Maestro ketoprak asal Yogyakarta, Bondan Nusantara, berpulang dalam usia 69 tahun, di Yogyakarta, Rabu (20/4/2022). Dunia seni panggung berkabung kehilangan salah satu putra terbaiknya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Maestro ketoprak asal Yogyakarta, Bondan Nusantara, berpulang dalam usia 69 tahun, di Yogyakarta, Rabu (20/4/2022). Dunia seni panggung berkabung kehilangan salah satu putra terbaiknya. Almarhum dikenal sebagai sosok yang getol melestarikan ketoprak dengan mendekatkannya kepada anak-anak muda.
Bambang Paningron, penggiat seni asal Yogyakarta, menerima informasi duka tersebut sekitar pukul 15.00. Menurut dia, kepergian Bondan terasa sangat mendadak dan mengejutkan. Ia tak mengetahui apakah almarhum mempunyai riwayat penyakit tertentu yang mengakibatkannya meninggal dunia.
”Tadi pagi, seharusnya dia rapat sama saya. Rapat budaya di Dinas Kebudayaan. Tetapi, beliau tidak rawuh. Menurut kabar yang saya terima, beliau sebenarnya tadi pagi sudah bangun, tetapi sare (tidur) lagi di rumahnya. Kemudian, dibangunkan tidak mau,” kata Bambang, saat dihubungi, Rabu petang.
Bambang merasa sangat kehilangan dengan berpulangnya Bondan. Sebab, mereka bersama-sama masih mengurus perihal pelestarian ketoprak di Tim Pengembangan Kethoprak Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Masih ada sejumlah pekerjaan yang belum rampung.
Lebih lanjut, Bambang menilai, Bondan adalah sosok yang tak kenal lelah dalam pengembangan ketoprak. Almarhum getol sekali menularkan ilmunya kepada yang lebih muda. Perjuangan tersebut dilakukan almarhum dengan sangat konsisten semasa hidupnya. Diyakininya, apa yang sudah dilakukan sang maestro pasti akan melahirkan penerus-penerus yang tak kalah gigihnya memperjuangkan ketoprak.
”Bondan ini maestro yang tidak kenal capek untuk membangun, mengajar, dan mengembangkan ketoprak melalui generasi muda sekarang. Nanti kalau bisa berkontak dengan teman-teman muda, itu akan terasa bagaimana beliau memperjuangkan ketoprak untuk anak-anak muda. Itu beliau enggak ada duanya dalam hal itu,” kata Bambang.
Dihubungi terpisah, Susilo Nugroho, seniman teater, membenarkan hal tersebut. Sempat ada masa, ia tak percaya diri dengan naskah ketoprak yang ditulisnya. Sebab, latar belakangnya ialah seni teater. Namun, Bondan datang meyakinkan Susilo agar menulis dengan gayanya sendiri. Gaya itu dipertahankannya bersama Kethoprak Conthong yang juga masih eksis sampai sekarang.
Sekali waktu, Susilo pernah mendengar bahwa Bondan dijuluki ”peternak ketoprak”. Julukan itu didasari begitu banyak kelompok ketoprak yang dilatih Bondan. Lakon yang dimainkan kelompok-kelompok tersebut juga berasal dari naskah yang ditulisnya.
”Dengan berbagai suara yang ada, dia jalan terus. Saya enggak tahu itu positif atau negatif. Tetapi, di kalangan teman-teman nonketoprak ada istilah itu. Beliau sangat getol. Saya tidak menyepelekan makna itu (peternak ketoprak). Tetapi, yang seperti beliau itu justru jarang,” kata Susilo.
Jejak Bondan atas pembinaan ketoprak ditemukan juga di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pada 2010, ia bersama sahabatnya yang juga pencinta ketoprak, Edy Sulistiyanto, menginisiasi lahirnya Festival Ketoprak Pelajar. Itu didasari keprihatinan mereka akan minimnya pemain-pemain ketoprak muda di daerah tersebut. Padahal, masih banyak yang menggemari kesenian itu.
”Awalnya, kami bersama pemerintah daerah menggelar festival ketoprak. Tetapi, kok, pemainnya tua-tua semua. Saya dan Mas Bondan memutuskan pindah ke jalur pendidikan. Akhirnya, digelarlah Festival Ketoprak Pelajar. Semula dari antar-SMA, sekarang sudah ada tingkat SD dan SMP juga,” kata Edy, saat dihubungi, Rabu malam.
