Berkah Lebaran bagi Penjaja Kuliner di Palembang
Lebaran 2022 mencurahkan berkah bagi pelaku industri pariwisata, termasuk pedagang pempek dan durian di Palembang, Sumatera Selatan. Omzet mereka melesat hingga empat kali lipat dibanding kondisi normal.
Libur Lebaran 2022 mencurahkan berkah bagi pelaku industri pariwisata, terutama pedagang pempek di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Pendapatan mereka melesat. Kondisi ini diharapkan turut memulihkan geliat pariwisata di Sumsel yang dua tahun terakhir terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Happy (32) tampak cekatan mengolah adonan pempek berbahan campuran sagu, garam, air, gula, dan ikan gabus di warungnya yang diberi nama Pempek 311, Minggu (8/5/2022). Warung itu terletak di kawasan 10 Ulu, Palembang, tepat di samping Kelenteng Tri Dharma Chandra Nadi (Soei Goeat Kiang).
Dengan celemek berlumuran tepung sagu, Happy membagi adonan menjadi bulatan-bulatan kecil, kemudian menekan bulatan itu dengan jari manis. Di ruang bekas jarinya itu, dituangkan cairan kuning telur, lalu ditutup. Jadilah adonan pempek telok kecik (telor kecil). Dari satu kilogram (kg) adonan, dia bisa menghasilkan 60 buah pempek ukuran kecil.
Hasil adonan kemudian direbus dalam air mendidih. Sesekali dia meninggalkan adonannya sejenak untuk melayani pembeli yang makan di warungnya. Bersama suaminya, dia melayani para pelanggan yang tidak hanya datang dari sekitar Palembang, tetapi juga luar Sumatera Selatan. Pada masa Lebaran ini, Happy dan suaminya bekerja lebih keras karena pesanan terus mengalir dari sejumlah daerah.
Adonan pempek yang dibuat pun semakin banyak. Dalam kondisi biasa, Happy membuat sekitar 5 kg adonan pempek setiap hari dengan omzet sekitar Rp 1 juta per hari. Namun, di masa libur Lebaran ini, dia membuat hingga 30 kg adonan dengan omzet Rp 5,5 juta per hari. Tak ayal, waktu kerjanya pun bertambah. Biasanya, Happy hanya melayani pembeli dari pukul 09.00-20.00. Namun kini, dia harus kerja lembur hingga pukul 02.00.
Bahkan, lonjakan pemesanan membuat Happy tidak bisa menikmati Lebaran lebih lama. ”Saya dan suami hanya pulang kampung ke Jalur (kawasan Banyuasin) selama dua hari Lebaran. Hari ketiga saya langsung pulang karena sudah banyak yang pesan,” ucapnya.
Terus mengadon pempek hingga malam juga membuat badannya terasa sakit. ”Setiap pulang dari warung, kaki saya pegal-pegal karena terlalu lama duduk untuk mengadon pempek,” katanya. Namun, rasa sakit itu terobati karena banyaknya pesanan menghampiri. Bagi Happy, itu menjadi berkah setelah dua tahun terakhir warungnya sepi akibat pandemi.
Lonjakan pembelian mulai terasa pada tiga hari setelah Lebaran. Pembeli datang dari sejumlah daerah, seperti Lampung, Batam, Pekanbaru, dan Jakarta. ”Mereka (pembeli) biasanya membawa pempek sebagai oleh-oleh,” ujarnya.
Di warungnya, Happy menjual beragam paket pempek. Namun, yang paling laris adalah paket seharga Rp 100.000 berisi 34 pempek berbagai jenis, seperti pempek adaan, lenjer, kapal selam, dan pempek telor.
Kondisi serupa dialami Nurhayati (64), pemilik Pempek Hesty di Sentra Kampung Pempek, Jalan Mujahiddin, kawasan 26 Ilir, Palembang, juga merasakan berkah serupa. Pendapatannya meningkat hingga empat kali lipat dibanding hari normal.
Di masa Ramadhan dan Lebaran, dia bisa menjual sekitar 400 kg adonan pempek per hari dengan omzet sekitar Rp 36 juta per hari. Angka tersebut melambung dibandingkan kondisi normal yang hanya 150 kg adonan per hari dengan omzet sekitar Rp 10 juta. Nurhayati mengakui, nilai ini melebihi kondisi Lebaran sebelum pandemi. ”Sekarang banyak orang yang mudik karena telah memendam keinginan sejak dua tahun lalu,” katanya.
Baca juga : Pempek Palembang Menolak Tenggelam
Luar kota
Pembeli pempek datang dari sejumlah daerah, seperti Semarang, Jakarta, Bandung, Medan, Batam, Pekanbaru, dan Lampung. Oleh karena perjalanan mereka yang sangat jauh, Nurhayati membuat layanan paket vakum sehingga pempek bisa bertahan lebih lama selama perjalanan. ”Dengan teknologi vakum, pempek bisa bertahan hingga empat hari. Jauh lebih lama dibanding hanya dilumuri terigu atau minyak yang hanya bisa bertahan paling lama dua hari,” jelas Nurhayati.
