Bunga-bunga yang Menyemarakkan Kota
Bunga-bunga menyemarakkan kota di berbagai tempat dan suasana. Lebaran, perayaan Natal, hingga festival diwarnai dengan aneka warna puspa Nusantara. Bunga juga membuat hidup petani hingga pebisnis kian berwarna.
Sebelum serangan pandemi Covid-19 (Coronavirus disease 2019) yang melanda sejak Maret 2020, setiap Mei, hari jadi Kota Surabaya selalu disemarakkan dengan Parade Budaya dan Bunga. Parade bunga ini membuat bisnis bunga di banyak kota kian hidup.
Saat parade, beratus-ratus kendaraan instansi pemerintah, swasta, perusahaan, lembaga, dan organisasi kemasyarakatan berhias bunga warna-warni. Kendaraan yang berkonvoi ini disambut meriah warga yang berjubel menonton di tepi jalan raya.
Demi parade, peserta terkadang merogoh kocek terlalu dalam untuk mengeluarkan biaya puluhan-ratusan juta rupiah agar kendaraan menjadi paling menarik dan kreatif alias menjadi juara. Seluruh peserta Parade Budaya dan Bunga memang mendapat penilaian dari dewan juri yang ditunjuk Pemerintah Kota Surabaya. Bunga yang dimanfaatkan harus hidup atau segar alias bukan abal-abal.
Mendekati parade pada pekan terakhir Mei, arek Suroboyo yang gila bunga akan ”menyerbu” Malang Raya dan Kediri Raya untuk memborong tanaman hias. Di Surabaya, warga akan mendatangi Pasar Bunga Kayoon, Pasar Bunga Bratang, dan atau sentra mini tanaman hias di Ketintang, Karah, bahkan Kebun Bibit Wonorejo atau Taman Flora Batang serta kebun-kebun dan taman-taman pemuliaan bibit tanaman dalam pengelolaan Pemerintah Kota Surabaya.
Baca juga: Surabaya Gelar Pawai Bunga
Kini persis dua tahun serangan pandemi, situasi Covid-19 mulai melandai. Aparatur melonggarkan berbagai pengetatan aktivitas sosial, termasuk segala acara yang membutuhkan kehadiran bunga. Misalnya, misa dan ibadat di gereja-gereja se-Surabaya, hajatan, syukuran, perkawinan, dan peringatan kematian. Apalagi, sejak awal Maret 2022, umat Islam memasuki Ramadhan. Di bulan puasa, frekuensi acara keagamaan meningkat yang di antaranya membutuhkan bunga segar untuk mempercantik dan mengharumkan suasana.
Kesenangan akan bunga diakui Listya Natalia, pemilik kebun bunga di Malang dan toko bunga di Surabaya. Ia melihat warga ibu kota Jatim berminat tinggi terhadap bunga dan tanaman hias. ”Konsumen bunga hias di Surabaya lumayan tinggi, terutama untuk dekorasi pesta dan acara keluarga,” ujar pengurus di Asosiasi Bunga Indonesia itu, Minggu (24/4/2022).
Di setiap acara yang memerlukan dekorasi, warga Surabaya selalu memakai bunga hidup. Mereka pantang memakai bunga atau tanaman tiruan dari plastik. Bahkan, arek Suroboyo cukup fanatik dengan bunga lokal dari Batu, Malang, dan Kediri. Namun, mereka juga mau menerima bunga-bunga dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali.
Meskipun mampu mendatangkan dan memakai bunga impor, orang Surabaya ternyata masih punya cinta yang besar terhadap kekayaan bunga lokal. Di sinilah simbiosis mutualisme atau imbal balik positif dengan daerah-daerah penghasil bunga dan tanaman hias. Jika orang Surabaya termakan gengsi memakai bunga impor, hal itu akan memukul kejayaan sentra-sentra bunga, misalnya Batu.
Lihat juga: Semarak Tabebuya di Surabaya
Konsumen yang rutin menggunakan bunga hias untuk dekorasi ialah gereja Katolik, hotel bintang 4 dan 5, dan gedung atau restoran untuk ulang tahun dan pernikahan serta karangan bunga ucapan. Harga satuan rangkaian bunga ucapan termurah Rp 750.000. Rangkaian bisa bernilai Rp 15 juta jika pemesan meminta penggunaan beragam anggrek yang amat mahal.
Ahmad Cholis, perangkai di Pasar Bunga Kayoon, mengatakan, selama dua dekade bekerja sebagai pendekorasi, ia melihat warga Surabaya setia dan puas terhadap kecantikan bunga lokal. Yang memakai bunga impor memang ada, tetapi ternyata minim. ”Meski dekorasi pernikahan digelar sangat mewah, pemilik hajatan tetap cinta pada bunga lokal hortisia, krisan, aster, dan mawar,” ujarnya.
Wagiman, perangkai lainnya, menambahkan, beragam dedaunan segar juga digemari untuk menyempurnakan dan menghidupkan dekorasi. Daun-daun didatangkan dari Batu. ”Pemilik toko bunga di Surabaya biasanya juga memiliki kebun dan mengembangkan tamanan hias serta bunga-bunga di Batu atau Malang,” katanya.
