Sentra-sentra Bunga yang Kian Berkembang
Sentra-sentra bunga tumbuh di pegunungan hingga di pesisir. Menggeliatnya sentra bunga tak lepas dari rasa penat karena dikepung Covid-19. Kini setelah pandemi mereda, sentra bunga kian berkembang.
Ada pemandangan berbeda saat memasuki kawasan sentra bunga dan tanaman hias di Sidomulyo, Bumiaji, Batu, Jawa Timur. Kios-kios bunga lebih tertata dan dilengkapi papan nama pembeda.Kios Gelora Bunga, Bunga Flora, Putra Florist, dan masih banyak lagi disatukan dalam Mal Bunga Sidomulyo yang diklaim sebagai pusat belanja bunga pertama Indonesia.
Di Mal Bunga Sidomulyo, wisatawan akan lebih mudah membeli aneka kembang dan tanaman hias. Harga bervariasi dari yang miring alias murah dari ribuan hingga puluhan ribu rupiah sampai ratusan hingga jutaan rupiah tergantung dari jenis yang sedang tren.
”Enak, sekarang jadi punya nama, lebih terkenal dibandingkan sebelum ada mal bunga. Juga memudahkan orang untuk membeli karena semua tertata,” ujar Titah Dewi (19) dari Kios Gelora Bunga, Senin (11/4/2022).
Gelora Bunga menjajakan lebih dari 50 jenis bunga dengan harga terendah Rp 5.000 per pot mawar, Rp 125.000 untuk monstera, hingga Rp 7 juta untuk tanaman hias, seperti hokeri varigata dan anthurium sirih. Selain melayani pembelian langsung, kios ini juga melayani pembelian daring.
Baca juga: Petani Muda di Batu Rambah Daring
Metode pembayaran bisa tunai dan nontunai, yakni memindai barcode atau quick response code Indonesian standar (QRIS) hasil kerja sama dengan perbankan. ”Namun, konsumen lebih banyak yang membayar tunai,” kata Dewi.
Mal itu didirikan untuk membantu pemasaran dan mengangkat perekonomian petani bunga Sidomulyo. Desa ini merupakan sentra bunga dan tanaman hias di Batu dengan produksi mencapai 80 persen. Sidomulyo masih yang terdepan dalam budidaya bunga dan tanaman hias dibandingkan dengan Bulukerto, Gunungsari, Punten, Sumberejo, dan Bumiaji.
Mal Bunga Sidomulyo berstatus badan usaha milik desa (BUMDes). Mal bunga itu diluncurkan pada Juni 2021 oleh Pemerintah Kota Batu. Ketua BUMDes Desa Sidomulyo Dwi Lili Indayani mengatakan, jumlah petani yang bergabung terus bertambah. Saat berdiri ada lebih dari 200 petani dengan cakupan lahan 20 hektar tanah kas desa. Yang terkini, petani yang tergabung menjadi 400 orang dengan kios-kios yang menyebar sampai ke tepi Jalan Raya Bukit Berbunga dan jalan-jalan lainnya di Sidomulyo.
”Sekarang ada tiga titik dari sebelumnya hanya satu titik di sekitar Gelora Bunga. Sekarang sudah sampai ke kawasan Sekarmulyo, Bukit Berbunga juga. Tempat lain juga diaktifkan sehingga menjangkau semua simpul keramaian. Satu wilayah Sidomulyo sekarang itungannya ikut mal bunga semua,” ujar Lili.
Baca juga: Jejak Bunga di Swiss Kecil
Fasilitas Mal Bunga Sidomulyo juga bertambah dengan tersedianya troli belanja dan layanan perbankan. Saat baru berdiri, cuma satu bank yang terlibat. Namun, kini, semua bank yang membuka cabang di Batu dilibatkan. Jumlah bank yang bertambah amat bermanfaat bagi petani bunga. Mereka bisa mendapat akses untuk platform pasar dalam jaringan (marketplace) dari bank pembina.
”Bank menyelenggarakan marketplace tetapi di bawah bank langsung. Jadi, selain dibantu dari sisi penjualan melalui layanan bank, bank juga memberikan pemasaran dalam bentuk marketplace terhadap petani binaan,” kata Lili, pemilik CV Bunga Melati, galeri tanaman hias dalam wadah kaca (creative terrarium), hiasan dari bebungaan kering (fragantia florist), dan maskot produk teknik bertanam bunga di sabut kelapa (creative kokodema) dengan pemasaran domestik dan internasional.
Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso mengatakan, munculnya Mal Bunga Sidomulyo terkait situasi pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) sejak Maret 2020 yang memukul ekonomi warga termasuk pembelian dan pengiriman bunga dari kota ini. Kunjungan wisatawan ke Batu juga turun selama masa penanganan pandemi.
Petani bunga terutama yang jauh dari jalan raya menjadi sepi pembeli. Dari situasi itulah gagasan muncul yakni pemerintah desa perlu membuat tempat berjualan untuk mengakomodasi seluruh petani bunga yang jauh dari akses prasarana. ”Akhirnya terwujud seperti itu, ada mal bunga yang diinisiali oleh kepala desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), dan LPMD (lembaga pemberdayaan masyarakat desa),” kata Punjul.