Dalam gelaran tersebut, ujar Edy, Bondan banyak mengeksplorasi pertunjukan ketoprak agar lebih menarik bagi anak-anak. Panggung dan pencahayaan dibuat tak monoton. Efek visual juga kerap dibubuhkan dalam setiap pentas. Inovasi semacam itu yang akhirnya membuat generasi muda lebih menggandrungi ketoprak.
Dengan demikian, kata Edy, misi untuk mendekatkan generasi muda dengan ketoprak tercapai. Ketoprak seolah dibuat naik kelas segala hal yang kekinian tanpa meninggalkan esensinya. Pemain-pemain ketoprak baru pun lahir.
”Anak-anak ini akhirnya senang ketoprak. Eh, ya, ada saja yang memilih masuk ke akademi seni dan menggeluti seni peran gara-gara ikut festival ini. Di sini, anak-anak merasa keren bermain ketoprak. Teknologi membuat ketoprak jadi semakin fenomenal dan tidak ketinggalan zaman,” kata Edy.
Model pembinaan yang berlangsung di Klaten coba ditiru di DIY. Pada 2019, Bondan bersama dengan Dinas Kebudayaan DIY membentuk Tim Pengembangan Kethoprak DIY. Di sana, anak-anak muda dari setiap kabupaten dan kota diminta mewakili daerahnya masing-masing untuk menggarap lakon yang dipentaskan tiga kali sebulan di Taman Budaya Yogyakarta. Pentasnya bertajuk ”Kethoprak Rebon” karena diadakan setiap Rabu.
Menariknya, lakon yang dimainkan bukan dari naskah-naskah yang sudah ada. Anak-anak muda itu diminta membuat naskah baru. Tak hanya itu, mereka menggarap pentasnya secara utuh. Pasalnya, anak-anak itu pula yang menjadi pengatur tata cahaya dan tata suara. Jadi, tidak sekadar berlatih peran lalu pentas.
”Ternyata, antusiasmenya sangat tinggi. Sebelum saya pindah, sudah ada sekitar 340 seniman muda yang mau bergerak di ketoprak. Karena, itu tadi, mereka belajar ketoprak ini secara menyeluruh. Tidak sekadar bermain peran, tetapi juga mendalami aspek-aspek lainnya. Itu memang mereka bisa belajar di sana,” kata Aris Eko Nugroho, Paniradya Kaistimewaan, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DIY, sewaktu Tim Pengembangan Kethoprak DIY dirintis.
Beliau hadirkan format yang berbeda sehingga ketoprak tidak lagi kuno.
Pentas ketoprak muda, di DIY, dimulai pada akhir 2019. Serangan Covid-19, pada awal 2020, mengakibatkan pentas tersebut terpaksa mandek dulu. Namun, anak-anak muda binaan Bondan ini tak kehabisan akal. Mereka berinovasi membuat ”Sineprak”. Ketoprak disajikan di saluran Youtube.
Aris mengungkapkan, Bondan mampu mendekatkan seni dengan anak-anak muda. Itu membuat ketoprak kembali digemari. Imbasnya, kesenian tradisional tersebut akan lestari dengan sendirinya. Sebab, ada anak-anak muda yang akan menghidupi warisan budaya sarat nilai sejarah tersebut.
”Beliau hadirkan format yang berbeda sehingga ketoprak tidak lagi kuno. Hal-hal tersebut membuat anak-anak muda yang tidak tertarik ketoprak justru merasa tertarik, bahkan mencintainya,” jelas Aris.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, jenazah almarhum Bondan disemayamkan di rumah duka di Dusun Sentanan, Kalurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY. Menurut rencana, bakal diadakan kebaktian penghiburan pada Kamis (21/4/2022) siang. Jenazah selanjutnya akan dikremasi di Krematorium Yayasan Wahana Mulia Abadi pada pukul 14.00. Almarhum meninggalkan seorang istri, dua anak, dan dua cucu.
Penuturan sesama rekan menunjukkan tingginya dedikasi Bondan pada ketoprak. Hendaknya benih-benih seniman muda ketoprak yang telah disemainya di berbagai tempat tumbuh dan muncul sebagai maestro-maestro baru kelak. Selamat jalan, Mas Bondan. Jasamu abadi....