”Serbuan” yang Dirindukan Pedagang Oleh-oleh pada Masa Libur Lebaran
Libur Lebaran tahun ini membuat tempat oleh-oleh di berbagai daerah diserbu pembeli. Serbuan itu begitu dirindukan para penjual setelah pandemi memaksa toko-toko mereka sepi dalam dua kali Lebaran sebelumnya.
Para pedagang oleh-oleh tersenyum kembali di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Dibukanya keran mudik membuat pasar bersejarah itu riuh rendah pada masa liburan Lebaran. Apalagi, sudah dua tahun ini, pedagang oleh-oleh sepi pembeli akibat pandemi Covid-19 yang menjadi-jadi. ”Serbuan” rombongan wisatawan disambut dengan sukacita.
Lorong-lorong jalan di Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (6/5/2022) siang, penuh sesak. Di tengah orang yang berlalu lalang, sebagian mampir ke los penjual batik saat ada kain, kemeja, dan daster, yang dirasa menarik hati. Hilir mudik orang yang macet, pada lorong-lorong pasar, seolah bukan masalah berarti. Para wisatawan terlalu sibuk memburu oleh-oleh yang mereka sasar sebelum pulang ke daerah asal.
Tak sungkan-sungkan, tangan para wisatawan menjelajah satu per satu baju atau daster batik yang tergantung di los-los yang ada. Tawar-menawar berlangsung paling lama 10 menit saja. Begitu harga disepakati, dengan cekatan, si pedagang membungkus batik-batik yang disukai ke kantong pastik loreng hitam putih.
Tergopoh-gopoh Sri Wahyuni (64), pelancong asal Bekasi, Jawa Barat, berjalan keluar pasar. Dua tangannya menenteng plastik loreng tersebut. Tas plastik tipis itu terlihat gemuk terisi sejumlah daster dan baju batik yang baru saja dibelinya. Saking penuhnya tangan, si cucu menggandeng Sri dengan berpegangan pada pergelangan tangan.
Lebih kurang dua jam lamanya Wahyuni bersama anak dan cucunya berburu oleh-oleh di pasar tersebut. Wajahnya tampak lelah, tetapi berbunga-bunga. Pasalnya, ia termasuk wisatawan yang sudah dua tahun ini tidak piknik ke mana-mana akibat pandemi Covid-19.
”Senang sekali, akhirnya bisa berwisata lagi. Sebenarnya sih mudiknya ke Jepara, tetapi sekalian saja liburan ke sini. Ada banyak tempat wisatanya, belanja oleh-olehnya juga murah-murah. Jadi bisa beli banyak,” kata Wahyuni disambung kekeh tawanya.
Baca juga: Libur Lebaran Tahun Ini Pulihkan Usaha Kecil dan Desa Wisata
Wahyuni mengaku Pasar Beringharjo menjadi destinasi yang tak pernah dilewatkannya setiap kali berlibur ke Yogyakarta. Harga yang diberikan penjual dinilainya masih wajar. Selain itu, ia juga bisa tawar-menawar dengan penjual. Keasyikan tawar-menawar itulah yang dirindukan.
Tak bisa dimungkiri, suara pedagang dan pembeli yang tawar-menawar terdengar hampir di setiap los, khususnya di lorong utama pasar. Seorang penjual bisa melayani lebih dari satu rombongan. Bahkan, ada pembeli yang harus mengantre agar terlayani. Pembeli yang enggan mengantre akan mencari los yang lebih sepi di sirip-sirip lorong utama.
Riyanti (57), salah seorang pedagang batik, menyebut penjualannya meningkat selama libur Lebaran ini. Peningkatannya telah terjadi sejak beberapa hari sebelum hari raya. Pasca-hari raya, penjualannya kian melambung. Menurut dia, Lebaran ini sudah menyerupai Lebaran dari tahun-tahun sebelumnya.
”Kan, sudah boleh mudik. Jadi lebih ramai ya. Peningkatannya bisa dua kali lipat dibandingkan hari-hari kemarin,” kata Riyanti.
Saat ditanya omzet yang diperolehnya per hari, Riyanti enggan menjawabnya. Namun, jika rata-rata barang dagangannya yang terjual seharga Rp 70.000 per potong, berarti Riyanti bisa memperoleh pemasukan Rp 3.500.000. Sebab, rata-rata ia bisa menjual 50 potong kain ataupun daster batik setiap hari.
