Pembahasan Pemekaran Papua Tak Terbendung
DPR telah menerima surat Presiden yang berisi persetujuan pembahasan tiga RUU pembentukan daerah otonom baru di Papua. Ini artinya pembahasan akan segera dimulai.
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan usulan pemekaran Papua tidak bisa dibendung lagi. Dewan Perwakilan Rakyat akan segera melakukan pembahasan bersama pemerintah karena Presiden Joko Widodo telah setuju untuk membahas tiga rancangan undang-Undang pembentukan daerah otonom baru di Papua. DPR berjanji akan membuka ruang dialog dalam proses pembahasan.
Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/5/2022), mengatakan, pimpinan DPR telah mendapatkan tembusan surat presiden (surpres) terkait usulan pembentukan daerah otonom baru (DOB) Papua. DPR akan segera mengagendakan rapat pimpinan dan rapat Badan Musyawarah (Bamus) agar supres tersebut dapat disampaikan dalam rapat paripurna terdekat.
”Iya, sudah siap kami bahas. Itu sudah final, namanya surpres itu, kan, sudah masuk,” ujar Lodewijk.
Sebelumnya, DPR mengusulkan tiga RUU pembentukan daerah otonom baru (DOB) di Papua kepada pemerintah. Ketiga RUU itu adalah RUU Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU Pembentukan Provinsi Pegunungan Tengah.
Untuk menjawab usulan itu, pemerintah mengirimkan surat presiden (surpres) kepada pimpinan DPR. Isinya persetujuan untuk membahas sekaligus menyampaikan kementerian/lembaga mana saja yang ditugaskan untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan ketiga RUU tersebut.
Lodewijk menyebutkan, ada sejumlah kementerian yang akan dilibatkan dalam pembahasan ketiga RUU tersebut, di antaranya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), serta Kementerian Keuangan.
Baca juga : Upaya Pembentukan Tiga Provinsi Baru di Papua Bergulir di DPR
Meski banyak penolakan terhadap RUU ini, DPR tetap akan membahasnya. Ia berjanji akan menerima segala aspirasi dalam pembahasan ketiga RUU DOB Papua ini. ”Tentunya, namanya aspirasi orang, kan, macam-macam. Kami akan tampung maunya dia apa, nanti akan dibahas di kegiatan selanjutnya,” tuturnya.
Membentuk panitia kerja
Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyampaikan, Komisi II DPR tinggal menunggu surpres dibacakan di rapat paripurna untuk kemudian diserahkan kepada Komisi II untuk dibahas bersama pemerintah.
Ia mengatakan, Komisi II sudah membentuk panitia kerja untuk membahas RUU DOB Papua. Dengan begitu, setelah Komisi II mendapat penugasan, rapat pembahasan bisa langsung segera dijalankan.
Doli melihat, pembahasan RUU DOB harus berjalan cepat karena dinamika di Papua juga semakin tidak kondusif. Ia menargetkan, ketiga RUU itu bisa rampung pada masa sidang ini. Lebih dari itu, RUU juga harus selesai sebelum pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 karena pemekaran ini juga akan membutuhkan dana APBN.
”Jadi, artinya harus ada pengambilan keputusan yang cepat,” kata Doli.
DPR berjanji pembahasan ketiga RUU ini akan berlangsung secara transparan dan terbuka sehingga publik juga bisa ikut mengawasi prosesnya. Setiap masukan publik juga akan dipertimbangkan dalam pembahasan. ”Yang namanya pembahasan UU, kan, pastinya ada uji publik, ada hearing, kita mendengarkan pendapat,” kata Doli.
DPR berjanji pembahasan ketiga RUU ini akan berlangsung secara transparan dan terbuka sehingga publik juga bisa ikut mengawasi prosesnya. Setiap masukan publik juga akan dipertimbangkan dalam pembahasan
Bahkan, sebelumnya, ia mengaku secara informal sudah datang ke Papua untuk berkonsolidasi dengan kepala-kepala daerah dan panitia-panitia pemekaran. Tak hanya itu, beberapa kelompok yang masih belum terima sepenuhnya dengan RUU DOB juga ikut ditemui. Namun, ia mengklaim, sebagian besar masyarakat mendukung pemekaran tersebut.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Junimart Girsang membenarkan, Komisi II sudah membentuk tiga panja untuk membahas tiga RUU DOB Papua. ”Kami sudah bentuk panja untuk itu. Sembari menunggu surpres turun, kami melakukan konsolidasi di internal Komisi II DPR,” tuturnya.
Baca juga : MRP Ingin Didengarkan Suaranya Terkait Pemekaran Wilayah Papua
Junimart menuturkan, sebelum ada surpres, tiga panja yang dibentuk Komisi II belum bisa bekerja. Sebab, surpres tersebut menjadi dasar panja bekerja membahas tiga RUU DOB tersebut bersama pemerintah.
Ditanya mengenai usulan DPR dalam pemekaran Papua yang diwarnai pro dan kontra dari masyarakat Papua, Junimart menilai hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Pro dan kontra bahkan sudah terjadi sejak pembahasan revisi UU Otonomi Khusus Papua.
”Ini, kan, perintahnya UU Otsus, pro dan kontra dari dulu sejak revisi UU Otsus. Kenapa begitu, karena banyak kepentingan, kepentingan subyektif, obyektif, politik, dan ada juga kepentingan pecah-belah,” kata Junimart.
Junimart juga belum dapat memastikan apakah Majelis Rakyat Papua (MRP) yang selama ini menyuarakan penundaan pemekaran Papua akan diundang di dalam pembahasan tiga RUU tersebut. Komisi II DPR akan lebih lanjut membahas tentang siapa saja yang akan diundang di dalam pembahasan. Ia juga menegaskan, pemekaran Papua itu sesuai dengan permintaan atau aspirasi rakyat Papua yang diterima oleh Komisi II DPR.
”Kami kan wakil rakyat, dan maunya rakyat dimekarkan, ya, kita mekarkan. Sekarang kan banyak permintaan itu, seperti di Sumut, itu nanti kita pelajari dulu, dan harus ada kajian akademis dulu,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik membenarkan bahwa surpres sudah ditandatangani Presiden. Daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah akan secepatnya diserahkan ke DPR. ”Masa sidang ini siap dibahas,” katanya.
Akmal menyampaikan, pemerintah hingga kini belum membuka keran moratorium pemekaran, sementara pemekaran Papua merupakan amanat undang-undang. Dalam Pasal 76 UU Otsus Papua disebutkan, pemekaran bisa dilakukan dengan pendekatan pemerintah pusat.
Ia mengatakan, pemekaran satu provinsi minimal membutuhkan Rp 1,8 triliun dari APBN dan hingga saat ini, ada 55 provinsi yang mengajukan daerah otonom baru. ”Bayangkan 55 daerah dikalikan Rp 1,8 triliun, apalagi kondisi keuangan seperti sekarang ini. Jadi belum tahu kapan moratorium bakal dibuka, kuncinya tergantung pada kekuatan keuangan negara,” ucapnya.