Memiliki usaha di Surabaya dan kebun di Batu atau Malang menjadi lumrah karena Surabaya memang jantung ekonomi Jatim. Sebagian warganya dianggap lebih berada, bahkan di antaranya masuk superkaya atau crazy rich yang nyeleneh, unik, nyentrik, atau suka bikin iri saat memamerkan kekayaan. Dengan memiliki usaha nyaris dari hulu ke hilir, pengelola bisa mengatur ragam bunga, penanaman, dan panen sesuai musim atau minat pasar (konsumen).
Meski dekorasi pernikahan digelar sangat mewah, pemilik hajatan tetap cinta pada bunga lokal hortisia, krisan, aster, dan mawar.
Warga Surabaya juga terkadang memesan bunga jenis tertentu karena selera atau kebutuhan setahun sebelum menggelar acara besar. Kebutuhan dekorasi standar memerlukan 500 tangkai. Untuk dekorasi gereja, minimal 100 tangkai. Untuk acara yang gebyar, mewah, dan ”wah”, dekorasi membutuhkan bunga yang jumlahnya tanpa batas atau semau pemesan.
Menurut Nita Suryani Nata dari Kelompok Perangkai Bunga Gereja Roh Kudus, perlu memesan terlebih dahulu untuk dekorasi. Mereka membutuhkan jenis-jenis bunga tertentu untuk disesuaikan dengan tema misa atau ekaristi. Gereja rata-rata belanja pada Jumat dan dirangkai pada Sabtu pagi sehingga bisa digunakan pada misa Sabtu sore dan sepanjang Minggu.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, warga juga cukup aktif memelihara tanaman hias dalam pot untuk mempercantik rumah dan lingkungan. Namun, kebutuhan belanja bunga segar dari daerah lain tetap tinggi karena Surabaya belum bisa memenuhinya. ”Arek Suroboyo itu fanatik, tidak gengsi, gak pateken. Mereka senang dan bangga dengan bunga-bunga dari saudara-saudara petani di Batu dan Malang,” katanya.
Di Batu yang menjadi sentra bunga di Jatim, pengiriman bunga dari petani pun kian mudah setelah petani merambah sistem online (dalam jaringan). Jumadi, warga Bulukerto, Batu, dengan bendera Proflorist Batu, bisa mengirim bunga ke Surabaya, Denpasar, Jakarta, dan kota-kota lain di luar Pulau Jawa.
Saat ditemui pada Senin (11/4/2022), Jumadi sedang dibantu beberapa pegawai mengemas bunga potong untuk konsumen di Malang. Pengemasan begitu rapi dengan kertas, dibungkus lagi dengan karton tebal.
Pemesanan datang secara langsung dan daring internet sehingga cakupan pasarnya menjangkau seluruh negeri. Seiring pandemi melandai, penjualan bunga dari Batu mulai bergairah dipicu pelonggaran aktivitas sehingga masyarakat bisa mengadakan berbagai acara. ”Saat ini saya mengirim 10-20 kali dalam sehari. Selama pandemi nyaris tidak ada pengiriman bunga potong. Saat puasa agak merosot menjadi 2-3 kali pengiriman,” kata Jumadi.
Menurut Jumadi, di masa Ramadhan, permintaan bunga potong menurun karena mungkin warga meniadakan pesta dan hajatan. Namun, seusai Lebaran, permintaan biasanya meningkat karena akan banyak pernikahan yang menyesuaikan bulan baik dalam penanggalan Jawa.
Baca juga: Petani Bunga di Batu Tembus Pasar Daring
Arifin, petani bunga Sumberejo, Batu, juga mengakui pasar bunga hias menjangkau seluruh penjuru Nusantara, bahkan daerah dingin lainnya, yakni Tawangmangu di Karanganyar, Jawa Tengah.
Namun, menurut Arifin, pembelian bunga hias berada pada titik tertinggi ketika serangan pandemi memuncak. Saat itu, pertengahan 2021, penjualan mencapai 2.000 pot sebulan. ”Saat ini semua obyek wisata sudah buka sehingga wisatawan yang membeli bunga berkurang. Kalau dulu obyek wisata tutup, mereka terpaksa berwisata ke sentra-sentra bunga. Begitu pula puasa saat ini sepi, nanti kembali ramai setelah Lebaran,” kata Arifin di sela kesibukan menerapkan okulasi bunga mawar di lahan seluas 1.300 meter persegi.
Wakil Wali Kota Batu Punjul Santoso menegaskan, budidaya bunga telah menjadi keseharian warga Batu yang dianugerahi lanskap aduhai antara gugus Gunung Arjuno, Anjasmoro, dan Panderman. Berada di ketinggian 700-1.700 meter di atas permukaan laut, Batu adalah kota bunga di mana sejumlah desa/kelurahan menjadi ujung tombak budidaya, yakni Sidomulyo, Gunungsari, Sumberejo, Bulukerto, Punten, dan Bumiaji.
”Batu penghasil bunga terbesar di Jatim,” kata Punjul. Bunga dari Batu telah bertahun-tahun mempercantik kehidupan kota-kota lain, bahkan sampai mancanegara.
”Bunga potong yang dikirim ke Bali setiap hari itu kebanyakan dari Batu. Bahkan, ada juga bunga mawar dari Gunungsari yang dikirim ke Surabaya, oleh pengusaha Surabaya dikemas lalu dikirim ke Singapura. Di Singapura bunga itu dikemas lalu dikirim lagi ke Indonesia,” ujar Punjul.
Tak dimungkiri, bunga-bunga ikut menyemarakkan desa hingga kota ketika saat pandemi meninggi hingga saat mereda.