Mitigasi Konflik, Gajah Sumatera di Sumsel Dipasangi Kalung GPS
BKSDA Sumatera Selatan bersama APP Sinar Mas memasang dua kalung sistem pemosisi global. Langkah ini untuk meminimalisasi konflik gajah dan manusia.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Tiga gajah jinak dari Pusat Pelatihan Gajah Minas, Riau, didatangkan ke wilayah Muara Tabir, Kabupaten Tebo, Jambi, untuk menggiring gajah-gajah liar menuju habitat baru dalam proses translokasi gajah, Rabu (26/9/2018).
KAYU AGUNG, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Selatan bersama APP Sinar Mas memasang dua kalung sistem pemosisi global pada dua ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) liar yang hidup berkelompok di kawasan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Alat ini untuk memantau pergerakan satwa sebagai upaya mitigasi konflik satwa-manusia.
Hal ini disampaikan Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Ujang Wisnu Barata, di Palembang, Kamis (12/5/2022). Kalung sistem pemosisi global (GPS collar) itu akan dipasang pada dua gajah yang hidup berkelompok. Saat ini kelompok gajah tersebut sedang berkeliaran di Desa Simpang Heran, Kecamatan Air Sugihan.
Pemasangan GPS collar diperkirakan membutuhkan waktu sekitar tiga hari sejak tanggal 13-15 Mei 2022 tergantung keberadaan gajah itu sendiri. Adapun pelibatan perusahaan dalam tim ini karena kelompok gajah tersebut berada di area konsesi APP Sinar Mas.
Tujuan pemasangan alat ini untuk memantau pergerakan kelompok gajah sumatera sebagai upaya mitigasi konflik antara manusia dan satwa dilindungi. Kelompok gajah yang akan dipasangi GPS collar kali ini merupakan kelompok yang pernah berkonflik dengan manusia pada Rabu (4/5/2020).
Kelompok gajah tersebut menyerang dua warga, salah satunya adalah seorang Bintara Pembina Desa TNI bernama Iskandar Zulkarnaen yang gugur karena diserang gajah liar di Desa Banyu Biru (Jalur 27), Kecamatan Air Sugihan.
Pemetaan wilayah jelajah gajah sangat diperlukan untuk mendeteksi kebiasaan gajah dalam menjelajahi wilayahnya. ”Biasanya kelompok gajah akan melewati jalur yang sama ketika menjelajahi sebuah wilayah,” kata Ujang.
Ketika kelompok gajah itu masuk ke permukiman, warga bisa diperingatkan agar lebih waspada dan menyiapkan diri. ”Dengan begitu, konflik antara manusia dan gajah bisa diminimalisasi,” ucapnya.
Pemasangan GPS collar pada gajah di Sumsel pertama kali dilakukan pada Oktober 2021. Meli (12), gajah betina di Kecamatan Mekakau Ilir, Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, dipasangi alat ini karena ia kerap berkonflik dengan warga di daerah yang dilewatinya. Dengan alat tersebut, lanjut Ujang, petugas bisa memantau pergerakan Meli setiap enam jam sekali.
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Gajah memasuki area Conservation Respon Unit Trumon, Aceh Selatan, Aceh, Kamis (23/1/2019).
Jika memungkinkan, Ujang berharap lebih banyak lagi gajah di Sumsel yang dipasangi GPS collar lantaran populasi gajah di Sumsel cukup banyak. Tercatat ada sembilan kantong habitat gajah di Sumatera Selatan dengan jumlah sekitar 200 gajah.
Keberadaan mereka harus terus dipantau demi keselamatan satwa dan warga. Melihat populasi gajah itu, Ujang memperkirakan, masih dibutuhkan empat GPS collar lagi untuk disematkan di sejumlah individu yang hidup berkelompok.
Untuk pemasangan GPS collar kali ini, tim harus melakukan observasi terlebih dahulu selama tiga bulan.
Dalam memasang GPS collar, BKSDA Sumsel melibatkan sejumlah pihak yang berkompeten karena gajah merupakan satwa yang cukup sensitif. Salah mengambil tindakan bisa membahayakan jiwa petugas. ”Bahkan, untuk pemasangan GPS collar kali ini, tim harus melakukan observasi terlebih dahulu selama tiga bulan,” kata Ujang.
Beberapa pihak yang terlihat adalah Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Jejaring Hutan Satwa (PJHS), dokter hewan, dan penembak bius yang sudah berpengalaman. Ketua PJHS Syamsuardi mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemasangan GPS collar di beberapa wilayah, seperti Riau, Sumsel, dan Kalimantan Tengah. Karakter gajah di Sumsel ia nilai jauh lebih tenang dibanding daerah lain.
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Gajah jinak sedang mandi di Conservation Respon Unit Trumon, Aceh Selatan, Aceh, Kamis (23/1/2019).
Meskipun begitu, ujar Syamsuardi, proses pemasangan GPS collar harus tetap mengedepankan keselamatan petugas dan individu gajah. Pemasangan GPS collar pada gajah yang hidup berkelompok juga menggunakan strategi khusus dengan dipisahkan dulu dari kawanan sebelum dibius. Ketika gajah tidak sadar itulah GPS collar dikalungkan ke lehernya.
Pembiusan juga harus menggunakan obat dengan dosis yang tepat agar tidak membahayakan gajah. Di sinilah keahlian dokter hewan yang telah berpengalaman sangat diperlukan.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Sumsel Aziz Abdul Latif Muslim mengatakan, teknologiGPS collarcukup efektif untuk memantau pergerakan gajah dari hari ke hari. Dia mencontohkan, untuk gajah Meli yang telah disematkanGPS collar terpantau kerap menjelajahi sembilan desa di Kecamatan Mekakau Ilir, Kabupaten OKU Selatan.
Namun, dari sembilan desa tersebut, hanya lima desa yang didatangi gajah Meli secara intensif. Berdasarkan data ini, ujar Aziz, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemerintah desa dalam melakukan tindakan yang tidak membahayakan gajah Meli. Di sisi lain, teknologi ini juga sangat bermanfaat untuk membantu petugas memantau keberadaan gajah jika telanjur terjadi konflik.