Pemerintah Kota Jambi berjanji akan membangunkan gedung SDN 164 yang hangus terbakar pada Sabtu lalu. Anggarannya diharapkan bisa mengalir akhir tahun ini.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Musibah yang kedua kalinya melanda SDN 164 Kota Jambi membawa duka mendalam pada Mistuti (47). Seluruh kenangan pun melayang-layang seiring abu yang berhamburan di udara.
”Semuanya terbakar. Tidak ada yang tersisa di sana,” ujarnya sembari menitikkan air mata, Senin (9/5/2022).
Kebakaran yang melahap sekolah panggung kayu itu bagai tak memberi ampun. Bangunan sekolah rata oleh tanah, menyisakan seng yang tinggal rongsokan. Meja, kursi, papan tulis, dan berbagai alat peraga telah hangus. Begitu pula buku-buku, dokumen penting sekolah, hingga tanaman dalam pot.
SDN 164 dibangun pada 1985. Sekolah itu menjadi salah satu bangunan sekolah tertua di Kota Jambi. Berdiri di atas hamparan rawa, dengan tonggak-tonggak fondasi tinggi dari kayu bulian. Begitu pula lantai dan bangunan sekolah, semuanya dibangun dari kayu bulian.”
Di musim hujan, tampaklah sekolah berada di tengah-tengah rawa yang menggenang tinggi, membawa sekolah dikenal dengan sebutan ”Sekolah Kolam Kampung”.
Seingat Mistuti, yang 26 tahun terakhir mengabdi sebagai pendidik di sana, belum sekali pun ada perbaikan bangunan sekolah. Meskipun bukan dibangun dari batu atau beton, sekolah yang dibangun dari kayu bulian cukup kokoh.
Baru delapan tahun silam, musibah pertama melanda sekolah. Lantai halaman sekolah ambruk kala itu. Para siswa yang tengah berkumpul saat pembagian hadiah lomba peringatan HUT RI panik. Beberapa di antara mereka jatuh ke bawah lantai kayu yang tak lain rawa berair payau. Mereka dirawat di Rumah Sakit Bratanata Jambi.
Tak lama setelah kejadian itu, perbaikan dilakukan. Jalan di lorong masuk menuju sekolah yang semula dibangun dari jalinan kayu, digantikan semen. Dibangunkan pula satu bangunan baru dari batu.
Pada musibah kedua yang terjadi Sabtu malam lalu, tak hanya lantai yang ambruk melainkan seluruh bangunan. Kebakaran itu mengagetkan pada guru dan siswa.
”Malam itu anak-anak menelepon. Memberi tahu sekolah kami terbakar. Saya langsung cepat-cepat menuju sekolah,” kenangnya.
Setiba di sekolah, api telah membubung tinggi. Petugas pemadam berjuang menyekat api agar tidak menjalar.
Keesokan paginya, mereka kembali melihat kondisi sekolah. Bangunan panggung telah rata oleh tanah. Sementara bangunan yang baru dari batu masih berdiri meski dalam kondisi hangus. Kaca-kaca jendalanya turut pecah bersamaan buku-buku pelajaran yang habis terbakar. Hingga kini, penyebab kebakaran masih dalam penyelidikan kepolisian.
Kepala Sekolah SDN 164 Mamei Naton Sarah hanya mendapatkan cerita dari warga sekitar. Api diduga muncul dari rumah panggung warga yang tinggal di dekat sekolah itu. Saat itu, angin bertiup cukup kencang sehingga api dengan cepat merambat.
Kini, sebanyak 85 siswa SDN 164 menantikan ruang belajar pengganti. Sebagai tempat sementara, kegiatan belajar-mengajar diungsikan ke SDN 190 Kota Jambi, yang berjarak 500 meter. Kegiatan belajar-mengajar dilangsungkan bergantian bagi siswa kedua sekolah. ”Pagi harinya, kelas diisi siswa SDN 190, sedangkan siang harinya oleh siswa SDN 164,” ujar Maulana, Wakil Wali Kota Jambi.
Maulana juga berjanji akan membangunkan kembali sekolah yang terbakar. Namun, pembangunannya masih menunggu alokasi anggaran. Perihal ini akan dibahas lebih lanjut dengan legislatif.
Komisi IV DPRD Kota Jambi yang melihat langsung kondisi sekolah setelah terbakar, berencana mendorong percepatan alokasi anggaran untuk pembangunan sekolah itu. ”Kami akan usulkan agar pembangunannya bisa dilaksanakan lewat APBD Perubahan,” ujar Jasrul dari Komisi IV DPRD Kota Jambi. Sehingga, pembangunan bisa berjalan setidaknya pada akhir tahun ini.
SDN 164 merupakan satu dari puluhan sekolah panggung yang tersisa di Kota Jambi. Tahun 2015 lalu, Wali Kota Jambi Syarif Fasha menyebut ada 28 sekolah yang bangunannya berpanggung kayu. Gedung sekolah-sekolah itu butuh untuk dibangun permanen. Pihaknya akan mengupayakan pembangunan baru secara bertahap.
Menurut Mistuti, baik guru dan murid sangat berharap sekolah mereka akan kembali dibangun. Namun, mereka tidak mempersoalkan kondisi bangunan apakah beton ataupun kayu. Yang terpenting bagi mereka adalah dapat belajar dan mengajar dengan aman, nyaman, serta dengan fasilitas pendukung yang memadai.
“Bangunan megah bukan yang utama. Yang penting, kami bisa belajar dan diperlengkapi buku-buku penunjang dan bahan ajar. Juga perpustakaan. Itu sudah cukup untuk kami,” katanya.