Mahasiswa Lampung Suarakan Stabilisasi Harga dan Kecam Represivitas Aparat
Gelombang unjuk rasa mahasiswa menolak kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat terus bergulir di berbagai daerah. Di Lampung, tujuh tuntutan disampaikan di depan kantor Pemprov Lampung.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri yang tergabung dalam Aliansi Lampung Memanggil menggelar unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Provinsi Lampung, Rabu (13/4/2022). Demonstran menyampaikan tujuh tuntutan, antara lain mendesak pemerintah menstabilkan harga pangan, menuntut layanan kesehatan dan pendidikan bagi rakyat, serta mengecam tindakan represif aparat terhadap gerakan rakyat.
Massa tiba di sekitar kompleks perkantoran Pemprov Lampung pukul 10.00 WIB. Namun, para demonstran tidak bisa masuk ke halaman kantor DPRD Lampung karena gerbang masuk ditutup kawat berduri. Para mahasiswa pun menyampaikan orasi di luar gerbang.
Massa yang emosi sempat menarik paksa kawat berduri yang dipasang aparat kepolisian. Aksi tarik-menarik itu akhirnya reda setelah aparat membuka blokade kawat berduri. Demonstran pun bisa bertemu dan berdialog langsung dengan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay.
Unjuk rasa yang digelar di bulan Ramadhan itu juga membuat sejumlah demonstran pingsan. Berdasarkan catatan Palang Merah Indonesia (PMI) Bandar Lampung, ada tujuh demonstran yang pingsan karena kelelahan dan sesak napas. Mereka lalu dievakuasi ke mobil ambulans dan puskesmas terdekat.
Koordinator Lapangan Aliansi Lampung Memanggil Tommy Pasha menuturkan, ada tujuh tuntutan yang disampaikan mahasiswa dalam unjuk rasa tersebut. Kenaikan harga pangan dan bahan bakar minyak di tengah situasi pandemi Covid-19 menjadi isu prioritas yang akan dikawal.
Tuntutan lainnya ialah mendesak pemerintah mengkaji ulang Undang-Undang Ibu Kota Negara. Pasalnya, masih terdapat sejumlah pasal bermasalah yang bakal menimbulkan permasalahan dalam aspek hukum, pemerintahan, politik, hingga lingkungan. Pemerintah juga diminta menjamin kemudahan layanan kesehatan dan pendidikan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Ada tujuh demonstran yang pingsan karena kelelahan dan sesak napas. Mereka lalu dievakuasi ke mobil ambulans dan puskesmas terdekat.
Isu lain yang menjadi tuntutan pengunjuk rasa, pemerintah didesak segera mencabut Undang-Undang Cipta Kerja, mewujudkan reformasi agraria, serta menghentikan tindakan represif aparat terhadap gerakan rakyat.
Menurut Tommy, tuntutan mahasiswa telah disampaikan secara langsung kepada anggota dewan dan gubernur dalam dialog. Pemerintah daerah juga telah menandatangani surat pernyataan untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut. ”Kami tetap mengontrol agar pemerintah mencari solusi dari berbagai tuntutan tersebut. Jika tidak ada solusi, kami akan melakukan aksi-aksi berikutnya dengan massa yang lebih besar,” kata Tommy.
Ketua DPRD Lampung Mingrum Gumay berjanji akan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan mahasiswa. Ia meyakini, sejumlah tuntutan mahasiswa merupakan persoalan yang dirasakan masyarakat luas.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung Komisaris Besar Ino Harianto menyatakan, ada 1.200 personel gabungan yang mengamankan dan mengawal unjuk rasa tersebut. Selain aparat kepolisian, tim gabungan juga terdiri dari anggota TNI, satpol PP, hingga petugas dinas perhubungan.
”Kami mengedepankan sikap yang humanis. Tidak ada petugas yang membawa senjata api atau senjata tajam,” kata Ino.
Selain berjaga di sekitar lokasi demonstrasi, aparat juga melakukan rekayasa lalu lintas untuk mencegah kemacetan. Sejumlah jalan protokol menuju kompleks perkantoran gubernur Lampung dan Tugu Adipura dialihkan, antara lain Jalan Wolter Mongonsidi, Jalan Diponegoro, dan Jalan Jenderal Sudirman.