Perjalanan mudik Lebaran tahun ini diwarnai beragam persoalan. Salah satu masalah yang sempat viral di media sosial adalah pemblokadean di Jalan Tol Cipularang pada Jumat (29/4/2022) pagi.
Oleh
YOLA SASTRA, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·6 menit baca
Perjalanan mudik Lebaran tahun ini diwarnai beragam persoalan. Salah satu masalah yang sempat viral di media sosial adalah pemblokadean di Jalan Tol Cipularang pada Jumat (29/4/2022) pagi. Peristiwa ini imbas dari perpanjangan waktu sistem satu arah di jalan tol yang berdampak pada tersumbatnya akses pengendara menuju Jakarta.
Pemblokadean itu dilakukan para pengendara menuju Jakarta yang terjebak di sekitar Kilometer 70 Jalan Tol Cipularang. Menurut Dheamyra Aysha Ihsanti (21), salah satu pengendara yang menyaksikan peristiwa tersebut, pemblokadean jalur ke arah Bandung, Jawa Barat, itu terjadi pada Jumat sekitar pukul 07.50. Dia mengatakan, pemblokadean dilakukan setelah para pengendara terjebak lima jam.
”Sudah lima jam mobil tidak bergerak. Pengendara tidak bisa sahur, tidak bisa ke toilet. Akhirnya banyak yang protes dan memblokade jalan menuju arah Bandung agar di-notif (diperhatikan) petugas. Mereka memblokade dengan menaruh pembatas jalan di tengah jalur dan semua orang berdiri di sana,” kata Dhea, ketika dihubungi Kompas, Jumat sore.
Dhea menjelaskan, situasi sempat mencair dan warga membuka blokade sekitar pukul 08.30 karena ada petugas yang datang. Namun, karena hingga pukul 08.40 mobil tidak juga bisa bergerak ke arah Jakarta, para pengendara protes lagi.
”Baru pukul 09.15 lalu lintas benar-benar cair. Saya bisa lewat Cikampek lagi menuju Jakarta, baru lancar-lancar saja,” ujar mahasiswi Jurusan Perencanaan Wilayah Kota Institut Teknologi Bandung angkatan 2019 ini.
Menurut Dhea, dirinya dan para pengendara lain terjebak karena adanya perpanjangan waktu penerapan sistem satu arah (one way) di jalan tol. Sejak Kamis (28/4/2022) sore sekitar pukul 17.30, polisi dan sejumlah pihak terkait memberlakukan sistem satu arah dari Kilometer (Km) 47 Jalan Tol Jakarta-Cikampek hingga Km 414 di Gerbang Tol Kalikangkung, Semarang, Jawa Tengah.
Penerapan sistem satu arah itu bertujuan untuk memperlancar arus kendaraan yang meninggalkan Jakarta menuju arah timur atau Tol Trans-Jawa. Rekayasa lalu lintas dengan sistem satu arah itu awalnya direncanakan selesai pada Kamis pukul 24.00. Namun, karena arus kendaraan masih padat, penerapan sistem satu arah diperpanjang hingga Jumat pagi.
Sudah lima jam mobil tidak bergerak. Pengendara tidak bisa sahur, tidak bisa ke toilet. Akhirnya, banyak yang protes dan memblokade jalan menuju arah Bandung agar di- notif (diperhatikan) petugas.
Dhea menilai, perpanjangan satu arah itu dilakukan mendadak dan tak diinformasikan kepada masyarakat. Sepengetahuan Dhea, kebijakan satu arah hanya berlangsung Kamis pukul 17.00-24.00. Oleh sebab itu, ia bersama tiga teman memutuskan berangkat dari Bandung pada Jumat sekitar pukul 01.00 karena mengira kebijakan satu arah sudah berakhir.
Dhea sampai di Km 70 Jalan Tol Cipularang sekitar pukul 03.00. Namun, saat itu sudah terjadi penumpukan kendaraan karena adanya penutupan jalur ke arah Jakarta. Kondisi ini imbas dari diperpanjangnya waktu penerapan sistem satu arah di Jalan Tol Jakarta-Cikampek.
Menurut Dhea, penutupan jalur jalan tol ke arah Jakarta itu membuatnya mengalami kerugian waktu dan tenaga. Warga Cinere, Kota Depok, Jawa Barat, itu juga tidak bisa makan sahur dengan maksimal. Dia hanya bisa makan sahur dengan bekal roti dan biskuit yang dibawa dari Bandung sepulang kuliah.
Dhea juga mengemukakan, sejumlah pengendara lain mengalami kerugian lebih besar karena harus membatalkan penerbangan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Banten.