Harga paket pempek mulai dari Rp 55.000 hingga jutaan rupiah. ”Mereka (pembeli) membawa sendiri oleh-oleh tersebut karena sejak akhir April sampai 8 Mei 2022, tidak ada layanan ekspedisi yang membuka layanan,” ujar Nurhayati.
Pembeli pempek memenuhi toko-toko, termasuk milik Nurhayati. Randy (44), salah satunya. Dia harus berdesakan dengan ratusan pemudik yang datang di Sentra Kampung Pempek, kawasan 26 Ilir, Palembang. Setelah menunggu hampir satu jam, dia memperoleh lima paket pempek yang dia pesan.
Membeli oleh-oleh menjadi tradisi wajib bagi mereka yang pulang mudik. Karena itu, sangat wajar ketika dia harus ’bersaing’ dengan pemudik lain yang ingin memesan pempek sebagai buah tangan.
Paket pempek tersebut diletakkan di bagasi belakang mobilnya bersama dengan tumpukan barang lainnya. Setelah itu, Randy dan keluarganya akan langsung kembali pulang ke Jakarta karena keesokan harinya ia harus bekerja.
Dia rela berdesak-desakan karena pempek selalu ditanyakan teman dan kerabat dekat setiap kali dirinya berkunjung ke Palembang. ”Kalau pulang dari Palembang yang ditanya pertama kali pasti, ’mana pempeknya?’,” ucap Rendy yang tinggal di kawasan Tomang, Jakarta Barat.
Menurut dia, membeli oleh-oleh menjadi tradisi wajib bagi mereka yang pulang mudik. Karena itu sangat wajar ketika dia harus ”bersaing” dengan pemudik lain yang ingin memesan pempek sebagai buah tangan.
Apalagi, lanjut Randy, tahun ini adalah mudik pertama di masa pandemi. Untuk itu, antusiasme warga untuk pulang pasti sangat tinggi. Maraknya pemudik yang mampir ke sentra kampung pempek terlihat dari deretan mobil dengan nomor polisi luar Sumsel yang parkir di kawasan tersebut.
Tidak hanya pempek, durian juga menjadi salah satu oleh-oleh yang diincar para pemudik. Paul Barokah, pedagang durian di Pasar Durian Kuto, menyatakan, di masa Lebaran, pembelian durian meningkat hingga dua kali lipat. Biasanya, dalam sehari Paul hanya menjual 300 durian, sedangkan saat Lebaran bisa 1.000 durian per hari.
Untuk memenuhi permintaan pelanggan, Paul membuat inovasi pengemasan durian agar bisa dibawa pulang, yakni dengan membungkus paket durian menggunakan wadah yang diplakban kencang lalu kemudian ditaburi bubuk kopi. Inovasi itu dibuat karena sekitar 20 persen pembeli menjadikan durian untuk oleh-oleh.
Baca juga : Berburu Durian di Palembang dan Aceh
Ungkit wisata
Sebelumnya, Kapolda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Toni Harmanto mengatakan, sepanjang masa angkutan Lebaran diperkirakan 62.000 kendaraan masuk ke Sumsel dan 61.000 kendaraan keluar Sumsel. Kondisi ini akan berdampak pada banyaknya pemudik yang datang dan pergi dari Sumsel.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Sumatera Selatan Herlan Aspiudin mengatakan, lonjakan pemudik dari luar kota diperkirakan berpengaruh pada geliat ekonomi masyarakat. Semua industri pariwisata pasti akan terkena dampak positifnya. Mulai dari pariwisata kuliner, perhotelan, dan wisata khas Palembang lainnya.
Hal itu karena ketika seseorang dari luar kota datang ke Palembang, pasti mereka tidak hanya bersilaturahmi, tetapi juga mengunjungi obyek wisata di Palembang, salah satunya wisata kuliner. ”Ada efek domino yang akan dihasilkan dari lonjakan pemudik ini,” katanya.
Peningkatan ini dapat terlihat dari lonjakan pendapatan asli daerah (PAD) di bidang pariwisata. Sebelum pandemi, kontribusi pariwisata terhadap PAD Pemerintah Kota Palembang sekitar Rp 260 miliar per tahun.
Namun, ketika pandemi merebak, PAD sektor pariwisata di Palembang turun jauh hingga kini hanya sekitar Rp 150 miliar per tahun. Lonjakan pemudik yang menggelontorkan uang di Sumsel diharapkan kembali mengungkit PAD di bidang pariwisata hingga 20 persen. Hal ini diharapkan dapat membangkitkan kembali geliat ekonomi Palembang yang sempat mati suri akibat dihajar pandemi.