Wapres Minta Lemhannas Kaji Pendekatan Kesejahteraan di Papua
Pendekatan kesejahteraan di Papua diharapkan menjadi langkah tepat untuk menyelesaikan persoalan di Bumi Cenderawasih.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Ketahanan Nasional diminta untuk melakukan kajian khusus mengenai Papua. Kajian dilakukan untuk memastikan bahwa perubahan pendekatan yang diterapkan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan Papua akan membawa dampak signifikan.
Permintaan itu disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat menerima Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Wijayanto di kediaman resminya di Jalan Diponegoro, Jakarta, Selasa (19/4/2022). ”Kita harus membuat landasan melalui kajian (pendekatan kesejahteraan). Apabila landasannya ada, akan lebih mudah dalam pelaksanaannya,” ujar Wapres.
Sejauh ini, pemerintah telah menyiapkan dasar hukum untuk mendukung percepatan pembangunan Papua, seperti Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rancangan Induk Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua 2021-2041 dan Rancangan Perpres tentang Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otsus Papua.
”Saat ini masih dibahas bersama-sama di tingkat kementerian dan lembaga,” tambah Wapres.
Sebelumnya, Andi menyebutkan Lemhannas saat ini fokus menjalankan lima kajian, yakni ekonomi biru, ekonomi hijau, ketahanan ibu kota negara, transformasi digital, dan konsolidasi demokrasi. Namun, untuk menjalankan arahan Wapres, Lemhannas akan membentuk tim pengkaji khusus masalah Papua.
”(Tim pengkaji khusus) untuk memastikan bahwa perubahan pendekatan yang sedang dilakukan pemerintah di Papua akan membawa perubahan yang signifikan bagi keamanan di Papua maupun kesejahteraan rakyat Papua,” kata Andi seusai pertemuan.
Lemhannas akan segera melakukan kajian seperti yang diminta Wapres Amin. Ke depan, tim tersebut akan berkoordinasi dengan tim di Sekretariat Wapres dan melaporkan perkembangan kajian-kajian tentang Papua.
Sejauh ini, pemerintah sudah beberapa kali menyebutkan perubahan pendekatan dalam menangani Papua. Wapres Amin, misalnya, menyampaikan mengenai perubahan pendekatan penanganan Papua saat bertemu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pada 3 November 2021. Hal itu juga pernah disampaikan Wapres saat memberikan sambutan dalam acara inaugurasi Putra-Putri Terbaik Papua dan Penyandang Disabilitas untuk Berkarya di BUMN, 25 Mei 2021.
Wapres Amin juga meminta pendekatan yang lebih humanis dalam menangani Papua saat menerima kunjungan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, 24 November 2021, di kediaman resmi Wapres. Ditegaskan bahwa pendekatan humanis mesti diutamakan sembari memastikan perlindungan terhadap hak asasi manusia masyarakat Papua.
Pentingnya perubahan pendekatan dalam menangani masalah Papua juga menjadi pokok pembahasan dalam pertemuan Panglima TNI dengan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo. Keduanya menyepakati perlunya perubahan pendekatan dengan lebih menekankan aspek humanis.
Pendekatan keamanan
Meski pemerintah menyatakan lebih menekankan pendekatan humanis, kenyataannya pendekatan keamanan tetap didahulukan. Buktinya, pemerintah menyambut baik usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membentuk tiga provinsi baru di Papua. Pemekaran wilayah tentu akan berimplikasi pada penambahan ruang politik dan pemerintahan serta ruang keamanan.
Direktur Program Public Virtue Institute Miya Irawati dalam diskusi daring, 13 April lalu, mengatakan, pendekatan keamananlah yang kemudian menimbulkan kebutuhan pemekaran di Papua. Dengan kata lain, pendekatan yang dilakukan tetaplah keamanan, bukan kesejahteraan seperti yang digembar-gemborkan pemerintah.
Panglima TNI pada 1 Desember 2021 juga menyebutkan jumlah komando distrik militer (kodim) di Papua masih kurang. Rata-rata satu komando resor militer (korem) membawahkan sepuluh kodim. Adapun di Papua, satu korem hanya memiliki tiga hingga lima kodim dengan wilayah kerja luas. Idealnya, menurut Andika, terdapat 30 kodim di Papua dan itu akan disiapkan bertahap.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai kajian mengenai Papua tersebut semestinya komprehensif. Dengan demikian, tergambar situasi Papua dan sejauh mana kebijakan yang dibuat pemerintah di Jakarta mampu atau tidak mampu menyelesaikan konflik di Papua.
Jangan sampai kajian tersebut hanya menjadi stempel untuk membenarkan kebijakan saat ini yang menuai protes, baik operasi keamanan dan satgas yang terlalu banyak maupun pemekaran wilayah yang tanpa konsultasi dengan rakyat Papua.
”Lemhannas memang salah satu tugasnya membuat kajian strategis ketahanan nasional. Namun, karena selama ini Lemhannas terlalu identik dengan sektor keamanan, khususnya militer, sebaiknya kajian ini juga melibatkan para peneliti LIPI/BRIN yang ahli Papua,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Usman, Wapres juga sebaiknya meminta lembaga lain, seperti Komnas HAM dan organisasi masyarakat sipil, untuk ikut membuat kajian soal Papua. Kajian-kajian tersebut perlu meliputi masalah-masalah utama yang menjadi keprihatinan utama orang Papua, yakni hak asasi manusia dan keadilan sosial.
”Jangan sampai kajian tersebut hanya menjadi stempel untuk membenarkan kebijakan saat ini yang menuai protes, baik operasi keamanan dan satgas yang terlalu banyak maupun pemekaran wilayah yang tanpa konsultasi dengan rakyat Papua,” katanya.