Ribuan penyintas bencana terpaksa merayakan Lebaran di hunian sementara atau tenda pengungsian. Para penyintas itu memiliki asa agar rumah hunian untuk mereka segera selesai.
Oleh
VIDELIS JEMALI, DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
Ribuan penyintas bencana terpaksa merayakan Lebaran di hunian sementara atau tenda pengungsian. Para penyintas itu memiliki asa agar rumah hunian untuk mereka segera selesai.
Di bawah naungan sebuah pohon, Diana (58) duduk bersama putranya sambil menikmati makanan, Senin (2/5/2022) siang. Mereka menyantap burasa, sejenis lontong yang dilengkapi kari ayam dan potongan ayam goreng. Dua teman putra Diana ikut bergabung menyantap hidangan untuk merayakan Idul Fitri itu.
Diana merupakan penyintas bencana gempa dan tsunami di Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada 28 September 2018. Hingga sekitar 3,5 tahun setelah bencana itu, Diana masih tinggal di hunian sementara (huntara) karena pembangunan hunian tetap (huntap) belum selesai.
Di Palu ada sekitar 1.000 keluarga penyintas gempa, tsunami, dan likuefaksi yang masih tinggal di huntara. Mereka sudah empat kali merayakan Idul Fitri di huntara, yakni dari 2019 hingga 2022.
Diana mengaku tak menyangka bakal begitu lama tinggal di huntara. Apalagi, kondisi huntara berukuran 3,5 meter x 4 meter itu penuh keterbatasan. Hawa di dalam huntara itu kerap terasa panas sehingga Diana dan keluarganya lebih sering menghabiskan waktu di luar huntara.
Diana juga khawatir jika terlalu banyak menghabiskan waktu di dalam huntara, lantai huntara yang terbuat dari papan lapis akan cepat jebol. Di sejumlah huntara, hal semacam itu sudah terjadi. Akibatnya, penghuni huntara harus mengganti atau menempelkan papan lapis baru di bagian lantai yang jebol.
Oleh karena itu, Diana sangat berharap bisa merayakan Idul Fitri tahun depan di huntap. ”Saya berharap ini adalah Lebaran terakhir di huntara,” ujar penghuni huntara di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Palu, itu.
Harapan untuk merayakan Idul Fitri mendatang di huntap juga diungkap Pama (32), warga Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan. ”Saya berharap pemerintah bisa mewujudkan target selesainya pembangunan huntap akhir tahun ini. Empat tahun Lebaran di huntara itu tidak enak,” ujarnya.
Banyak penyintas masih tinggal di huntara karena pembangunan huntap di sejumlah kelurahan terkendala sengketa lahan antara pemerintah dan warga sekitar huntap.
Wali Kota Palu Hadianto Rasyid mengatakan, masalah lahan yang menghambat pembangunan huntap di sejumlah kelurahan sudah selesai. Saat ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sedang menyiapkan lelang pembangunan huntap.
Pembangunan huntap ditargetkan dimulai Juli mendatang. ”Dengan pengerjaan kurang dari enam bulan, pembangunan huntap diharapkan rampung akhir 2022,” ujar Hadianto.
Semeru
Di Jawa Timur, ribuan penyintas bencana erupsi Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 terpaksa merayakan Lebaran di tenda pengungsian. Hal ini karena huntara untuk mereka belum selesai dibangun.
”Lebaran kali ini berbeda karena keluarga kami terpisah-pisah setelah erupsi. Adik saya sampai sekarang tidak mau melihat bekas rumahnya karena trauma,” kata Suliyanto (39), penyintas asal Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.
Suliyanto tidak seberuntung beberapa penyintas yang telah menerima secara simbolis huntara dan huntap pada 27 April lalu. Hari itu, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyerahkan secara simbolis kunci rumah kepada tujuh penyintas. Totalnya, hari itu disebutkan ada 130 keluarga yang huntara dan huntapnya diserahterimakan.
Pada momen Lebaran ini, Suliyanto tak punya harapan macam-macam. Dia hanya berharap hunian baru untuk keluarganya bisa segera jadi.
”Supaya kami mulai bisa memikirkan hidup ke depan mau seperti apa, termasuk nantinya mau kerja apa. Kalau rumah hunian kami belum jelas, kami tidak ingin berharap terlalu banyak dulu,” kata Suliyanto.
Harapan tidak muluk-muluk saat Lebaran juga diucapkan oleh Senikah (60), penyintas bencana erupsi Semeru asal Dusun Curah Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang. ”Saya hanya tinggal dengan anak saya. Suami saya sudah meninggal. Jadi, saya tidak punya harapan macam-macam pada Lebaran kali ini selain diberi sehat dan segera diberikan rumah,” katanya.
Menurut Senikah, selamat dari bencana Semeru sudah merupakan hal luar biasa. Sebab, ada tetangganya yang menjadi korban dalam bencana tersebut. Oleh karena itu, ke depan, dia berharap terus diberi keselamatan.
”Semoga kami semua tetap sehat, selamat, dan terus bisa berkumpul bersama tetangga dan saudara,” kata Senikah.