Unjuk Rasa Mahasiswa di Malang Serukan Pengentasan Masalah Lokal
Mahasiswa Malang mengungkapkan berbagai masalah nasional, seperti mahalnya harga minyak goreng serta masalah lokal yang harus dituntaskan oleh pemerintah.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Unjuk rasa ribuan mahasiswa di Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (11/4/2022), diwarnai seruan pengentasan beragam permasalahan-permasalahan lokal. Mahasiswa menyoroti potensi bencana di Kota Malang, revisi peraturan daerah rencana tata ruang wilayah Kota Batu, hingga rencana pembukaan kebun sawit di Kabupaten Malang.
Titik utama unjuk rasa ada di bundaran Taman Tugu, depan DPRD, dan Balai Kota Malang. Sebelumnya, massa berkumpul di sekitar Stadion Gajayana dan jalan kaki menuju Balai Kota Malang untuk menyampaikan beragam aspirasinya.
Aspirasi masalah lokal itu disuarakan bersama isu nasional, seperti mahalnya harga minyak goreng, rencana pemindahan ibu kota baru, hingga wacana perpanjangan pemerintah tiga periode. Pemerintah diminta fokus mengatasi masalah ketimbang berkutat dengan wacana yang justru memicu kemarahan rakyat.
”Dengan beragam persoalan yang belum tuntas, bagaimana mungkin ada wacana tiga periode? Apa itu tidak menyakiti rakyat yang masih dibelit beragam masalah yang tidak bisa dituntaskan pemerintah?” kata Ryan, mahasiswa Politeknik Negeri Malang, dalam orasinya.
Endang, mahasiswa Universitas Brawijaya Malang, dalam orasinya mengatakan, selain isu lokal, juga banyak masalah besar yang belum diselesaikan. Dia mencontohkan minyak goreng yang mahal hingga persoalan pemindahan ibu kota negara yang akan menyerap anggaran cukup besar.
”Soal tugas konstitusi, UU penanganan kekerasan seksual saja hingga kini belum selesai. Soal mahalnya minyak goreng dan rencana soal pemindahan ibu kota baru. Kenapa sudah memunculkan wacana tiga periode. Apa kalian tidak malu?” katanya.
Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika menemui pengunjuk rasa dan menyatakan sikapnya. Ia menyebut menolak penundaan pemilu. Menurut dia, pemilu hanya bisa ditunda dengan tiga hal, yaitu amendemen UUD 1945, dekrit presiden, dan kondisi luar biasa.
”Kami sepakat dengan mahasiswa dan akan mengawal pemilu tetap dilaksanakan sebagai pesta demokrasi. Semua tuntutan saya terima dan akan saya teruskan,” kata Made, yang juga Ketua DPC PDI-P Kota Malang itu.
Kepala Polresta Malang Kota Komisaris Besar Budi Hermanto mengatakan, aksi berjalan damai. Hal ini berkat pola pengamanan unjuk rasa yang mengedepankan sikap humanis.
Meski menurunkan lebih kurang 700 personel, dia menyebut tidak ada tameng dan perangkat pengamanan unjuk rasa seperti biasanya. Di antara personel pengamanan bahkan ada Tim Asmaul Husna. Tim ini melantunkan ayat-ayat suci dan menyebut nama suci Allah SWT guna menenangkan situasi.
”Tujuannya agar unjuk rasa berlangsung damai dan mahasiswa bisa menyampaikan aspirasinya dengan baik,” kata Budi.