Pungli Sertifikat Tanah, Kepala Desa di Sidoarjo Divonis Setahun Penjara
Kades Klantingsari Wawan Setyo dihukum setahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Terdakwa dinilai terbukti memungut biaya hingga jutaan rupiah kepada pemohon dalam program sertifikat tanah gratis.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Suasana sidang dengan terdakwa Kepala Desa Klantingsari Wawan Setyo Budi Utomo di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (4/4/2022).
SIDOARJO, KOMPAS — Kepala Desa Klantingsari, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Wawan Setyo Budi Utomo dihukum penjara setahun dan pidana denda sebesar Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Terdakwa dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi karena memungut biaya hingga jutaan rupiah kepada pemohon yang mengajukan pembuatan sertifikat tanah gratis di desanya.
Selain Wawan, dua perangkat Desa Klantingsari, yakni staf Bagian Pemerintahan Ayu Indah Lestari dan Kepala Urusan Pemerintahan Supratono, juga dihukum masing-masing dengan pidana penjara selama setahun dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Ayu dan Supratono diproses dalam perkara yang terpisah.
”Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah sebagaimana dalam dakwaan alternatif Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP,” ujar majelis hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana.
Vonis terhadap ketiga terdakwa dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (18/4/2022). Sidang itu dihadiri para terdakwa secara virtual dari Rutan Kejaksaan Tinggi Jatim tempat mereka ditahan selama proses hukum berlangsung. Hanya jaksa penuntut umum dan kuasa hukum terdakwa yang hadir langsung di ruang sidang.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Tumpukan sertifikat tanah yang akan dibagikan ke pemiliknya di Balai Kelurahan Bendan Duwur, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (25/2/2022).
Dalam materi putusannya, majelis hakim menyatakan hal yang memberatkan terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Sementara itu, hal yang meringankan, para terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan terhadap keluarga.
Wawan Setyo Budi Utomo (45) pada saat menjabat Kepala Desa Klantingsari menarik pungutan liar (pungli) biaya persiapan pada program pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL. Adapun besaran nilainya bervariasi setiap pemohon, mulai dari Rp 800.000 hingga Rp 1,5 juta per orang.
Terdakwa ditangkap penyidik Polresta Sidoarjo di rumahnya, Desa Klantingsari, dalam operasi tangkap tangan, Kamis (7/10/2021). Saat ditangkap, pelaku sedang menerima uang dari beberapa calon peserta program PTSL. Adapun total uang yang diperoleh terdakwa Rp 80 juta.
Program PTSL untuk Desa Klantingsari rencananya berlangsung pada 2022. Alokasi pemohon untuk program ini belum diketahui. Namun, jumlah pemohon yang mendaftar di Desa Klantingsari saat itu mencapai 800 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 150 orang di antaranya dimintai biaya persiapan oleh terdakwa.
Wawan dibantu Ayu dan Supratono mendata warga yang menjadi calon pemohon PTSL. Setelah itu, pemohon dikumpulkan dan diberitahu persyaratan yang harus dipenuhi sejak jauh hari. Persyaratan itu, misalnya, surat kepemilikan hak atas tanah, surat keterangan jual beli, surat keterangan waris, dan surat keterangan hibah.
Calon pemohon program PTSL yang ingin melengkapi persyaratan dikenai biaya bervariasi. Pembuatan surat keterangan hibah, misalnya, dipatok tarif Rp 350.000 per pemohon. Sementara biaya pembuatan surat keterangan waris sebesar Rp 850.000 dan yang tertinggi biaya untuk surat jual-beli tanah sebesar 5 persen dari nilai jual.
Besaran biaya untuk kategori V, yakni Jawa dan Bali, sebesar Rp 150.000 per peserta.
Perbuatan para terdakwa itu dinilai melanggar ketentuan perundangan yang berlaku karena biaya pengurusan PTSL seharusnya gratis. Adapun biaya untuk persiapan pendaftaran tanah sistematis lengkap harus mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Dalam SKB No 34/2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis, besaran biaya untuk kategori V, yakni Jawa dan Bali, sebesar Rp 150.000 per peserta. Biaya itu untuk keperluan, antara lain, kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, serta kegiatan operasional petugas kelurahan atau desa.