Suasana yang tercipta di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Jumat (6/5/2022). Pasar itu kembali ramai oleh kedatangan wisatawan pada masa mudik Lebaran. Banyak pedagang mengalami peningkatan penjualan. Rata-rata peningkatannya dua kali lipat.
”Jawabnya alhamdulillah saja. Wis mending (sudah lebih baik). Lebih baik daripada biasanya,” ujar Riyanti seraya tersenyum malu.
Rini (63), pedagang batik lainnya, juga menjawab mantap soal penjualannya pada Lebaran ini. Sebab, ia mengalami peningkatan penjualan sampai dua kali lipat dibandingkan hari-hari biasanya. Sudah lama ia tak merasakan kondisi pasar yang ramai. Sebelumnya, waktu lebih sering dihabiskannya buat sekadar menjaga toko.
”Dulu, hanya jual satu atau dua potong saja sehari. Itu buat makan juga sudah habis. Sekarang ini pokoknya senang sekali. Harapannya bisa ramai terus seperti ini ke depan,” ujar Rini.
Sewaktu pandemi Covid-19, lanjut Rini, banyak pedagang yang menutup sementara lapaknya. Ia mengibaratkannya seperti pasar mati. Lebih banyak pedagang ketimbang pembeli. Kini, hampir semua pedagang sudah membuka kembali lapaknya. Riuh rendah pasar yang dirindukannya hadir lagi.
Sekarang sebagian pedagang juga berjualan sampai malam. Ada yang baru tutup pukul 21.00. Kalau saya, jam 16.00 sudah selesai,” kata Rini, yang meneruskan los milik orangtuanya.
Bika ambon
Sejumlah toko oleh-oleh di Medan, Sumatera Utara, juga tidak lolos dari serbuan pemudik. Oleh-oleh khas dari Medan, seperti kue bika ambon, lapis legit, bolu gulung, kacang garing, atau sirup markisa, hampir semuanya ludes. Pembeli rela antre hingga dua jam agar bisa membawa buah tangan untuk teman dan keluarga di kota rantau.
Kepadatan pembeli antara lain terlihat di sejumlah toko di Jalan Mojopahit, Jalan Kruing, dan Jalan Razak. Kawasan-kawasan itu merupakan pusat toko oleh-oleh di Medan. Antrean tidak hanya di dalam toko, tetapi meluber hingga ke luar toko.
Carry Rizkiansyah (26) akhirnya bisa semringah setelah mendapatkan dua kotak kue bika ambon di salah satu toko oleh-oleh di Jalan Mojopahit. Ia sudah antre lebih dari satu jam agar bisa mendapat oleh-oleh yang akan ia bawa ke kota perantauannya di Ambon, Maluku.
”Teman-teman kerja saya di Ambon penasaran dengan bika ambon yang justru oleh-oleh khas dari Medan. Saya rela antre karena sudah janji akan membawakan bika ambon buat mereka,” kata pekerja di perusahaan konstruksi itu.
Pembeli lainnya ada yang memborong sampai 10-20 kotak. Beberapa toko di Jalan Mojopahit memasang pengumuman bahwa bika ambon dan lapis legit habis. Sejumlah toko masih punya persediaan bika ambon dan lapis legit hingga sore, tetapi pengunjung harus antre membelinya.
Sekarang sebagian pedagang juga berjualan sampai malam. Ada yang baru tutup pukul 21.00. (Rini)
Jhonny (55), pemilik Toko Bika Ambon ”Ati”, mengatakan, mereka sudah bersiap menghadapi libur Lebaran sejak jauh-jauh hari. ”Kami telah menambah stok bahan baku dan juga tenaga kerja. Penjualan mulai meningkat sejak bulan puasa, puncaknya di arus balik ini,” katanya.
Jhonny menyebut, penjualan oleh-oleh di tokonya meningkat lebih dari dua kali lipat pada puncak arus balik ini. Peningkatan omzet itu pun menjadi harapan bagi toko oleh-oleh setelah terpuruk selama dua tahun pandemi Covid-19 ini. Toko oleh-oleh menjadi salah satu usaha yang paling terdampak karena pembatasan perjalanan.
