Usaha Ultramikro Penopang Ekonomi, Hadapi Minimnya Literasi Keuangan
Usaha ultramikro tidak hanya menghadapi masalah sulitnya mendapat akses pembiayaan, tetapi juga literasi keuangan yang masih rendah. Pemberdayaan masyarakat dan peningkatan literasi keuangan terus dilakukan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Pelaku usaha ultramikro masih menghadapi beragam masalah, mulai dari sulitnya akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal hingga literasi keuangan yang rendah. Selain memberikan pendampingan pemberdayaan warga, keterbatasan infrastruktur hingga akses digitalisasi juga menjadi kendala yang harus segera diselesaikan.
”Literasi keuangan dan pemberdayaan sangat penting mendorong pertumbuhan usaha ultramikro. Tidak sekadar memberikan pembiayaan, kami juga harus melakukan pemberdayaan masyarakat,” kata Direktur Operasional PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Sunar Basuki dalam program Pengembangan Kapasitas Usaha, Selasa (19/4/2022), di Medan.
Acara ini dilakukan serentak di 60 kota dengan peserta 23.000 orang. PNM yang merupakan badan usaha milik negara itu pun mencetak rekor pelatihan literasi keuangan secara serentak kepada perempuan terbanyak dari Museum Rekor-Dunia Indonesia (Muri).
Sunar mengatakan, sebagai lembaga keuangan yang berfokus pada pembiayaan usaha ultramikro, pihaknya tidak bisa hanya memikirkan teknis penyaluran pinjaman. Pihaknya juga harus melakukan pendampingan, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat.
Menurut Sunar, lebih dari 10.000 pelatihan sudah dilakukan setiap tahun untuk meningkatkan literasi keuangan usaha ultramikro. Pelatihan itu mencakup hal-hal yang sangat mendasar dalam membangun usaha. Beberapa pengetahuan itu seperti membuat perencanaan usaha dan laporan keuangan, mengelola utang dan piutang, serta memisahkan keuangan pribadi dengan usaha.
Sunar menjelaskan, PNM menargetkan bisa menyalurkan kredit untuk usaha ultramikro sebesar Rp 58 triliun pada tahun ini atau meningkat dari tahun lalu Rp 48 triliun. PNM yang telah bergabung dengan holding ultramikro bersama Bank Rakyat Indonesia dan Pegadaian itu pun menyebut akan ada peningkatan jumlah nasabah, dari 11 juta menjadi 14 juta nasabah.
Akan tetapi, Sunar menyebut, pencapaian target itu tidak lepas dari sejumlah kendala. ”Kendala utama yang kami hadapi saat ini adalah keterbatasan infrastruktur di daerah-daerah terpencil,” katanya.
Sunar mengatakan, lebih dari 90 persen nasabah mereka berada di daerah kabupaten, hanya sekitar 10 persen yang merupakan warga kota. ”Dari semua nasabah itu bahkan hanya 15 persen yang mempunyai smartphone sehingga kami juga terkendala melakukan digitalisasi,” ujar Sunar.
Selain itu, penyaluran pembiayaan untuk usaha super kecil itu juga menghadapi kendala tidak adanya formalitas usaha, skala usaha yang kecil, dan tidak ada agunan. Karena itu, salah satu program utama PNM adalah menyalurkan kredit kepada kelompok masyarakat dengan prinsip tanggung renteng sehingga tidak diperlukan agunan dan formalitas.
Kepala Divisi Bisnis Ultramikro PT Bank Rakyat Indonesia Novian Supriatno mengatakan, pihaknya juga terus mendorong pemberdayaan usaha ultramikro dengan memberikan akses pembiayaan yang lebih mudah dan juga pemberdayaan.
”Kolaborasi terus kami lakukan bersama holding ultramikro,” katanya.
Kasiani (39), pelaku usaha ultramikro dari Medan Belawan, mengatakan, selama ini ia sangat kesulitan mendapat akses keuangan formal dan harus membayar bunga pinjaman yang sangat tinggi kepada rentenir. Setelah membentuk kelompok usaha, ibu-ibu yang merupakan istri nelayan itu pun bisa mendapat akses keuangan ke PNM.
”Saya meminjam Rp 8 juta dari PNM. Saya pun membuka usaha rempeyek udang dengan memanfaatkan ikan tangkapan suami. Ini sangat membantu keluarga kami,” kata Kasiani.
Menurut Kasiani, ia bisa menutupi cicilan Rp 369.000 per dua minggu dan masih mendapat keuntungan untuk menambah pendapatan keluarga. Hal serupa dilakukan anggota kelompoknya dengan pinjaman Rp 2 juta-Rp 8 juta dengan tenor pembayaran satu tahun.
”Sebelumnya kalau kami meminjam Rp 3 juta dari rentenir harus dibayar bulan depannya Rp 3,3 juta. Usaha tidak maju, utang tidak terbayar,” katanya.