Bisa jadi salah satu makna mudik Lebaran ialah menikmati kebersamaan di dalam mobil. Mungkin justru pada saat itulah anggota keluarga bisa mengobrol dari hati-ke hati.
Oleh
ANTONIUS TOMY TRINUGROHO
·4 menit baca
Kemacetan parah akibat mudik saat Lebaran merupakan hal biasa. Dahulu, kemacetan terjadi di jalur arteri pantai utara (pantura) Jawa. Selain karena lonjakan arus lalu lintas, macet terjadi juga karena pasar tumpah ataupun deretan penjual yang menawarkan dagangan di pinggir jalur arteri pantura, terutama di kawasan Indramayu dan Subang, Jawa Barat. Keberadaan mereka di pinggir jalan menghambat lalu lintas.
Di era itu, belum ada Tol Trans-Jawa. Para pemudik masa silam rasanya akrab betul dengan situasi tersebut,
Kegembiraan muncul di kalangan pemudik jalur pantura saat diumumkan bahwa ada sebagian ruas Tol Trans-Jawa di pantura yang bisa dipakai pada 2016. Mereka berbondong-bondong hendak menikmati jalur tol tersebut.
Namun, apa yang terjadi cukup mengejutkan. Kemacetan parah berlangsung berhari-hari di kawasan Brebes, Jawa Tengah, tempat gerbang keluar ruas tol tersebut. Kemacetan juga berlangsung di jalur non-tol.
Dalam berita itu, Kompas edisi 4 Juli 2016 menulis, ”Selama tiga hari, Jumat hingga Minggu (1-3/7), wilayah Brebes dan Tegal, Jawa Tengah, menjadi titik paling melelahkan sekaligus mengesalkan bagi pemudik. Arus kendaraan terkunci selama berjam-jam karena membeludaknya jumlah kendaraan dan penyempitan ruas jalan.”
”Minggu pagi, kendaraan di jalur pantai utara Tegal bahkan sama sekali tidak bisa bergerak selama hampir 6 jam, pukul 04.00 hingga 10.00. Sementara di dalam tol kendaraan mengantre sangat panjang untuk keluar melalui Gerbang Tol Brebes Timur, Brebes Barat, dan Pejagan.”
”Hingga Minggu pukul 20.30 antrean kendaraan menjelang Gerbang Tol Brebes Timur masih sekitar 13 kilometer, yakni dari Kilometer 269 hingga Kilometer 256, berkurang dibandingkan dengan kondisi pada pukul 12.00, yakni sekitar 33 kilometer.”
Berita itu menampilkan pula pernyataan Kepala Polres Brebes Ajun Komisaris Besar Luthfie Sulistiawan bahwa selain jalan tol, jalur arteri pantura juga padat karena ada banyak kendaraan yang dikeluarkan dari pintu keluar tol di Kanci, Kabupaten Cirebon.
Saat itu, Kepala Cabang Operasi Jalan Tol Kanci-Pejagan-Pemalang Zulmarlian Iskandar mengaku memperbanyak jumlah gerbang tol agar kemacetan di tol berkurang. Pengelola menambah gerbang tol dari semula tiga menjadi delapan.
Selama tiga hari, Jumat hingga Minggu (1-3/7), wilayah Brebes dan Tegal, Jawa Tengah, menjadi titik paling melelahkan sekaligus mengesalkan bagi pemudik.
Wartawan Kompas dalam berita tersebut menulis bahwa pertemuan arus kendaraan dari Jalan Tol Trans-Jawa dan ruas arteri pantura serta penyempitan badan jalan memicu kemacetan di Brebes Timur. Selain menyempit dari empat lajur menjadi dua lajur, arus kendaraan dari Jakarta menuju Jawa Tengah lebih deras setelah integrasi pembayaran, yakni dari tujuh gerbang menjadi tiga gerbang.
Sejumlah pemudik mengaku sudah terjebak antrean kendaraan sejak dari Cirebon, Jawa Barat. Darma (55), pemudik dari Jakarta tujuan Solo, membutuhkan waktu 12 jam dari Cirebon hingga Brebes yang berjarak sekitar 22 kilometer. Dia masuk wilayah Cirebon pukul 22.00 dan tiba di Brebes pukul 10.00. Padahal, normalnya hanya 1,5 jam.
Saat itu, masyarakat umum menyebut kemacetan yang terjadi di kawasan Brebes sebagai ”Brexit”, akronim dari Brebes Exit. Namun, siapa pun paham, istilah itu sudah digunakan terlebih dahulu untuk merujuk pada proses keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa atau Britain Exit. Jadi, di tingkat dunia, ada Brexit yang berarti Inggris tak lagi menjadi anggota Uni Eropa, sedangkan di tingkat nasional, ada Brexit yang mengacu pada peristiwa kemacetan parah di Brebes-Tegal, enam tahun silam.
Saat itu, Tol Trans-jawa mulai kelihatan bentuknya. Sekarang, Tol Trans-Jawa sudah tergelar hingga belahan timur Pulau Jawa. Siapa pun rasanya gembira dengan kehadiran tol yang membentang dari sisi barat hingga timur Jawa.
Kemacetan sekarang tentu saja tetap terjadi tetapi, tidak seperti Brexit dulu. Bagaimanapun, kemacetan sulit dihindari karena ada lonjakan drastis volume kendaraan pada masa mudik Lebaran. Kapasitas jalan tol, jalur arteri, dan jumlah gerbang tol yang pada hari-hari biasa sangat memadai menjadi tak mampu menampung kendaraan pemudik.
Membangun infrastruktur dengan kapasitas yang mampu menampung dengan baik puncak arus mudik Lebaran (sama sekali tidak macet saat mudik Lebaran) tentu tidak ekonomis. Biaya yang dikeluarkan sangat besar, sementara pemakaiannya hanya sekali dalam setahun.
Satu hal yang bisa dilakukan saat menjalani perjalanan mudik Lebaran, ya, menikmatinya. Bisa jadi salah satu makna mudik Lebaran ialah menikmati kebersamaan di dalam mobil. Mungkin justru pada saat itulah anggota keluarga bisa mengobrol dari hati-ke hati.
Selamat datang di kampung halaman. Selamat Lebaran.