Lebaran Picu Inflasi Kota Malang Tertinggi di Jawa Timur
Persiapan masyarakat menyambut Lebaran 2022 memicu tingginya inflasi di Kota Malang pada periode April 2022. Hal ini menjadi salah satu sinyal perekonomian masyarakat terus bergerak seusai dua tahun dibekap pandemi.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Persiapan masyarakat menyambut Lebaran 2022 memicu inflasi yang tinggi di Kota Malang pada periode April 2022. Hal ini menjadi salah satu sinyal perekonomian masyarakat terus bergerak seusai dua tahun dibekap pandemi.
Hal itu terungkap dalam rilis Berita Resmi Statistik Mei 2022 Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang, Senin, (9/5/2022). Dalam rilis BPS secara virtual itu terungkap bahwa inflasi Kota Malang selama April 2022 tertinggi di antara kabupaten/kota di Jawa Timur, yaitu sebesar 1,44 persen. Adapun inflasi terendah di Jatim terjadi di Sumenep dengan angka 0,95 persen.
Inflasi bulanan Kota Malang untuk April 2022 tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan inflasi bulanan Jawa Timur, yakni 1,05 persen dan inflasi nasional yakni 0,95 persen.
Menurut kelompok pengeluaran, inflasi tertinggi terlihat pada kelompok transportasi sebesar 4,24 persen diikuti makanan, minuman, dan tembakau sebesar 2,53 persen. Setelah itu berturut-turut diikuti oleh kelompok penyedia makanan dan minuman/restoran (1,2 persen), perlengkapan dan pemeliharaan rumah (0,9 persen), perawatan pribadi dan jasa lain (0,9 persen), rekreasi, olahraga dan budaya (0,85 persen), perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga (0,35 persen), kesehatan (0,27 persen), pakaian dan alas kaki (0,2 persen), dan lainnya.
”Persiapan masyarakat menjelang Lebaran tahun ini, sangat terasa andilnya untuk inflasi di Kota Malang. Beberapa komponen penyumbang inflasi tampak sekali terkait dengan aktivitas itu,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang Erny Fatma, Senin.
Erny menyebut, 10 komponen penyumbang inflasi di Kota Malang kali ini adalah minyak goreng (menyumbang andil 0,33 persen), bensin (menyumbang andil 0,27 persen), angkutan udara (menyumbang andil 0,19 persen), daging sapi (menyumbang andil 0,08 persen), dan daging ayam ras (menyumbang andil 0,06 persen).
Selain itu kontrak rumah (menyumbang andil 0,05 persen), mobil (menyumbang andil 0,05 persen), kue kering berminyak (menyumbang andil 0,05 persen), nasi dengan lauk (menyumbang andil 0,03), ayam hidup (menyumbang andil 0,03 persen), dan lainnya.
Komponen-komponen itu kebanyakan merupakan kebutuhan Lebaran. ”Misalnya untuk ayam hidup, orang yakin bahwa membeli ayam kampung hidup untuk opor ayam lebih nikmati bila dibandingkan dengan ayam potong di pasar,” kata Erny.
Adapun pada kelompok pengeluaran perumahan, misalnya, inflasi disumbang oleh pembelian cat rumah, batubata, pembelian semen, besi beton, dan seterusnya. Diperkirakan kebutuhan itu merupakan bagian dari persiapan masyarakat dalam menghias rumah menjelang Lebaran.
Orang yakin bahwa membeli ayam kampung hidup untuk opor ayam lebih nikmati bila dibandingkan dengan ayam potong di pasar. (Erny Fatma)
Pelonggaran aktivitas dan mobilitas masyarakat pun menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi bulanan Kota Malang ini sehingga kebutuhan akan bahan bakar minyak, kebutuhan terkait mobil, cukup tinggi. Inflasi pada kelompok transportasi sebesar 4,24 persen.
Wildan Syafitri, Ekonom Universitas Brawijaya Malang mengatakan, inflasi bulanan Kota Malang tertinggi di Jatim itu, menurut dia, merupakan sinyal kuat terus bergeraknya perekonomian warga Kota Malang seusai pandemi.
”Kota Malang selama ini bergantung pada pariwisata dan mobilitas orang, termasuk pada masyarakat migran yang tinggal di sana. Makanya pada pandemi tahun lalu, inflasi Kota Malang, termasuk terendah se-Jatim. Dan saat mobilitas masyarakat mulai tinggi, sangat masuk akal jika Kota Malang mengalami inflasi tertinggi,” katanya.
Berdasarkan data BPS Kota Malang, inflasi bulanan Kota Malang pada April tahun 2020 adalah -0,12 persen dan pada April 2021 sebesar 0,10 persen.
Wildan berharap, inflasi bulanan kali ini akan tetap terkendali sehingga membawa dampak positif pada warga Kota Malang. ”Selama inflasi rata-rata tidak di atas 3 persen, masih bisa dibilang aman. Inflasi bulanan ini menunjukkan aktivitas di Kota Malang mulai dinamis,” katanya. Hal itu terbukti dari komponen penyumbang inflasi, yakni sektor transportasi, makanan dan minuman, serta perawatan diri.