Adapun kegiatan operasional, antara lain, penggandaan dokumen pendukung, pengangkutan dan pemasangan patok, serta transportasi petugas dari kantor desa ke kantor pertanahan dalam rangka perbaikan dokumen yang diperlukan. Biaya tersebut tidak termasuk pembuatan akta, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh).
Menanggapi putusan tersebut, Wawan dan Supratono menyatakan menerima. Adapun Ayu mengatakan ingin berpikir terlebih dulu. Pernyataan senada juga disampaikan jaksa Wido Utomo dari Kejaksaan Negeri Sidoarjo. Alasannya, putusan majelis hakim di bawah tuntutan yang diajukan jaksa.
Dalam sidang yang berlangsung pada Senin (4/4/2022) lalu, Wawan Setyo Budi, Ayu Indah Lestari, dan Supratono dituntut hukuman penjara selama 1,5 tahun. Selain itu, mereka juga dituntut pidana denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan.
Sementara itu, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Sidoarjo Aditya Rakatama mengatakan, pihaknya juga tengah menangani kasus korupsi pungutan liar biaya persiapan program sertifikat gratis di Desa Suko, Kecamatan Sukodono. Dalam kasus ini, Kepala Desa Suko Rokhyani dan tiga kepala dusun telah ditetapkan sebagai tersangka serta dijebloskan ke dalam tahanan.
Ketiga kepala dusun (kadus) itu adalah Kadus Suko Muhammad Rofik, Kadus Ketapang Muhammad Adenan, dan Kadus Legok Arif Joko. Rofik dan Adenan langsung ditahan di Cabang Rutan Kelas I Surabaya pada Kejaksaan Tinggi Jatim setelah diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri Sidoarjo, Kamis (7/4/2022). Adapun Arif ditahan sepekan kemudian.
Biaya itu kemudian dibebankan kepada masyarakat yang menjadi peserta.
Penetapan tersangka terhadap Rofik, Adenan, dan Arif ini berdasarkan hasil pengembangan kasus korupsi dengan tersangka Kepala Desa Suko Rokhyani. Penyidik menetapkan Rokhyani sebagai tersangka pada 31 Januari 2022 dan menahan tersangka di Cabang Rutan Kelas I Surabaya hingga sekarang.
Rakatama mengatakan, pada tahun 2021, Desa Suko menerima program Pendaftaran Tanah Sertifikat Lengkap (PTSL) dari Badan Pertanahan Negara (BPN) Sidoarjo dengan kuota 1.300 pemohon. Untuk mendukung program tersebut, Rofik, Adenan, dan Arif bersama-sama dengan Rokhyani menggelar rapat dengan agenda menentukan besaran biaya pengurusan persiapan sertifikat gratis.
Biaya itu kemudian dibebankan kepada masyarakat yang menjadi peserta. Adapun nilainya bervariasi, mulai dari Rp 2,5 juta hingga Rp 5 juta per orang. Sebagian besar pemohon sudah menyetorkan uang kepada tersangka dengan alasan untuk mengurus dokumen, seperti surat keterangan hibah, surat jual-beli, dan surat keterangan waris yang dikeluarkan oleh pemerintah desa.
”Dari total uang yang disetorkan oleh pemohon sertifikat gratis itu, sebagian ada yang digunakan untuk kepentingan pribadi ketiga tersangka. Sebagian lagi disetorkan kepada Rokhyani sebagai kepala desa,” kata Rakatama.
Perbuatan tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP. Ketiga tersangka terancam hukuman paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara. Selain itu, mereka juga diwajibkan membayar denda hingga Rp 1 miliar.
Tim penyidik juga mempertimbangkan penggunaan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman terhadap pelaku paling lama lima tahun penjara dan denda hingga Rp 250 juta.