Lihat juga: Bunga-bunga Indah di Lembah Anjasmara
Melalui mal bunga, menurut Punjul, perekonomian warga tumbuh. Begitu ada kesempatan, masyarakat dari luar daerah yang ingin refreshing—penyegarkan pikiran akibat jenuh berada di rumah (work from home) terlalu lama—akhirnya banyak datang ke sentra-sentra bunga atau memesan secara online.
”Respons pasar bagus,” kata Punjul. Sebelum ada mal, konsumen terkonsentrasi membeli bunga di beberapa kios besar di pinggir Jalan Bukit Berbunga. Setelah ada mal, pembeli sekaligus wisatawan menyebar ke seluruh penjuru. Petani yang tidak memiliki kios karena budidaya di dalam gang atau tengah kampung bisa menitipkan bunga di kios-kios petani lainnya.
Punjul mengatakan, mal bunga berpotensi direplikasi ke komoditas lain, yakni buah dan sayur yang generik secara luas dibudidayakan di Batu. ”Sudah mulai, misalnya gerai stroberi di Desa Pandanrejo, apel di Kecamatan Bumiaji. Ke depan, semua komoditas akan semacam mal bunga itu,” katanya.
Pasar
Berbeda dengan Batu yang sejuk di dataran tinggi, Surabaya yang bercuaca panas lebih cocok menjadi pasar produk bunga. Namun, sebagai kota metropolitan terbesar kedua atau setelah Ibu Kota (Jakarta), konsepsi sentra bunga belum merujuk pada mal atau pusat belanja berupa gedung pencakar langit. Sebagian fasad wilayah Surabaya masih menyisakan ruang yang leluasa untuk pusat belanja berwujud pasar tradisional.
Baca juga: Surabaya dam Ciri Khas Kota Perkampungan
Orang Jatim atau rakyat Nusantara yang pernah atau tahu tentang Surabaya idealnya paham bahwa sentra bunga di Bumi Pahlawan ada di Pasar Bunga Kayoon dan Pasar Bunga Bratang. Kedua tempat itu masih tradisional.
Kayoon di tepi Kalimas dipenuhi penjual bunga hias, bunga rangkaian, kelengkapan tanaman hias. Kompleks seluas 3.000 meter per segi ini sempat menyandang status pusat florist terbesar Indonesia timur.
Di Kayoon, ada kios yang hanya menjual bunga potong untuk konsumen atau stok bagi perajin untuk rangkaian dan dekorasi. Ada kios yang menawarkan jasa merangkai atau dekorasi dengan berbagai kelengkapan, yakni papan, tripleks, busa, kawat, dan cat hias. Juga ada kios penjual peralatan dan perlengkapan budidaya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, sebelum serangan pandemi atau sampai 2019, Kayoon merupakan salah satu ikon kota yang dipromosikan untuk kunjungan wisatawan terutama dari mancanegara yang singgah dengan kapal pesiar. Saat kapal sandar di Pelabuhan Tanjung Perak, wisatawan yang turun untuk pelesiran ke Surabaya akan diajak mampir ke Kayoon.
Baca juga: Mudik, Makan dan Jalan-jalan
Dari sejumlah literatur, di masa Hindia Belanda atau sebelum kemerdekaan, Kayoon merupakan kawasan taman di tepi Kalimas. Di depan taman berderet perumahan elite menghadap sungai terusan Bengawan Brantas itu. Setelah kemerdekaan atau 1945, secara bertahap ada perubahan di Kayoon. Sejumlah warga mulai berjualan bunga di Kayoon dan semakin ramai pada 1980.
Sejak 1980 itulah, Kayoon mulai dikenal sebagai ”pasar” bunga. Yang mungkin kurang disadari, Pasar Bunga Kayoon seolah mewarisi fasad di masa lalu yang berupa taman di tepi sungai untuk wisata masyarakat. Kayoon masih menjadi tujuan favorit bagi warga Surabaya untuk mencari bunga potong untuk dekorasi dan bunga hias untuk tanam menanam di rumah.
Selain Kayoon, juga ada Pasar Bunga Bratang. Lokasinya di samping Taman Flora Bratang. Pasar Bunga Bratang berdekatan dengan gedung inpres pasar juga pasar hewan peliharaan (pasar burung). Bratang tidak seluas Kayoon tetapi para pedagang di sini lebih fokus pada jasa membuat dan menghias taman rumah. Warga yang ingin mengubah fasad rumah dengan taman dan tanaman hias biasanya datang ke Bratang daripada Kayoon.
Di luar kedua pasar itu masih ada beberapa lokasi tetapi lebih pada sentra tanaman hias. Harsono, penjual tanaman hias dan kelengkapan taman di Ketintang, mengatakan, tanaman-tanaman hias ada yang berasal dari petani di Batu, Malang, atau dibudidayakan warga Surabaya. Selain melayani pembeli yang datang, pegawai kios tanaman hias terkadang berkeliling ke perumahan terdekat dengan sepeda motor membawa sejumlah tanaman, pupuk, batu hias, bahkan tanah.
Di pegunungan hingga pesisir, bunga selalu membuat warganya terpikat, tidak hanya untuk bisnis, tetapi juga melepas penat.