Jhonny menyebut, oleh-oleh favorit di sepanjang toko di Jalan Mojopahit adalah bika ambon dan lapis legit. Dua kue itu merupakan oleh-oleh khas Medan. Selain itu, minuman sirup markisa yang merupakan sari buah khas dari Sumut itu juga diincar pemudik. ”Berapa pun yang kami stok pasti habis selama libur Lebaran ini,” kata Jhonny.
Selain di Jalan Mojopahit, kepadatan juga terlihat di toko Bolu Meranti di Jalan Kruing. Pengunjung tidak hanya mengantre di dalam saja, tetapi juga di luar toko. ”Hampir satu jam saya mengantre untuk mendapatkan bolu gulung ini. Tapi saya tetap senang masih dapat bolunya, takut kehabisan juga tadi,” kata Rosalinda (45).
Baca juga: Tak Lagi ke Luar Negeri berkat Mandiri di Kampung Sendiri
Rosalinda membeli oleh-oleh bolu gulung untuk keluarganya di Jakarta. Meskipun mendapat pesanannya, ada beberapa rasa yang ia tidak dapat karena sudah habis.
Sementara itu, oleh-oleh durian Medan pun telah ludes di beberapa toko durian. Di Ucok Durian, tidak ada stok durian segar lagi pada Jumat. Persediaan yang ada hanya beberapa kotak durian beku. Setiap ada stok baru, duriannya langsung diserbu pembeli.
”Terjegal” macet
Namun, Di Jawa Barat, kemacetan lalu lintas hingga kepadatan tempat wisata membuat sebagian pemudik di Jawa Barat mengurungkan niat untuk membeli oleh-oleh.
Kemacetan di jalur mudik jarak dekat, seperti Jalur Bandung, Garut, dan Subang dari Kota Bandung, mulai terlihat sejak Lebaran 2022 hari pertama, Senin (2/5/2022). Kemacetan tidak hanya membuat perjalanan terganggu, tetapi juga menciutkan niat pemudik untuk belanja oleh-oleh.
Selly (29), warga Kopo, Kota Bandung, memilih tidak membeli oleh-oleh saat mudik ke rumah kakek-neneknya di Subang, Jabar, Kamis (5/5/2022) lalu. Dia menghadapi kemacetan lebih dari separuh jalan. Sementara itu, parkiran menuju tempat wisata ataupun sentra oleh-oleh dipenuhi pengendara lain
”Tahun ini memang luar biasa. Dari Subang sampai ke Bandung bisa hampir setengah hari. Macet di mana-mana. Padahal di pinggir jalan banyak oleh-oleh, tapi saya lihat jarang ada yang turun dan membeli,” ujarnya.
Tidak hanya di jalur mudik, kepadatan juga ditemukan di tempat wisata. Keramaian ini membuat sebagian pengunjung tidak membeli oleh-oleh.
Kondisi ini dirasakan oleh Sintia (30), warga Panyileukan, Kota Bandung, saat merayakan lebaran di Pameungpeuk, Garut. Saat mengunjungi Pantai Sayang Heulang, Garut, Rabu (4/5/2022), dia tidak membeli oleh-oleh jambal asin favoritnya karena padatnya pengunjung.
Sintia bersama keluarga memilih pulang dengan tangan kosong demi kesehatan keluarganya. ”Memang jambal asin ini menjadi favorit di sana. Makanya, wajar banyak yang berebut membelinya. Saya memilih pulang saja demi kesehatan,” ujarnya.
Keramaian mudik di Jabar ini telah terlihat dari hasil survei Kementerian Perhubungan akhir Maret lalu, yang menyebutkan, 14 juta lebih warga diperkirakan mudik menuju Jabar. Sementara 9 juta lebih warga Jabar mudik ke luar daerah mereka masing-masing.
Pemudik jarak dekat atau disebut mudik lokal pun terlihat dari tingginya angka penumpang kereta api lokal dalam kurun 22 April-6 Mei 2022. Berdasarkan data PT Kereta Api Indonesia, jumlah pengguna dalam rentang waktu tersebut mencapai 576.742 penumpang.
Penumpang ini terbagi dalam sejumlah rangkaian kereta api lokal. Rangkaian ini antara lain KA Lokal Walahar Ekspress yang ditumpangi 9.288 orang, KA Lokal Jatiluhur (294), KA Bandung Raya (24.666), KA Lokal Garut Cibatuan (7.415), dan KA Lokal Cibatuan (1.327).