Percikan api yang kemudian berkobar melahap puluhan kapal nelayan mengubah sukacita hari raya jadi nestapa. Ratusan orang kehilangan mata pencarian karena kapal mereka ludes dilahap jago merah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Sukacita nelayan pesisir selatan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, merayakan Idul Fitri hari kedua berganti nestapa setelah puluhan kapal pencari ikan yang sedang sandar di Dermaga Wijayapura hangus terbakar, Selasa (3/5/2022) malam. Puluhan kapal yang selama ini diandalkan ratusan warga untuk penghidupan mereka ludes disikat api. Mereka kelu, gamang menatap masa depan.
”Kapal sudah jadi bangkai. Bisa-bisa nganggur maning (bisa-bisa menganggur lagi),” kata Sahadi (43), nakhoda KM Barokah Wijoyo, yang sudah lebih dari 10 tahun menggantungkan hidupnya dari melaut, Rabu (4/5).
Di sebelah timur Dermaga Wijayapura, mata bapak tiga anak itu nanar menatap puing-puing kapal yang masih mengepulkan asap di depannya. Terlebih, kabar terbakarnya puluhan kapal, termasuk yang selama ini dikemudikannya itu datang saat dirinya tengah merayakan Lebaran bersama keluarga di kampung halaman di Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Mendengar informasi itu, dia pun langsung buru-buru kembali ke Cilacap.
”Dari Pemalang, saya baru sampai di Cilacap pukul 23.00,” kata Sahadi sambil sesekali mengusap ujung matanya yang sembab dan berkaca-kaca.
Kepiluan Sahadi beralasan. Dia tak tahu lagi harus bagaimana mencari makan. Tiga unit kapal berbobot 30 gros ton milik majikannya ludes dilalap si jago merah.
Sahadi dan para anak buah kapalnya biasa melaut mencari ikan tuna selama dua bulan lalu pulang kembali ke darat. Upah dari hasil penjualan ikan tangkapannya itu dia andalkan untuk membiayai sekolah dua anaknya yang masih duduk di bangku SMP dan SD, serta membesarkan satu anaknya yang masih berusia balita.
”Anak saya tiga. Yang kecil masih dua tahun. Istri di rumah, cuma ibu rumah tangga. Tidak tahu nanti kerja jadi apa, manut (menuruti) bos. Kalau nunggu kapal baru lagi, butuh waktu pembuatan sampai lima bulan,” tuturnya.
Kepedihan dari kebakaran itu tak hanya dirasakan para awak kapal dan nelayan, tetapi juga para pemilik kapal. Di sebelah barat Dermaga Wijayapura, tidak jauh dari puluhan orang yang bergumul memadamkan api yang menghanguskan kapal-kapal, Edy Santoso (42), salah satu pemilik kapal. duduk di bawah naungan bangunan semipermanen menyaksikan penuh resah empat kapalnya yang masih membara dilahap amukan api. ”Kerugian saya sampai Rp 11 miliar. Ada empat kapal terbakar semua,” kata Edy.
Andalan hidup
Edy menuturkan, kapal-kapal miliknya biasanya mencari tuna di perairan Samudra Indonesia selama dua bulan dengan membawa 14 orang nakhoda dan anak buah kapal. Setidaknya ada 56 orang yang akan kehilangan pekerjaan lantaran empat unit kapal miliknya hangus. ”Satu kapal harganya bisa mencapai Rp 3,5 miliar. Ini belum diasuransikan,” kata Edy yang berharap ada pihak yang bertanggung jawab atas musibah ini.
Edy mengaku, lokasi bersandar kapalnya berjarak sekitar satu kilometer dari titik awal api berkobar. Namun, karena banyak kapal terbakar yang terseret arus, akhirnya api turut menyambar kapal-kapal lain, termasuk miliknya. ”Titik awal dari sebelah timur. Selang satu jam, tiga kapal hanyut dan menempel ke kapal saya. Evakuasi tak sempat dilakukan. Ada orangnya, tetapi kapal lain yang terbakar posisinya menempel sekali, jadi susah,” ujarnya.
