Pemerintah dan asosiasi pengusaha berusaha mengendalikan harga serta pasokan daging sapi di Jatim agar tidak memberatkan masyarakat.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pedagang melayani pembelian daging sapi segar di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Senin (18/4/2022).
SURABAYA, KOMPAS — Harga daging sapi di Jawa Timur mendekati Lebaran 2022 diprediksi meningkat seiring melonjaknya konsumsi. Pemerintah dan asosiasi pengusaha berusaha mengendalikan harga serta pasokan daging agar tidak memberatkan masyarakat.
Demikian diutarakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Daging dan Hewan Ternak (Aspednak) Indonesia Isa Anshori saat diskusi dan buka puasa bersama di Surabaya, Jatim, Selasa (19/4/2022) petang. Turut hadir sebagai narasumber Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Jatim Juliani Poliswari dan Direktur Utama Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) Surya, Fajar Arifianto Isnugroho.
Sesuai dengan data Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo), harga daging sapi di provinsi berpopulasi 40 juta jiwa ini Rp 105.000-Rp 130.000 per kilogram (kg). Menurut Siskaperbapo, per Selasa malam, harga terendah ada di Sidoarjo, sedangkan tertinggi di Sumenep. Padahal, Sumenep merupakan sentra utama sapi dengan populasi 380.000 ekor atau 7,7 persen dari 4,9 juta ekor populasi sapi se-Jatim.
”Dilihat dari ketersediaan sapi seharusnya mencukupi, bahkan surplus sehingga harga bisa dikendalikan,” kata Anshori. Kenaikan konsumsi selama Ramadhan dan mendekati Lebaran sehingga mengerek harga daging sapi bisa dimaklumi sejauh rasional atau tidak terjadi lonjakan drastis.
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Jawa Timur Juliani Poliswari saat diskusi dan buka puasa dengan Asosiasi Pengusaha Daging dan Hewan Ternak Indonesia di Surabaya, Selasa (19/4/2022) malam.
Mengacu pada Siskaperbapo, harga daging sapi terus naik sebulan terakhir. Sebulan lalu, harga rata-rata di Jatim Rp 113.600 per kg. Kondisi terkini, harga rata-rata menjadi Rp 115.400 per kg. Kenaikan Rp 2.000 dalam sebulan masih dalam batas wajar dan bisa diterima. ”Kami bersinergi dengan pemerintah, Satuan Tugas Pangan, dan RPH untuk memastikan ketersediaan pasokan dan harga bisa dikendalikan dengan baik,” ujar Anshori.
Sementara itu, Fajar mengatakan, kebutuhan harian daging sapi di Surabaya setara dengan 300 sapi. RPH Surya memotong 160 sapi per hari, sedangkan sisanya dipotong di tempat lain. Berdasarkan pengalaman selama ini, kebutuhan daging akan meningkat mulai 10 hari sebelum Lebaran sampai sepekan setelah hari raya. Kenaikannya sekitar 15 persen sehingga RPH harus meningkatkan kuantitas pemotongan menjadi 180 sapi per hari.
”Kenaikan konsumsi juga akan memicu kenaikan harga sehingga RPH akan terus terlibat dalam operasi pasar untuk pengendalian harga,” kata Fajar, mantan jurnalis dan eks anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) itu.
Adapun Juliani mengatakan, diskusi ini diharapkan menjadi sarana menguatkan koordinasi untuk ketahanan pangan dalam sektor perdagingan. Dengan populasi 4,9 juta sapi, kebutuhan protein hewani warga Jatim yang sekitar 8 kg per kapita per tahun dapat tercukupi. Padahal, protein hewani juga didapat dari hewan ternak unggas, perikanan, dan mamalia selain sapi, terutama kambing, kerbau, dan babi.
Menurut Juliani, harga daging sapi di Jatim masih wajar. Namun, situasi ini patut diwaspadai karena harga komoditas serupa sedang tinggi di provinsi lain. Di Jakarta, misalnya, harga daging sapi sudah tembus Rp 150.000 per kg. Artinya, ada disparitas harga Rp 20.000 per kg dibandingkan dengan harga tertinggi di Jatim.
”Di sinilah peran pemerintah, pengusaha, dan satgas pangan untuk mengawasi agar tidak banyak sapi yang keluar dan ternyata melalui jalur ilegal,” kata Juliani.
Anshori mengatakan, anggota asosiasi yang baru terbentuk dua tahun ini di Jatim dan Bali akan berkoordinasi untuk mengawasi distribusi sapi. Pengusaha tidak ingin banyak sapi dikirim ke luar daerah, tetapi membahayakan ketahanan di provinsi.
Menurut Fajar, salah satu cara untuk menekan potensi masuknya sapi dari jalur ilegal ialah pemeriksaan dokumen, yakni surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) dan surat jalan. RPH, terutama di Surabaya, tidak akan bersedia memotong ternak yang tidak dilengkapi surat jalan atau SKKH itu. Aparat terpadu harus segera menahan dan menindak kendaraan pengangkut hewan ternak tanpa dilengkapi dokumen dan mengusut pengusaha yang tidak menaati aturan itu.