Mitigasi Warga Matang, Hari Kesiapsiagaan Bencana Digelar di Kawasan Gunung Merapi
Kawasan Gunung Merapi, di perbatasan DIY dan Jateng, dipilih sebagai lokasi puncak peringatan hari kesiapsiagaan bencana 2022. Warga di lereng gunung itu dinilai punya kematangan mitigasi bencana.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Kawasan Gunung Merapi, di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, dipilih menjadi lokasi puncak peringatan hari kesiapsiagaan bencana pada 26 April. Pemilihan ini sebagai pengakuan atas kematangan penduduk lereng gunung tersebut dalam bersiap siaga menghadapi ancaman bencana. Diharapkan, praktik penanggulangan bencana berbasis masyarakat di sana dapat diterapkan di daerah lain.
Dalam puncak peringatan hari kesiapsiagaan bencana tersebut, bakal digelar latihan bersama di kawasan lereng Merapi. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, lokasi latihan bersama bertempat di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Sementara di Jawa Tengah, lokasi latihan tersebar di empat titik, yakni Desa Balerante di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten; Desa Klakah dan Desa Tlogolele di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali; serta Desa Kemiren di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang.
Latihan tersebut termasuk menguji mekanisme evakuasi mandiri yang sudah dilatih secara rutin oleh warga setempat. Hal ini sesuai tema yang diusung, yaitu ”Keluarga Tangguh Bencana sebagai Pilar Penanggulangan Bencana”.
”Kekuatan terbesar (penanggulangan bencana) ada di masyarakat. Jadi, kalau melihat siapa yang harus menyelamatkan itu, urutannya adalah dirinya sendiri, keluarga, dan tetangga sekitar. Memang ini kami dorong supaya masyarakat betul-betul siap menghadapi bencana,” kata Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Pangarso Suryotomo di sela-sela rapat koordinasi persiapan hari kesiapsiagaan bencana di Desa Balerante, Klaten, Selasa (12/4/2022).
Pangarso meyakini, warga lereng Merapi punya banyak pengalaman kesiapsiagaan karena hidup berdampingan demikian lama dengan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Pengalaman-pengalaman itu hendaknya dapat dibagikan kepada masyarakat lereng gunung lainnya.
Masyarakat lereng Merapi sudah punya pemahaman matang perihal mitigasi atas ancaman erupsi di wilayahnya. Hal tersebut juga dilatih secara rutin mengingat aktivitas Merapi yang cukup dinamis.
Menurut rencana akan hadir tokoh-tokoh masyarakat dari lereng gunung berapi aktif lain di Indonesia pada acara tersebut. Gunung berapi lain yang dimaksud ialah Gunung Agung di Bali, Gunung Lewotolo di NTT, Gunung Sinabung di Sumatera Utara, Gunung Rinjani di NTB, dan Gunung Kelud di Jawa Timur.
Sementara itu, Kepala Subbagian Kesiapsiagaan BPBD DIY Mahujud S menyambut baik kegiatan tersebut. Pihaknya menilai, pemilihan Gunung Merapi sebagai lokasi puncak perayaan sudah tepat. Menurut dia, masyarakat lereng Merapi sudah punya pemahaman matang perihal mitigasi atas ancaman erupsi di wilayahnya. Hal tersebut juga dilatih secara rutin mengingat aktivitas Merapi yang cukup dinamis.
Pemilihan tema, lanjut Mahujud, juga sudah sesuai. Pasalnya, faktor kesiapsiagaan keluarga kerap terlupakan dalam aspek penanggulangan bencana. Bahkan, seorang sukarelawan juga belum tentu membekali keluarganya dengan pengetahuan mitigasi bencana yang salah satunya berupa evakuasi mandiri. Apabila mekanisme evakuasi mandiri dan pemahaman atas potensi risiko bencana di wilayah tertanam baik, pihaknya meyakini, jatuhnya korban dari suatu bencana dapat benar-benar dicegah.
”Simulasi di lingkup keluarga ini jarang. Selama ini lebih banyak latihan kesiapsiagaan yang kolosal dan beramai-ramai. Konteks keluarga ini sangat jarang. Kadang-kadang komunitas (sukarelawan) untuk urusan keluarga kerap terlupa. Maka, sangat penting untuk mendorong hal ini,” kata Mahujud.
Mahujud menambahkan, di DIY terdapat 301 desa yang sudah ditetapkan sebagai desa tangguh bencana. Semua desa lereng Merapi diprioritaskan menjadi desa tangguh bencana. Menurut dia, kondisi itu membuktikan besarnya perhatian pemerintah daerah untuk menyiapkan mekanisme penanggulangan bencana berbasis warga.
Hal serupa disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Klaten Sri Winoto. Di daerahnya, paling tidak ada tiga desa yang masuk dalam lokasi rawan bencana erupsi, yakni Balerante, Tegalmulyo, dan Sidorejo. Ketiga desa tersebut berada di Kecamatan Kemalang. Masyarakat ketiga desa tersebut, menurut Winoto, sudah tahu apa saja yang harus dilakukan jika sewaktu-waktu terjadi erupsi Merapi.
”Masyarakat sudah paham dengan lingkungan yang ditempati. Terdapat latihan-latihan rutin. Latihan-latihan itu justru diinisiasi mandiri oleh warga,” katanya.
Selanjutnya, Winoto memaparkan, langkah-langkah penanganan bencana sudah tertuang dalam rencana kontingensi yang dibuat setiap desa. Ada prosedur evakuasi mandiri yang disusun organisasi pengurangan risiko bencana. Koordinasi masalah pengungsian juga sudah dilakukan. Mereka juga mempunyai data lengkap terkait titik penjemputan penduduk dan alat transportasi yang digunakan untuk evakuasi.
”Itu terbukti sewaktu ada guguran awan panas beberapa waktu lalu. Warga kelompok rentan tanpa diperintah sudah dievakuasi ke tempat aman oleh sejumlah warga lain karena merasa khawatir dengan aktivitas gunung yang sedang intens saat itu,” kata Winoto.