid-19 melandai atau hilang.
Selain itu, jumlah 24 desa wisata binaan Balai TN Kelimutu mulai menggeliat dengan sejumlah usaha dan kunjungan wisatawan. Perlu dukungan infrastruktur jalan menuju sejumlah obyek wisata di desa itu.
Kepala Balai Taman Nasional Danau Kelimutu Hendrik Rani Siga mengatakan, sejak dibuka untuk umum pada 4 September 2021, jumlah pengunjung Danau Kelimutu hingga 16 Mei 2022 memperlihatkan peningkatan cukup signifikan. Kunjungan wisatawan domestik masih mendominasi.
”Pasca-Lebaran 2022, jumlah pengunjung tembus angka 3.000 orang per hari, terhitung pada 3-5 Mei 2022. Kalau hari biasa hanya 50-300 orang per hari,” kata Hendrik, dihubungi Selasa (17/5/2022).
Total jumlah pengunjung sejak 4 September 2021-16 Mei 2022 sebanyak 46.865 orang, terdiri dari 284 pengunjung dari mancanegara dan 46.581 wisatawan domestik.
Tiket masuk kawasan Danau Kelimutu untuk wisatawan domestik Rp 5.000 per orang pada hari biasa dan Rp 7.500 per orang saat hari libur. Adapun untuk wisatawan mancanegara, tiket masuk hari biasa Rp 150.000 per orang dan hari libur Rp 225.000 per orang. Tarif ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kehutanan.
Hendrik memprediksi jumlah kunjungan wisatwan terus meningkat jika kasus Covid-19 terus melandai atau bahkan menghilang. Masyarakat dari provinsi lain bisa melakukan kunjungan ke sejumlah destinasi wisata, termasuk Danau Kelimutu.
Sejauh ini, diakui Hendrik, pembentukan Badan Otorita Labuan Bajo Flores-Lembata tahun 2018 belum memberi dampak terhadap wisata di Ende, termasuk Danau Kelimutu. Pembangunan infrastruktur, sarana, dan prasarana saat ini masih terfokus di Labuan Bajo.
”Namanya Otorita Labuan Bajo Flores Lembata, semoga daerah lain di Flores Lembata tidak diabaikan,” katanya.
Infrastruktur jalan dari Labuan Bajo menuju Kampung Adat Waerebo sepanjang 85 kilometer sebagian besar masih dalam kondisi rusak berat. Sejumlah wisatawan mengeluhkan hal ini saat berkunjung dari Labuan Bajo ke Waerebo. Padahal, kampung adat ini pun sudah masuk dalam salah satu situs warisan dunia oleh Unesco pada 2012 sehingga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.
”Jika tak ada halangan, 1 Juni 2022 Bapak Presiden akan mengunjungi Ende, memperingati Hari Lahir Pancasila. Kita harap dengan kehadiran Bapak Presiden ini sejumlah sarana, parasarana, dan infrastruktur terkait destinasi wisata di Ende dapat dibangun atau ditingkatkan, termasuk sejumlah ruas jalan menuju desa-desa wisata di Ende. Ende juga termasuk salah satu destinasi unggulan di Flores,” kata Hendrik.
Di luar kawasan Danau Kelimutu, Balai Taman Nasional (TN) Kelimutu membina 24 desa adat. Setiap desa terdapat 2-3 kelompok masyarakat adat yang dibina, di antaranya untuk pengembangan sektor pertanian, perkebunan, kerajinan tenun ikat, hortikultura, dan wisata.
Dari 24 desa adat tersebut, empat di antaranya berkembang cukup menjanjikan di sektor pariwisata, yakni Desa Wologai Tengah, yang telah memiliki Perdes soal tarif masuk desa wisata. Selain itu, Desa Detusoko Barat yang terkenal dengan tanaman hortikultura yang bisa dijual secara daring, Desa Pemo dengan sejumlah kerajinan, serta Desa Neo Wula yang memiliki air terjun Buru Esi dengan ketinggian sekitar 20 meter dan tetap mengalir sepanjang tahun. Akses menuju air terjun ini hanya berupa jalan setapak, yang bisa dijangkaui dengan berjalan kaki selama 1,5 jam perjalanan.
”Kita dorong pemkab membangun jalan rabat menuju titik-titik destinasi wisata di setiap desa, seperti air terjun, danau, dan wisata hutan lindung. Salah satu usaha perkebunan, binaan TN Kelimutu, yakni perkebunan stroberi dan edelweiss bagi kelompok petani di desa. Hasil perkebunan ini dijual di pelataran Danau Kelimutu dan tempat lain, menghasilkan uang jutaan rupiah per bulan bagi petani setempat,” katanya.
Kepala Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Saverius Peme Rada berterima kasih kepada Balai TN Kelimutu yang terus melakukan pendampingan terhadap semua desa di sekitar danau, termasuk Desa Pemo. Di Desa Pemo ada dua kelompok masyarakat yang terlibat dalam usaha kerajinan tenun ikat dan sejumlah aksesori bagi wisatawan yang berkunjung. Kelompok usaha ”Du Pemo” dinilai cukup sukses mengembangkan usaha kerajinan di desa itu.
“Wisatawan makin ramai masuk desa, tidak hanya Pemo, tetapi juga sebagian besar desa binaan setelah TN Danau Kelimutu dibuka,” katanya.