Umat Katolik NTT Saling Meringankan Beban Hidup di Tengah Kesulitan
Malam perjamuan Tuhan dengan para rasul, peringatan cinta kasih. Setiap pengikut Yesus wajib menjalankan hukum cinta kasih ini.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Umat katolik di Nusa Tenggara Timur diajak untuk saling meringankan beban hidup sesama di tengah kesulitan hidup saat ini, sebagaimana pelayanan tanpa pamrih yang diperlihatkan Tuhan terhadap manusia. Peristiwa pembasuhan kaki para rasul dan perintah untuk melakukan kehendak Tuhan di setiap tugas dan panggilan hidup masing-masing. Kesulitan hidup orang lain harus menjadi bagian dari kesulitan kita juga.
Peringatan malam perjamuan Tuhan dengan para rasulnya atau misa Kamis Putih di Gereja Santo Yoseph Pekerja Penfui, Kota Kupang, Rabu (14/4/2022), digelar tiga kali, yakni pukul 15.00, pukul 17.00, dan pukul 19.00 Wita. Pada misa kali ini tidak digelar ritus pembasuhan kaki pemimpin misa terhadap tokoh umat yang datang sebagaimana dilakukan Yesus terhadap para rasul-Nya dulu.
Penjadwalan tiga tahapan misa ini untuk menghindari penumpukan umat, yang berdampak pada penyebaran pandemi Covid-19. Kupang saat ini berada pada level 1 penyebaran Covid-19. Protokol kesehatan tetap dijaga secara ketat oleh panitia dan setiap umat. Hal ini untuk menghindari lonjakan kasus pascarangkaian peringatan Paskah tahun ini, terutama memasuki tri hari suci, yakni Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Haleluyah.
Pastor Jery Nardin MSC dari Seminari Tinggi Claretian Kupang, selaku pemimpin misa malam perjamuan Kamis Putih, dalam khotbahnya mengatakan, perintah Yesus, ”Lakukanlah ini sebagai peringatan akan daku”, ditujukan kepada para pengikutnya untuk saling mengasihi, meringankan beban sesama. Di tengah kesulitan hidup saat ini, orang Kristen ditantang untuk keluar dari sikap egoisme diri untuk saling berbagi.
Sebagai pengikut Yesus, mari kita saling berbagi dalam kesulitan ini. ”Kondisi hidup saat ini, mari kita saling meringankan beban hidup dalam masyarakat, terutama antara tetangga, dengan mengusung semangat saling berbagi. Yang berkecupan hendaknya berbagi dengan mereka yang tidak memiliki sama sekali. Yang memiliki kuasa dan kewenangan hendaknya melayani dan mengayomi dengan sungguh-sungguh dalam naungan kasih Tuhan,” katanya.
Dalam keluarga, ayah, ibu, dan anak-anak memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tidak berarti tugas dan pekerjaan ayah tidak boleh dibantu oleh ibu atau anak-anak, atau sebaliknya. ”Kita mulai belajar mengasihi dan membantu orang lain, dari dalam keluarga, dari sini kita dengan hati yang leluasa terlibat membantu tetangga, atau mereka yang mengalami kesulitan hidup,” katanya.
Malam perjamuan, Tuhan membasuh kaki para rasul-Nya. Ia menanggalkan jubah dan merebahkan diri, lalu melayani para rasul. Itu pertanda bahwa para pengikut Yesus bersedia berbuat baik dalam hal apa saja terhadap sesama yang membutuhkan.
Perayaan malam perjamuan Tuhan di GerejaLarantuka, Flores Timur, juga berlangsung khidmat. Dalam khotbahnya, RD Adu Kerans Pr mengatakan, perayaan ekaristi dan imamat tidak bisa dipisahkan. Tanpa imam, ekaristi tidak bisa dirayakan. Tanpa ekaristi, imam atau pastor kehilangan artinya karena tidak memiliki tugas dan pelayanan pokok.
Malam perjamuan dengan Tuhan, juga sebagai malam perayaan kehadiran sakramen ekaristi, sekaligus malam perayaan perdamaian dan persatuan antara umat. Itu harus lebih dikonkretkan dalam sikap saling mengasihi, saling menolong, dan meringankan beban hidup setiap kita. Setiap pengikut Yesus harus menempatkan diri sebagai hamba, pelayan, dan penolong bagi sesama yang membutuhkan.
Malam perjamuan Tuhan dengan para rasul juga disebut malam cinta kasih. Setiap pengikut Yesus diwajibkan menjalankan hukum cinta kasih ini. Yesus sendiri sudah membuktikan, hukum cinta kasih ini melalui melalui peristiwa pembasuhan kaki para rasul.
Malam perayaan perjamuan Tuhan di Kupang dan Larantuka berlangsung aman dan tertib di gereja-gereja. Semua gereja menyelenggarakan kegiatan ibadat malam perjamuan Tuhan bersama para rasul beberapa kali. Hanya saja, saat masuk dan keluar gereja, penumpukan umat di depan pintu masuk gereja sulit terhindarkan.
Umat yang mengikuti misa atau ibadat berikutnya tergesa-gesa masuk dalam gereja karena takut tidak kebagian tempat duduk. Sementara saat itu umat yang baru saja selesai misa belum semuanya meninggalkan bangku atau gedung gereja.