Akademisi: Pemerintah Agar Siapkan Dana Tanggap Darurat Tangani PMK
Untuk menghentikan penularan penyakit mulut dan kuku, hewan ternak yang terkena PMK idealnya dimusnahkan. Namun, pemusnahan itu harus diikuti pemberian ganti rugi kepada peternak.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Untuk menghentikan penularan penyakit mulut dan kuku, hewan ternak yang terkena PMK idealnya dimusnahkan. Namun, pemusnahan itu harus diikuti pemberian ganti rugi kepada peternak yang hewan ternaknya terkena PMK. Oleh karena itu, pemerintah diminta menyiapkan dana tanggap darurat untuk memberikan ganti rugi bagi peternak.
”Segera saja pemerintah dengan cara apa pun menyiapkan dana tanggap darurat untuk memberikan ganti rugi kepada peternak yang hewan ternaknya terkena wabah PMK,” ungkap Guru Besar Bidang Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Raden Wasito saat dihubungi, Selasa (17/5/2022).
Wasito menjelaskan, pemberian obat dan vitamin kepada hewan ternak yang terkena PMK hanya bisa menyembuhkan gejala yang dialami hewan tersebut. Namun, virus penyebab PMK akan tetap ada di dalam tubuhnya. Oleh karena itu, hewan tersebut tetap berpotensi menularkan PMK kepada hewan lainnya.
”Virusnya tetap ada dalam tubuh hewan ternak itu dan dia bisa menjadi carrier atau pembawa virus yang dapat menularkan kepada hewan lain,” ujar Wasito.
Menurut Wasito, sampai saat ini, tidak ada obat yang bisa menghilangkan virus penyebab PMK di dalam tubuh hewan ternak. Hal ini karena virus tersebut berada di dalam sel atau jaringan tubuh hewan. Sementara itu, obat yang diberikan kepada hewan tidak bisa menembus ke dalam sel.
Oleh karena itu, lanjut Wasito, hewan ternak yang terkena PMK idealnya dimusnahkan agar tidak menularkan penyakit itu ke hewan lain. Dia menambahkan, pemusnahan itu idealnya dilakukan dengan pembakaran menggunakan insinerator.
Pemusnahan juga bisa dilakukan dengan memusnahkan hewan ternak, lalu menguburnya dengan kedalaman tertentu. Wasito menyebut, penguburan hewan ternak yang terkena PMK itu harus dilakukan pada kedalaman minimal 1,5 meter. Lokasi penguburan juga harus diberi kapur gamping dan disinfektan untuk mematikan virus penyebab PMK.
Namun, Wasito juga mengingatkan, pemusnahan hewan ternak yang terkena PMK itu harus diikuti dengan pemberian ganti rugi kepada peternak. ”Begitu ada laporan hewan ternak yang sakit, peternak harus segera dikasih uang ganti rugi sesuai dengan harga ternak itu. Lalu hewan ternak itu segera dimusnahkan,” katanya.
Menurut Wasito, jika tidak diberi ganti rugi, peternak pasti akan menolak hewan ternaknya dimusnahkan. Sebab, bagi para peternak, hewan ternak merupakan sumber penghasilan utama.
”Harus diganti rugi sesuai dengan harga hewan ternak. Para peternak itu, kan, hidupnya dari ternaknya. Ternak itu merupakan tabungan utama bagi para peternak,” ujar Wasito.
Hewan ternak yang terkena PMK idealnya dimusnahkan agar tidak menularkan penyakit itu ke hewan lain. Pemusnahan itu idealnya dilakukan dengan pembakaran menggunakan insinerator.
Lalu lintas ternak
Wasito menambahkan, untuk menghentikan penyebaran PMK, pemerintah juga harus menghentikan lalu lintas hewan ternak dari daerah yang terkena wabah PMK. Selain itu, lalu lintas orang dan kendaraan dari daerah wabah harus diawasi secara ketat. Lokasi di sekitar kandang hewan ternak yang terkena PMK juga mesti diberi disinfektan secara benar.
Di sisi lain, pemerintah juga harus melakukan vaksinasi kepada hewan ternak di daerah munculnya wabah PMK. Namun, Wasito mengingatkan, sebelum melakukan vaksinasi di suatu wilayah, pemerintah harus melakukan identifikasi serotipe virus yang menyebar di wilayah tersebut. Sebab, virus penyebab PMK memiliki serotipe berbeda-beda.
Padahal, agar bisa berfungsi dengan efektif, vaksin yang diberikan harus sesuai dengan serotipe virus yang ada. ”Kalau mau dilakukan vaksinasi, kita harus tahu serotipenya apa. Vaksin itu tidak bisa digebyah uyah (disamaratakan),” ujar Wasito.
Sementara itu, kasus PMK juga telah ditemukan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Aris Nugroho mengatakan, ada dua hewan yang positif terkena PMK di kabupaten itu, terdiri dari satu ekor domba dan satu ekor sapi. Dari dua ekor hewan itu, seekor domba yang terjangkit PMK akhirnya mati.
Menurut Aris, dua hewan yang positif PMK itu berlokasi di Desa Pandowan, Kecamatan Galur, Kulon Progo. ”Kondisi sapi yang positif PMK itu mulai membaik,” ujarnya.
Aris menambahkan, selain dua hewan yang positif PMK, ada tujuh domba di Desa Pandowan yang berstatus suspek atau diduga terinfeksi PMK. Tujuh ekor domba itu mengalami gejala berupa demam, luka di mulut, dan sempat tidak mau makan.
Sampel dari tujuh ekor domba itu telah diambil dan dikirim ke Balai Besar Veteriner Wates, Kulon Progo, untuk diperiksa. Pemeriksaan itu bertujuan untuk menentukan apakah tujuh ekor domba tersebut positif tertular PMK atau tidak.
Aris memaparkan, untuk mencegah meluasnya penularan PMK, Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo telah melakukan isolasi terhadap hewan-hewan ternak yang berstatus positif ataupun suspek PMK. Selain itu, pengawasan juga dilakukan di pasar-pasar hewan untuk mendeteksi apakah ada hewan yang terjangkit PMK.