Pembiaran Berlarut Pemda Perparah Serbuan Angkutan Batubara di Jambi
Selama bertahun-tahun, ribuan angkutan batubara yang belum terdaftar dibiarkan tetap beroperasi memenuhi jalan publik. Tak pernah ditertibkan oleh pemerintah daerah.
BATANGHARI, KOMPAS — Dari 8.000-an angkutan batubara yang melintasi jalan negara di Jambi, 70 persen di antaranya belum terdaftar. Masifnya angkutan yang datang dari luar daerah menyebabkan kemacetan parah berkepanjangan.
Ketua Pelaksana Harian Pengemudi Angkutan Batubara Provinsi Jambi Ning Nawi mengatakan, ada 8.000-an angkutan memenuhi jalan negara di Jambi untuk membawa hasil tambang batubara menuju pelabuhan. Namun, sebagian besar belum terdaftar serta belum berafiliasi dalam izin usaha pertambangan dan jasa pertambangan.
”Sebagian besar angkutan batubara ini belum punya nomor lambung atau belum terdaftar,” ujarnya, Minggu (15/5/2022).
Baca juga: Uang Negara Triliunan Rupiah Tersedot Subsidi BBM Angkutan Batubara
Kondisi itu, lanjutnya, selama bertahun-tahun dibiarkan. Tak pernah ditertibkan oleh pemerintah di daerah. Akibatnya, ”serbuan” angkutan yang tak terdaftar itu semakin masif.
Kondisi kemacetan belakang ini, lanjutnya, lebih buruk dibandingkan sepuluh tahun lalu saat berlaku pembatasan jumlah angkutan batubara yang melintas. ”Kalau dulu, kan, angkutan batubara yang melintas dibatasi maksimal 3.500 truk per hari. Kalau sekarang tidak ada pembatasan. Akibatnya macet lebih parah di mana-mana,” katanya.
Ketidaktegasan pemerintah daerah, lanjutnya, tidak hanya merugikan masyarakat pengguna jalan. Pengemudi angkutan batubara turut dirugikan karena ongkos bakan bakar jadi membengkak. Ia menyebut kalau dulu biaya bahan bakar sekitar Rp 270.000 per trip. ”Kalau sekarang biaya minyak bengkak jadi Rp 350.000 per trip karena macetnya parah,” lanjutnya.
Baca juga: Jalan Umum Kembali Diserbu Ribuan Angkutan Batubara
Sabtu malam hingga Minggu dini hari, kemacetan akibat konvoi angkutan batubara masih terjadi di jalur Muara Temberi menuju Simpang Karmeo di Kabupaten Batanghari. Pada pengemudi angkutan pribadi harus nekat menyalip supaya bisa memotong antrean panjang kendaraan.
Ahmad, pengemudi angkutan travel tujuan Jambi-Kerinci, mengatakan para pengguna jalan dari Kota Jambi menuju Merangin dan Kerinci setiap hari mengeluh karena persoalan kemacetan yang tidak kunjung tertangani. Kemacetan menyebabkan waktu tempuh molor dua hingga empat jam. ”Kalau dulu, dari Jambi ke Kerinci bisa ditempuh 8 jam. Kalau sekarang bisa 10 hingga 12 jam,” kata
Kepala Biro Ekonomi Pemerintah Provinsi Jambi Johansyah mengatakan, untuk mengatasi persoalan itu sudah dilakukan rangkaian rapat koordinasi para pemangku pihak. Hasilnya, Gubernur Jambi telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Penataan dan Pengaturan Lalu Lintas Angkutan Batubara di Provinsi Jambi.
Isi surat edaran itu, antara lain, setiap kendaraan pengangkut batubara diminta tidak keluar dari lokasi tambang atau berada di jalan umum sebelum pukul 18.00 WIB setiap harinya. Selain itu, setiap angkutan batubara wajib memiliki izin usaha pertambangan (IUP), izin pengangkutan dan penjualan (IPP) batubara, dan/atau izin usaha jasa pertambangan (IUJP) batubara.
”Jadi setiap angkutan batubara harus terafiliasi dengan perusahaan pemegang IUP. Operasionalnya menjadi tanggung jawab pemegang IUP, termasuk perihal jam operasional, batas maksimum muatan, dan ketertiban di jalan raya,” jelasnya.
Baca juga: Dirut Pertamina: Angkutan Batubara Dilarang Mengisi Solar Bersubsidi
Atas pelanggaran yang terjadi, lanjutnya, akan dikenakan sanksi pada pemegang IUP. Sanksinya berupa penghentian sementara waktu operasi produksi sampai pencabutan izin, sebagaimana yang tertuang dalam peraturan Menteri ESDM.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Jambi Ismed Wijaya mengatakan, ada 6.000-an unit pengangkut batubara beroperasi di Jambi. Dari jumlah tersebut, hanya 1.500-an unit yang telah terdata pemda. ”Selebihnya belum terdata,” ujarnya.