Hingga Rabu siang, tercatat ada 44 kapal nelayan dan 1 kapal tunda atau tugboat yang terbakar. Jika per kapal nelayan bisa mengangkut 14 orang sekali melaut, setidaknya ada 616 pekerja termasuk nakhoda dan anak buah kapal kehilangan sumber penghidupan. Jika setiap pekerja memiliki istri dan dua anak, kebakaran kapal-kapal tersebut setidaknya berdampak pada 1.848 orang.
Musibah kebakaran kapal ini terjadi bersamaan hari raya sehingga mereka pun merasa nestapa. Saat ini, penyelidikan polisi masih berlangsung untuk mencari penyebab pasti kebakaran serta yang bertanggung jawab atas musibah ini.
Atas insiden ini, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi mengajak semua pihak bekerja dengan hati-hati saat berada atas kapal. Sebab diduga, kebakaran dipicu percikan api yang muncul saat salah satu montir kapal sedang memperbaiki dinamo. “Lewat Direktorat Polair Polda Jateng, kami sudah perintahkan supaya saat kapal sandar, ada penanganan yang baik dengan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Syahbandar, untuk melakukan pengamanan secara maksimal supaya tidak ada lagi kebakaran kapal di wilayah Cilacap,” papar Luthfi.
Luthfi juga mengimbau para pemilik kapal tetap menjaga kapalnya meski saat bersandar. Akibat musibah ini, total kerugian diperkirakan mencapai Rp 130 miliar. “Lakukan penjagaan saat kapal ditinggalkan. Jangan melakukan kegiatan yang sifatnya membuat percikan api seperti mengelas. Tunda dulu proyek kapal sehingga tidak terulang kembali,” katanya.
Pemadaman
Kobaran api yang terus menyala hingga Rabu pagi membuat para petugas beserta relawan turun ke lapangan meninggalkan waktu berkualitas bersama keluarga mereka di Hari Raya Idul Fitri. Mereka berjibaku menjinakkan si jago merah.
“Anginnya kencang sekali. Api jadi sulit dipadamkan. Apalagi airnya juga sedang surut,” kata Wisnu Mardian (26) salah satu relawan yang ikut memadamkan api dari tepian dermaga, Selasa malam.
Kaus dan celananya basah kuyup oleh semprotan air laut serta hujan yang mengguyur beberapa kali di sekitar Dermaga Wijayapura, Cilacap. Namun, Wisnu tetap bergegas menggeser dump truck yang cahaya lampunya dipakai untuk menerangi proses pemadaman kapal karena truk pemadam dari PT Pertamina hendak merapat. Saat itu, pemadaman sudah coba dilakukan selama enam jam. ”Ini kapal milik bos saya. Saya sehari-hari kerja di bengkelnya,” tutur Wisnu.
Tak jauh dari situ, Agus Suyitno (43) juga berjibaku mengarahkan selang dari pompa air ke kobaran api di atas kapal yang apinya terus membesar. Bergumul di antara asap yang pekat dan bau solar yang menyengat, Agus bertelanjang dada dan terlihat basah kuyup berupaya menjinakkan si jago merah. ”Ini kapal teman saya,” tutur Agus sambil mengusap keringat di dahinya.
Di kawasan Pelabuhan Tanjung Intan, Cilacap, puluhan petugas pemadam kebakaran dari berbagai instansi pun turut berjuang memadamkan api yang terus menjilat kapal. Sembari beristirahat, sejumlah petugas memanfaatkan kesempatan untuk berbaring di aspal. Ada juga yang menyantap nasi bungkus di tepi jalan sesekali dibaui aroma solar menyengat bercampur bau gosong fiber dan kayu kapal.
Awan mendung menggelayut di atas perairan Nusakambangan seolah menambah getir nestapa mereka yang kehilangan kapal sebagai alat penyambung hidup. Musibah ini kiranya jadi pelajaran bersama untuk tetap waspada pada potensi bahaya di mana pun berada. Meski tengah bersandar di dermaga, percikan api pun bisa jadi petaka yang sama bahayanya dengan gulungan ombak badai di tengah samudera.