Penemuan Bangkai Gajah Tanpa Gading di Aceh Tenggara Diusut
Seekor gajah diduga mati karena tersengat listrik bertegangan tinggi di Kabupaten Aceh Tenggara. Gadingnya raib, diduga diambil untuk diperdagangkan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KUTACANE, KOMPAS — Penemuan bangkai gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) tanpa gading di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, harus diusut. Sejumlah pihak menduga satwa dilindungi itu sengaja dibunuh untuk diambil gadingnya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Hadi Sofyan saat dihubungi pada Selasa (17/5/2022) menuturkan, gajah itu ditemukan mati di perkebunan warga di Desa Bunbun Indah, Kecamatan Leuser, Jumat (13/5).
Diperkirakan gajah jantan berusia 10 tahun itu mati delapan hari sebelum bangkai ditemukan. Kondisi bangkai mulai membusuk. ”Pada skeleton (tengkorak) kepala, terutama pada bagian gading melekat, ditemukan rongga yang seharusnya pada rongga ini melekat gading, tetapi hilang atau dicopot,” kata Hadi.
Hadi menduga gading itu telah diambil oleh seseorang untuk diperjualbelikan. Menyimpan atau memperdagangkan organ satwa lindung merupakan tindak pidana. Ancaman pidananya maksimal 5 tahun penjara. Bangkai gajah itu separuh badannya dikubur, sedangkan separuhnya ditutupi terpal plastik. Bagian perut juga dibelah sehingga pembusukan lebih cepat terjadi.
Hadi menduga gajah tersebut mati karena terkena sengatan kabel listrik. Pada jarak 2 meter dari lokasi bangkai ditemukan kabel listrik telanjang di kebun jagung. Kasus ini menambahkan daftar kematian gajah karena terkena kabel listrik.
Dalam beberapa kasus yang pernah terjadi, pelaku sengaja membunuh gajah dengan memasangi kabel listrik tegangan tinggi di jalur jelajah gajah. Saat gajah tersengat, pelaku mengambil gading atau bagian tubuh lain untuk diperdagangkan. Cara lain adalah membunuh gajah dengan cara menaruh racun dalam buah-buahan. Setelah gajah mati, pelaku mengambil gadingnya untuk diperdagangkan.
Gajah termasuk satwa yang paling banyak diburu untuk diperdagangkan. Gading gajah dari Aceh dijual ke pasar gelap dalam negeri dan luar negeri. Harga sepasang gading puluhan juta rupiah. Data dari BKSDA Aceh, sepanjang 2016-2021, sebanyak 46 gajah di Aceh mati. Pemicu kematian karena konflik, perburuan, dan kematian alami.
Catatan Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh, sepanjang 2020-2021, penegak hukum menangani 18 perkara kejahatan terhadap satwa lindung dengan jumlah tersangka sebanyak 42 orang. Namun, sembilan orang hingga kini masih buron. Dari kajian FJL, sebagian besar putusan hakim masih di bawah tuntutan jaksa.
Hadi mengatakan, kasus kematian gajah tersebut telah dilaporkan kepada Kepolisian Resor Aceh Tenggara. Dia pun berharap kasus ini diusut tuntas agar memberikan efek jera kepada pelaku.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh Komisaris Besar Winardi menuturkan, kasus tersebut sedang ditangani dengan memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti. ”Masih tahap penyelidikan. Sejauh ini ada lima orang yang sudah dimintai keterangan, termasuk pemilik kebun,” katanya.
Program Manager Lembaga Suar Galang Keadilan (LSGK) Missi Muizzan menyatakan, kematian gajah di Aceh Tenggara penyebabnya nonalami sehingga perlu diusut. ”Apalagi, kematian gajah ini karena listrik dan gadingnya hilang. Polisi harus menangkap pelakunya,” ujarnya.
Missi menambahkan, sindikat perdagangan bagian tubuh satwa masih berkeliaran di Aceh. Selain gajah, beberapa jenis satwa yang jadi target adalah harimau, trenggiling, dan burung rangkong. Dia menilai penegakan hukum menunjukkan kemajuan. Kasus yang ditangani semakin banyak dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya. Namun, penegakan hukum belum menyentuh penampung. Pelaku yang ditangkap umumnya pemain lapangan, seperti pemburu atau kurir.