Dituduh Curi Sawit Perusahaan, Petani di Katingan Bebas Setelah Kasus Dihentikan
Dituduh mencuri sawit milik perusahaan perkebunan, Jaya, warga Tumbang Kalemei, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, kini bebas setelah kasusnya dihentikan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Jaya, petani asal Tumbang Kalemei, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, kini merasakan udara bebas setelah sempat ditahan 22 hari di kepolisian karena dituduh mencuri sawit di sebuah perusahaan perkebunan sawit. Kasusnya kini dihentikan karena polisi kekurangan bukti. Pihak perusahaan pun dinilai tidak bisa memastikan kawasan lokasi yang dianggap dicuri.
Kepala Kepolisian Resor Katingan Ajun Komisaris Besar Sonny Bhakti Wibowo membenarkan bahwa pihaknya mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap Jaya yang sebelumnya sempat ditetapkan sebagai tersangka kasus pencurian buah sawit. Sonny menilai pihaknya kekurangan alat bukti untuk melanjutkan kasus tersebut.
”Prosesnya sudah sesuai mekanisme gelar perkara, ada beberapa poin yang memang kami simpulkan masih belum cukup bukti untuk bisa kami ajukan (limpahkan) sehingga dalam hal ini sementara kasus kami SP3,” kata Sonny yang dihubungi melalui telepon, Selasa (10/5/2022).
Sonny menambahkan, salah satu pertimbangan mengeluarkan SP3 karena kesesuaian tempat terjadinya perkara yang masih belum bisa dipastikan. Pihak perusahaan, lanjut Sonny, masih perlu melakukan pendalaman sehingga minim bukti.
”Saat mereka ditangkap, pihak keamanan PT KDP masih butuh pendalaman karena setelah ditangkap lalu diserahkan ke polsek setempat,” kata Sonny.
Jaya, saat dihubungi melalui telepon, mengungkapkan, dirinya ditangkap pada pada 3 Maret 2022 saat pulang mengambil buah sawit dari kebun milik Kepala Desa Tumbang Kaleme Nurjaya Suka. Setelah mengendarai mobil sekitar 4 kilometer dari kebun milik Nurjaya, dirinya ditangkap pihak keamanan PT Karya Dwi Putra (KDP) dan langsung dibawa ke polsek setempat.
”Itu bukan sawit punya perusahaan, saya disuruh Pak Kades mengambil sawit yang sudah dipanen dari kebunnya,” ujar Jaya.
Jaya menambahkan, dirinya sempat ditahan selama 22 hari sampai ia dijamin oleh keluarga sehingga mendapatkan penangguhan penahanan. Kemudian, ia mendapatkan surat penghentian penyidikan dari Polres Katingan pada 25 April 2022.
”Saya bersyukur bisa bebas, tetapi perusahaan harus ganti rugi karena mereka menangkap saya tanpa bukti, mereka harus tanggung jawab, apalagi karena merusak nama baik saya,” kata Jaya.
Jaya menilai perusahaan salah tangkap. Ia berencana akan membawa kasus itu ke pemuka adat agar perusahaan diberi sanksi. ”Saat ditangkap, saya sempat dipukul satu kali di bagian wajah saya,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, pada Selasa siang pihak PT KDP bertemu dengan wartawan di Palangkaraya, ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah, dan memberikan keterangannya, baik tertulis maupun lisan.
Saya bersyukur bisa bebas, tetapi perusahaan harus ganti rugi karena mereka menangkap saya tanpa bukti, mereka harus tanggung jawab, apalagi karena merusak nama baik saya,
Manajer Social, Security and Litigation (SSL) PT KDP Kus Hermawan Bramasto, lewat keterangan tertulis, menyampaikan, pihaknya melakukan penangkapan karena pihak keamanan melihat cahaya lampu senter dari dalam kebun dan suara orang mengangkut sawit. Tim patrol itu melihat ada tiga orang yang sedang mengambil dan memuat buah sawit ke sebuah mobil pikap.
Lokasi tempat pengambilan itu, lanjut Bramasto, berada di Blok P40 Afdeling KKC 2 PT KDP. Kawasan itu menurut dia masuk dalam kawasan izin perusahaan. Tim patroli kemudian melaporkan ke humas perusahaan dan pihak humas langsung menghubungi pihak kepolisian.
Jumlah sawit yang diambil, kata Bramasto, mencapai 1,6 ton. Pihaknya merasakan kerugian dan melaporkan hal itu ke kepolisian. Namun, hingga kini pihaknya belum menerima dan belum mengetahui ada penghentian penyidikan.
”Dalam hal ini, kami yang rugi karena pencurian itu. Yang kami tahu sudah jadi tersangka, lalu kami dengar kabar ada penangguhan penahanan, tapi kalau soal SP3 kami belum terima salinan suratnya sampai sekarang,” tutur Bramasto.
Salah satu staf SSL PT KDP, Ramot Siagian, mengungkapkan, lokasi tempat terjadinya perkara berada di kawasan izin milik perusahaan. Namun, saat ditanya soal hak guna usaha (HGU), Ramot menjawab belum mengetahui hal tersebut. ”Intinya (lokasi) itu ada di dalam kawasan izin perusahaan,” ujarnya.
Ramot mengungkapkan, pihaknya juga belum akan mengambil langkah hukum terkait penghentian penyidikan dari pihak polisi. ”Kami enggak bisa mengambil langkah hukum apa pun, surat (SP3)-nya saja kami belum dapat,” ujarnya.