”Saya rugi waktu dan tenaga. Waktu yang semestinya dipakai untuk santai mengerjakan tugas kuliah akhirnya habis di jalan. Pengendara lain lebih rugi, rugi materi karena sampai cancel (membatalkan) pesawat. Banyak orang yang hendak menuju Bandara Soekarno-Hatta,” ujarnya.
Dhea menuturkan, semestinya petugas menginformasikan sejak awal jika hendak memperpanjang penerapan sistem satu arah. Dia menilai, dalam peristiwa ini, perubahan kebijakan di lapangan terlalu mendadak, sedangkan orang sudah merencanakan keberangkatan sejak dini hari berdasarkan informasi yang sebelumnya disebarkan. ”Ternyata tiba-tiba one way sampai pagi. Kami jadi korbannya. Mendadak dan informasi tidak sampai,” ujarnya.
Dhea juga berharap tidak semua jalur menuju Jakarta dari arah timur ditutup. Sebab, kebanyakan orang memilih masuk jalan tol karena jalur arteri atau non-tol belum memadai sebagai jalur alternatif. ”Paling tidak jangan ambil seluruh line (lajur). Tadi akhirnya dibuat contraflow (lawan arus) saja. Jangan seluruhnya one way,” katanya.
Cegah kemacetan
Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, perpanjangan penerapan sistem satu arah itu dilakukan untuk mencegah terjadinya kemacetan akibat banyaknya kendaraan yang melaju ke arah timur atau meninggalkan Jakarta.
”Kalau tidak dilakukan perpanjangan one way (satu arah), tentunya akan terjadi kemacetan yang luar biasa. Tentunya masyarakat yang dari arah timur menuju barat (Jakarta) masih ada ruang untuk memanfaatkan jalur-jalur arteri,” kata Listyo.
Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Firman Shantyabudi mengakui, saat pemberlakuan sistem satu arah di tol pada Kamis-Jumat, sempat terjadi kepadatan di jalur arteri ataupun di gerbang-gerbang tol. Hal ini, antara lain, karena sebagian pengguna jalan memilih untuk menunggu di gerbang tol karena mekanisme satu arah dijadwalkan selesai Kamis pukul 24.00.
”Saya minta maaf bagi masyarakat yang kemarin terkena dampak (satu arah) ini. Tolong dengarkan betul jadwalnya. Saya tidak pernah mengimbau masyarakat untuk menunggu di depan pintu tol karena itu terlalu berisiko. Karena tidak akan ada yang tahu, kita hanya memprediksi dengan angka-angka,” ujar Firman.
Pengamat transportasi dari Institut Teknologi Bandung, Sony Sulaksono, mengatakan, pemblokadean Jalan Tol Cipularang itu terjadi karena perpanjangan sistem satu arah yang tidak diinformasikan dari awal.
”Itu, kan, sebenarnya kondisi situasional di lapangan, tidak diinformasikan dari awal. Banyak pengendara dari Bandung menuju barat tidak tahu akhirnya terjadi kemacetan dan mereka komplain,” kata Sony.
Sony menjelaskan, kebijakan satu arah di jalan tol yang bersifat situasional bisa dipahami. Namun, polisi semestinya menginformasikan rencana rekayasa lalu lintas kepada masyarakat sekitar dua jam sebelum dilaksanakan. Apalagi, polisi seharusnya sudah bisa memprediksi situasi berdasarkan tanda-tanda di lapangan.
”Jangan setelah dieksekusi baru diinformasikan. Dua jam sebelumnya atau paling telat satu jam sebelumnya (harus diumumkan). Bisa diinformasikan lewat akun media sosial resmi, misal Twitter Jasa Marga, kepolisian, dan lain-lain. Saya rasa masyarakat sekarang sudah terbiasa menyimak informasi,” ujar Sony.
Sony juga menilai, selama arus mudik ini petugas terlalu fokus kepada para pemudik dengan kendaraan pribadi yang melintas di jalan tol menuju arah timur. Pengendara ataupun pemudik menuju barat yang terpaksa melewati jalur arteri saat penerapan satu arah di jalan tol seolah terabaikan. Padahal, di antara mereka juga ada pemudik menuju Banten dan Sumatera, meskipun jumlahnya kalah banyak dibandingkan dengan ke arah timur.
”Penanganan lalu lintas di jalan non-tol tidak maksimal dan tidak ada antisipasi yang cukup. Mestinya, begitu one way diterapkan (di jalan tol), ada antisipasi di arteri. Jangan diserahkan ke pemudik masing-masing. Begitu one way pasti akan ada lonjakan ke barat di jalur arteri. Yang ke arah barat juga mesti jadi perhatian,” ungkap Sony.